Perbandingan Iklan di Media Cetak dan Televisi
https://www.naviri.org/2018/02/iklan-di-media-cetak-dan-televisi.html
Naviri.Org - Dunia media saat ini didominasi oleh tiga bidang, yaitu media cetak (koran, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi), dan media online (situs berita di internet). Dari tiga bentuk media tersebut, media cetak dan media elektronik lebih dulu hadir di Indonesia. Karenanya, dua media itu pun masih mendominasi di kalangan masyarakat Indonesia.
Salah satu penyokong atau penopang keberlangsungan media adalah iklan, yang memungkinkan media mendapatkan pemasukan. Dari iklan yang masuk, media mendapatkan penghasilan yang digunakan untuk melangsungkan kegiatan. Jika dibandingkan, media elektronik dan media cetak, manakah yang lebih banyak mendapatkan penghasilan dari iklan?
Jawabannya adalah media elektronik, khususnya televisi.
Nyaris selama sepuluh tahun terakhir, media televisi di Indonesia menikmati kemewahan kue iklan di atas 70 persen. Merujuk riset Nielsen Indonesia, total belanja iklan di TV dan media cetak sepanjang 2016 mencapai Rp134,8 triliun, atau naik 14 persen dari tahun sebelumnya. Dari angka itu, perolehan iklan di televisi mengambil 77 persennya alias Rp103,8 triliun.
Sementara media cetak hanya mendapatkan sisanya, dengan rincian: koran sebesar Rp29,4 triliun atau 22 persen, dan majalah sebesar Rp1,6 triliun atau hanya 1 persen. Riset Nielsen ini memantau iklan pada 15 stasiun televisi nasional, 99 surat kabar, serta 123 majalah dan tabloid. Belanja iklan ini sedikit menurun seiring penurunan jumlah media yang beroperasi, menurut Hellen Katherina, direktur eksekutif Nielsen Indonesia.
Lalu, bagaimana pada 2017?
Riset terbaru Nielsen yang dirilis pada 1 Februari 2017 mencatat total belanja iklan tahun 2017 meningkat 8 persen dari tahun 2016, dengan nilai Rp145 triliun. Sebanyak 80 persen atau sekitar Rp116 triliun dari porsi belanja iklan itu masih didominasi media teve, dengan persentase pertumbuhan yang melambat jadi 12 persen. Porsi belanja iklan di media cetak ikut turun. Alasannya serupa: semakin berkurang media cetak yang beroperasi.
Meski masih tumbuh, riset Nielsen mengungkap pertumbuhan nilai ini lebih didorong kenaikan harga bruto rate iklan pada masing-masing media. Padahal jumlah media yang mereka pantau hampir mirip dari tahun lalu. Namun, angka belanja ini pun bisa jadi mengindikasikan bahwa meski harga iklan naik, sebagian pengiklan masih setia memasang pariwara pada kedua medium tersebut.
Baca juga: Menghasilkan Banyak Uang dari Media Sosial