Kini, Mata Uang Virtual Mulai Dikenai Pajak

Kini, Mata Uang Virtual Mulai Dikenai Pajak

Naviri.Org - Mata uang virtual, semacam bitcoin, telah dikenal dan digunakan di berbagai negara. Meski ada sebagian negara yang secara terang-terangan menolak atau bahkan melarang bitcoin atau mata uang virtual lain, namun ada pula negara-negara yang mengizinkan warganya berurusan dengan mata uang virtual. Jepang adalah salah satu negara yang terbuka pada mata uang virtual.

Selama ini, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas dengan mata uang virtual bisa dibilang bebas pajak, karena nyatanya pemerintah juga terkesan “tutup mata” dan tak menerima uang virtual. Karenanya, tak peduli sebanyak apa pun yang dihasilkan dari mata uang virtual, hasilnya tetap bebas pajak. Kondisi itu tentu menyenangkan bagi para pemain uang virtual, khususnya para investor.

Namun, kini, mata uang virtual juga akan dikenai pajak. Lembaga pajak Jepang mulai melibatkan diri ke mata uang virtual, dan bersiap membuat investor di sektor ini gigit jari.

Setelah tahun lalu menetapkan pendapatan dari jenis transaksi ini tergolong “pendapatan lain-lain”, para investor di Jepang sekarang wajib mencantumkan keuntungannya saat melaporkan pajak tahunan.

Berbeda halnya dengan pendapatan yang didulang dari saham dan mata uang asing yang dibebani pajak sekitar 20 persen, Jepang menetapkan tarif untuk mata uang virtual berkisar antara 15 persen sampai 55 persen. Tarif tertinggi bakal dinikmati mereka yang pendapatan tahunannya mencapai USD 365.000.

Sebagian investor yang menjadi kaya dari mata uang virtual sudah meninggalkan Jepang, pindah ke negara tanpa pajak. Menurut Kengo Maekawa, CEO Shiodome Partners Tax Corp, negara yang dipilih untuk investasi jangka panjang pada mata uang virtual di antaranya Singapura.

Maekawa mengaku, perusahaannya kebanjiran klien ynag kebanyakan berusia 30 sampai 40 tahun, yang meminta saran terkait pajak pendapatan dari mata uang virtual. Jepang tidak sendirian dalam memungut pajak untuk mata uang virtual.

Di Amerika, badan pajak (IRS) tahun 2014 menggolongkan mata uang virtual sebagai aset layaknya emas atau lahan, yang menjadikan pendapatan jangka panjangnya sebagai subjek pajak, dengan tarif yang lebih rendah dibanding Jepang.

Potensi kas negara Jepang dari mata uang virtual, dinilai Bloomberg, bisa cukup signifikan. Beberapa bulan terakhir, sekitar 40 persen aktivitas jual beli bitcoin dilakukan dalam mata uang Yen.

Baca juga: Upaya “Lucu” Bitcoin Demi Bisa Beriklan di Facebook

Related

News 6860546389085177006

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item