Mengapa Kita Harus Memberi “Bintang” untuk Ojek Online?
https://www.naviri.org/2018/02/memberi-bintang-untuk-ojek-online.html
Naviri.Org - Kalau kita menggunakan jasa layanan ojek online, kita biasanya akan diminta memberi “bintang” untuk driver yang telah melayani kita. Hal serupa juga terjadi saat kita menggunakan jasa layanan taksi online. Kita juga akan diminta untuk memberi “bintang” atas layanan yang telah kita dapatkan.
Meski mungkin terkesan tidak penting, namun sebenarnya “bintang” yang kita berikan kepada mereka (driver ojek atau taksi online) akan sangat berpengaruh pada pekerjaan mereka selanjutnya. Karenanya, sebaiknya jangan asal-asalan memberi “bintang” untuk mereka. Jika kita memang mendapatkan layanan yang bagus, berikan “bintang” yang layak.
Tanda bintang, yang merupakan peringkat atau rating dalam dunia ride sharing, memang jadi nyawa bagi para mitra perusahaan aplikasi ojek atau taksi online. Ia dijadikan tolak ukur kepuasan pelanggan menggunakan layanan transportasi online tersebut. Bila seorang mitra ojek atau taksi online mendapat peringkat di bawah standar, maka kemitraan mereka terancam. Mitra dianggap tidak bisa memberikan layanan sesuai standar perusahaan pengelola. Para mitra bisa dikenakan suspend atau paling buruk diputus kemitraannya.
Business Insider dalam laporannya menyatakan bahwa hal tersebut merupakan “sesuatu yang krusial.” Dalam dokumen Uber yang dibuat 2014, mereka membeberkan bahwa rating rata-rata di bawah 4,6 poin adalah ancaman bagi para pengemudi. Uber akan “mulai berpikir menendang pengemudi mereka dari sistem."
Dalam laporan itu juga disebutkan ada 2-3 persen pengemudi Uber yang memperoleh rata-rata rating di bawah 4,6 poin. Di akhir 2014, menurut laporan berjudul The Numbers Behind Uber's Exploding Driver Force yang dimuat Forbes, ada 160 ribu pengemudi Uber. Artinya, ada 3.200 hingga 4.800 driver yang terancam tak bisa mencari nafkah memanfaatkan aplikasi yang dibidani oleh Travis Kalanick ini.
Secara menyeluruh, 4,8 poin merupakan rating rata-rata yang diperoleh pengemudi Uber. Dalam rentang bintang 4,8 poin hingga 5 poin, Uber memasukkan para mitranya untuk “melanjutkan pekerjaan bagus”.
Ada cukup banyak alasan pengguna akhirnya memberikan rating atau bintang rendah pada pengemudi. Dalam bocoran dokumen itu disebutkan bahwa penguasaan rute/pengetahuan kota yang rendah jadi alasan yang utama. Di posisi kedua dan ketiga, buruknya kelakuan pengemudi dan rendahnya kemampuan mengemudi, jadi penyebab pengguna memberi peringkat minim bagi driver.
Namun, dalam artikel yang dimuat Quartz, Uber kemudian mendesain “proteksi rating” bagi para pengemudinya. Bila seorang pengemudi diberi bintang rendah, muncul opsi “apa yang bisa ditingkatkan?” Proteksi yang menuntut peran lebih intens bagi para pengguna layanan ride sharing itu.
Aturan main soal rating tak hanya diterapkan Uber. Hampir setiap perusahaan pengelola aplikasi ojek atau taksi online melakukannya.
Rindu Ragillia, Public Relation Manager Go-Jek, menyatakan bahwa rating merupakan “bentuk penilaian kepuasan pelanggan atas pelayanan yang diberikan mitra.” Namun, penilaian kepuasan itu secara tersirat memiliki ancaman. Pada laman resmi mereka soal “jenis-jenis pelanggaran Go-Jek”, pada poin ke-7 disebut bahwa jika pengemudi memperoleh rata-rata rating yang rendah, pengemudi berhadapan dengan ancaman pemblokiran akun secara otomatis.
Aulia Nastiti, mahasiswa doktoral Northwestern University, dalam tulisannya di The Conversation, menyebut bahwa rating, disertai rasio penerimaan order, merupakan syarat mendapatkan bonus. Nilai 4,5 poin merupakan rata-rata bintang yang harus diraih para pengemudi Go-Jek.
Bila melihat secara menyeluruh, rating menjadi alat yang berguna membuat para mitra bisa bekerja dengan sungguh-sungguh pada platform teknologi yang mereka miliki. Bagi pengguna jasa, memberikan bintang bagi para driver bukan untuk main-main, karena akan menentukan nasib seorang driver online.