Nasib Bisnis Surat Kabar di Era Facebook

Nasib Bisnis Surat Kabar di Era Facebook

Naviri.Org - Bagaimana cara Anda mendapatkan dan membaca berita terbaru? Jawaban untuk pertanyaan itu tergantung kapan Anda lahir dan kapan Anda mulai rutin membaca koran atau surat kabar.

Bagi orang-orang yang telah tumbuh dewasa sebelum adanya internet, mendapatkan berita terbaru bisa dilakukan dengan membeli atau berlangganan surat kabar. Di media itu pula, orang-orang bisa membaca berita-berita terkini, dan berbagai peristiwa yang membangkitkan minatnya.

Namun, bagi orang-orang yang lahir dan tumbuh dewasa bersama internet, cara mendapatkan berita sudah berbeda. Tidak lagi melalui koran atau surat kabar, tapi melalui internet. Lebih khusus, melalui Facebook.

Survei terbaru oleh Pew Research Center menunjukkan, hampir sepertiga warga dewasa di AS mendapatkan berita mereka lewat Facebook. Biasanya pengguna yang sedang mengikuti posting teman di linimasa Facebook tiba-tiba membaca postingan berita dari teman, dan mengklik tautan yang bersangkutan, lalu membaca berita tersebut di website resmi kantor berita atau koran.

Perkembangan ini terjadi di saat industri media cetak terus tertekan oleh pergeseran pola konsumsi berita warga AS yang lebih senang membaca berita secara gratis di internet, dan kini lewat perangkat mobile.

Dalam sepuluh tahun terakhir ada koran ternama yang bahkan tutup, seperti Rocky Mountain News di Denver, negara bagian Colorado. Sementara ancaman bangkrut memaksa koran-koran lain merampingkan operasionalnya, termasuk mem-PHK karyawan atau mengurangi jumlah penerbitan setiap minggu.

Salah satu koran terkemuka, The New York Times, menyiasati pergeseran ini dengan memberlakukan pembatasan berita yang bisa gratis dibaca pengguna internet. Bila seorang pengguna membaca lebih dari sepuluh artikel dalam sebulan, maka ia akan diblokir dari artikel New York Times dan diarahkan untuk berlangganan bulanan. Setelah membayar tarif berlangganan, barulah ia bisa membaca lagi artikel New York Times.

The New York Times kini ikut dalam eksperimen terbaru Facebook, bernama 'Instant Articles' alias artikel instan. Artikel instan yang pertama diluncurkan lewat aplikasi Facebook versi iPhone ini bisa diakses dengan lebih cepat, dan dilengkapi video dan fitur-fitur interaktif seperti peta. Sebagai imbalannya, Facebook membagi akses data pengguna kepada penerbit.

Pengamat jurnalisme digital dari Columbia University, Emily Bell, mengatakan, "Yang paling berharga saat ini bagi penerbit adalah data. Data seperti siapa pembaca Anda? Berapa lama mereka membaca? Dan bagaimana data tersebut bisa diterjemahkan menjadi uang. Dan inilah keunggulan Facebook dibandingkan layanan sejenis."

Facebook memang terbukti sukses melakukan monetisasi pengguna, sejak perusahaan ini sahamnya dijual di Wall Street alias 'go public' tahun 2012. Perusahaan jejaring sosial lain seperti Twitter masih kesulitan mengoptimalkan aplikasi mobile-nya untuk meraup pemasukan dari iklan.

Mengomentari survei Pew, Bell mengatakan, "30% warga dewasa AS memperoleh berita lewat Facebook. Itu pantauan dari setahun lalu. Tahun ini mungkin lebih banyak lagi"

Selain the New York Times, penerbit lain yang ikut dalam eksperimen artikel instan adalah National Geographic, BuzzFeed, NBC, dan The Atlantic yang bermarkas di AS. Juga The Guardian dan BBC News dari Inggris, serta dua penerbit Jerman, Bild dan Spiegel.


Related

Internet 4454348628474787551

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item