Kisah Kehancuran Yunani Akibat Utang Luar Negeri
https://www.naviri.org/2018/02/kehancuran-yunani-akibat-utang.html
Naviri.Org - Utang itu seperti rayap. Tampak kecil, sepele, tak terlalu terlihat, tapi diam-diam menggerogoti. Tak peduli yang dilakukan oleh perorangan maupun oleh negara, utang tetap memiliki konsekuensi. Apalagi utang yang dilakukan itu dibebani bunga yang juga harus dibayar. Sejumlah utang yang semula tampak kecil dan tak seberapa, bisa berubah besar akibat bunga berbunga.
Kisah serupa itulah yang terjadi pada Yunani. Dalam sejarah dunia, Yunani adalah negara kuat yang telah berdiri sejak zaman kuno. Berbagai peradaban dan kebudayaan berdiri di sana. Namun, di zaman modern, Yunani menjadi contoh nyata bagaimana sebuah negara bisa hancur dan kolaps akibat utang yang bertumpuk.
Yunani adalah sebuah pelajaran berharga bagi negara-negara yang tak pandai mengelola keuangan. Defisit anggaran negara yang menganga lebar membuat Yunani terpuruk ke dalam krisis terburuk. Lebih parah lagi, krisis ikut menjangkiti negara-negara lain. Pasar finansial bahkan sempat ikut-ikutan oleng karena krisis utang Yunani.
Menurut data Statista, rasio utang terhadap PDB Yunani saat ini sebesar 178,4 persen. Ini berarti peningkatan tipis dibandingkan rasio utang pada 2013 yang tercatat 176,94 persen. Pada 2012, rasio utang Yunani sempat turun ke 158,95 persen, dibandingkan setahun sebelumnya, sebesar 171,56 persen. Pada 2010, rasio utang Yunani tercatat 145,78 persen.
Semua bermula pada 2001, ketika Yunani diundang menjadi negara ke-20 yang mengadopsi mata uang tunggal euro. Untuk memenuhi kualifikasinya, Yunani harus menunjukkan tanda-tanda kesehatan ekonominya, termasuk target stabilitas harga dan keuangan publik. Salah satu syarat bergabung dengan euro adalah defisit di bawah 3 persen. Sayangnya, defisit justru belum turun hingga di bawah level tersebut sejak 1999.
Perekonomian Yunani sebelum terhempas krisis sejatinya baik-baik saja. Namun, di balik pertumbuhan ekonominya yang tinggi, Yunani menyimpan bom waktu yang sangat berbahaya. Selama periode 2000–2009, pertumbuhan PDB riil Yunani rata-rata 4 persen, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan kawasa euro yang hanya 2 persen. Sayangnya, pertumbuhan tidak didorong oleh faktor-faktor yang berkesinambungan.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu merupakan hasil dari konsumsi publik yang meningkat, sebagai hasil dari kenaikan gaji yang signifikan. Gaji pegawai Yunani naik signifikan hingga 50 persen. Parahnya, kenaikan gaji tidak dibarengi dengan efisiensi dan tambahan pendapatan. Sementara kredit juga meningkat karena kebijakan suku bunga rendah.
Yunani membuat kesalahan karena tidak membelanjakan anggarannya pada proyek-proyek yang bisa menghasilkan keuntungan di masa depan. Anggarannya justru habis untuk konsumsi. Yunani juga mendanai sistem kesehatan dan dana pensiun secara tidak berkesinambungan.
Hasilnya, tingkat daya saing internasional Yunani tergerus, ekspor turun dari 25 persen menjadi 19 persen PDB, dan secara negatif berdampak pada neraca berjalan. Ketidakseimbangan fiskal Yunani itu berimplikasi pada terus meningkatnya utang, dari 103 persen menjadi 115 persen terhadap PDB untuk periode 2000 hingga 2009. Sementara utang luar negeri meningkat dari 45 persen menjadi 100 persen.
Perekonomian tidak kompetitif, fiskal bolong besar. Dalam kondisi tersebut, Yunani sangat rentan ketika krisis global menerpa pada 2008. Pada 2009, pemerintahan baru Yunani secara mengejutkan mengumumkan bahwa defisit anggaran yang diumumkan pemerintah sebelumnya sebesar 6,7 persen, pada kenyataannya 12,7 persen. Angka yang palsu itu langsung membuat investor kecewa. Kondisi ini diperparah dengan utang yang terus meningkat. Hasilnya, surat utang Yunani pun semakin murah, yang berarti suku bunganya semakin tinggi.
Sejak krisis utang Yunani merebak pada 2010, sebagian besar bank-bank internasional dan investor asing menjual surat utang Yunani. Mereka menghindari gagal bayar.
Pada Desember 2009, peringkat utang Yunani turun dari “A-” menjadi “BBB ”. Inilah untuk pertama kalinya sejak satu dekade, peringkat utang Yunani turun dari status “A”. Selama sepekan, sejumlah lembaga pemeringkat juga menurunkan peringkat kreditnya terhadap Yunani, karena khawatir pemulihan ekonomi tidak berjalan dengan baik.
Yunani adalah negara kecil. Ia hanya 2 persen dari kawasan euro. Perekonomiannya hanya bernilai 200 miliar dolar, yang berarti sedikit lebih tinggi dari Alabama, tetapi lebih kecil dari Oregon. Namun, mengapa Presiden AS Barack Obama mau repot-repot mencari solusi bersama Kanselor Jerman, Angela Merkel?
Jawabannya, investor internasional memiliki eksposure yang cukup besar pada surat utang Yunani. Mereka sebelumnya terpesona oleh perekonomian Yunani. Banyak negara dan institusi internasional akhirnya membeli surat utang Yunani. Beberapa hedge fund AS berinvestasi pada bank-bank di Yunani dan sudah mengalami kerugian.
Upaya untuk menyelamatkan Yunani dari kebangkrutan sudah diupayakan. Mulai dari IMF, juga European Central Bank (ECB), mati-matian menyelamatkan Yunani. Namun, syarat yang ketat untuk mendapatkan dana penyelamatan membuat Yunani malas-malasan.
Lembaga keuangan internasional memang mensyaratkan Yunani untuk “diet ketat” keuangan, agar bisa mendapatkan dana talangan. Perundingan yang bertele-tele akhirnya membuat Yunani mengalami gagal bayar. Pada 30 Juni, Yunani menjadi negara Uni Eropa pertama yang mengalami gagal bayar. Yunani tidak berhasil membayar utangnya ke IMF sebesar 1,5 miliar euro yang jatuh tempo. Pada saat yang sama, paket bailout internasional kedua ternyata sudah kedaluwarsa. Yunani pun menjadi negara yang tak punya sokongan keuangan.
Setelah melalui pembicaraan yang alot, Yunani akhirnya menyepakati sejumlah syarat untuk pemberian dana talangan. Yunani pun untuk sementara mendapatkan dana segar dari sejumlah lembaga multilateral, sehingga kehidupannya bisa berjalan lagi.
Baca juga: Jepang, Negara Maju dengan Jumlah Utang Terbesar