Fakta, Lajang adalah Orang Paling Bahagia di Indonesia
https://www.naviri.org/2018/02/lajang-bahagia.html
Naviri.Org - Selama ini, orang-orang diberitahu bahkan didoktrin untuk percaya bahwa untuk bisa bahagia maka harus menikah. Karenanya pula, selama ini pernikahan selalu dipaketkan atau diidentikkan dengan kebahagiaan, ketenteraman, bahkan ada yang mengiming-imingi lancar rezeki jika orang mau menikah. Tetapi, fakta berbicara lain.
Banyaknya rumah tangga yang kacau dan berantakan, tingginya angka perceraian, dan banyaknya anak telantar, adalah bukti nyata bahwa pernikahan tidak seindah yang digembar-gemborkan. Bagaimana mungkin rumah tangga yang kacau bisa dibilang bahagia? Bagaimana mungkin tingginya angka perceraian bisa dibilang menenteramkan orang yang menikah? Juga bagaimana mungkin banyaknya anak telantar menunjukkan adanya rezeki lancar setelah menikah?
Sebagian orang mungkin bisa mengatakan bahwa itu kasuistis. Tentu saja itu terdengar konyol. Kasuistis itu kalau hanya terjadi satu dua kali. Padahal rumah tangga yang kacau berjumlah banyak, perceraian berjumlah banyak, dan anak telantar juga sama banyak. Bagaimana mungkin masih bisa dibilang kasuistis?
Memang, beberapa penelitian di luar negeri menunjukkan dampak positif menikah, atau manfaat yang dialami oleh orang-orang yang menikah, khususnya jauh dari perasaan kesepian.
Penelitian yang dilakukan oleh University of California of Los Angeles (UCLA Loneliness Scale), misalnya, mendapatkan hasil bahwa laki-laki memiliki rata-rata skor kesepian yang lebih tinggi daripada perempuan.
Sementara, Borys dan Perlman mengatakan perbedaan jenis kelamin pada tingkat kesepian tergantung dari jenis pertanyaan yang diajukan.
Bila pengukuran menggunakan UCLA Loneliness Scale, yang mana dalam skala tersebut tidak muncul kata kesepian secara terang-terangan, maka subjek laki-laki dilaporkan memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi daripada perempuan.
Jika pengukuran kesepian dilakukan dengan terang-terangan menyebutkan kata kesepian, maka didapatkan hasil sebaliknya yakni subjek perempuan memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi daripada laki-laki.
Borys dan Perlman mengemukakan bahwa hal ini karena lelaki pada umumnya lebih sulit mengakui secara terang-terangan kalau dirinya mengalami kesepian.
Meski begitu, kenyataan berbeda terjadi di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Agustus 2017, menyebutkan bahwa Indeks Kebahagiaan penduduk yang belum menikah alias lajang cenderung lebih tinggi (71,53).
Indeks Subdimensi Kepuasan Hidup Personal (Life Satisfication) penduduk yang belum menikah juga memiliki indeks tertinggi (68,36), dibanding penduduk dengan status perkawinan. Jumlahnya juga sangat signifikan, yaitu mencapai 52 juta orang. Jadi, apakah masih relevan mengatakan bahwa orang baru bahagia jika menikah?
Baca juga: Tinder, Kencan Online, Hingga Kebahagiaan Perkawinan