Bangkitnya “Generasi Zaman Now” di Berbagai Negara
https://www.naviri.org/2018/02/generasi-zaman-now.html
Naviri.Org - Disadari atau tidak, dunia saat ini dikuasai oleh generasi “zaman now”, yaitu anak-anak muda, kebanyakan generasi milenial, yang akrab dengan teknologi dan berbagai fenomena terbaru. Kondisi itu bisa terlihat di berbagai negara, yang menunjukkan bahwa ada kebangkitan generasi zaman now dalam berbagai pergerakan, khususnya di bidang politik.
Pemilu Inggris 2017, misalnya, menyajikan pertarungan dari beberapa kandidat. Namun, yang menarik adalah perwakilan Konservatif Theresa May dengan perwakilan Buruh Jeremy Corbyn. May memang memenangkan pertarungan dengan Corbyn yang mengisi posisi kedua. Namun Corbyn sukses memenangkan hati pemilih muda se-Britania Raya, karena tingkat partisipasinya dalam pemilu menjadi yang terbesar dalam 25 tahun terakhir.
Menurut studi Ipsos Mori, partisipasi anak muda pemilih wakil Buruh meningkat dari angka 30 persen pada tahun 2015, menjadi 40 persen di bulan Juni 2017. Usia menjadi faktor yang lebih penting dalam pemilu Inggris tahun itu, dibanding kelas. Kesenjangan antara pemilih kelas sosial yang berbeda telah menyempit dibandingkan sebelumnya. Artinya, para pemilih muda berasal dari berbagai kelas—kaya, menengah, maupun kalangan bawah.
Pada pemilu tahun 2005, pemilih usia 18-24 tahun terhitung pada kisaran tujuh persen dari seluruh suara, sementara pemilih usia di atas 65 tahun sebanyak 25 persen. Pemilu tahun 2017 berubah drastis dengan partisipasi pemilih usia 18-24 tahun meningkat ke angka 23 persen, demikian dilansir dari The Week.
Situasi yang serupa terjadi di pemilu Selandia Baru. Menurut laporan Bryce Edward untuk New Zealand Herald bulan September 2017, bangkitnya generasi zaman now ditandai dengan meningkatnya partisipasi pemilih muda yang memajukan suara Partai Buruh.
Pemilih usia 18-34 tahun yang saat kampanye memutuskan untuk memilih Partai Buruh tercatat sebanyak 67 persen. Itu satu versi lembaga survei. Lainnya memberi angka 65 persen untuk pemilih usia 18-24 tahun, sementara 14 persen lain memilih kubu Nasional (yang akhirnya memenangkan pemilu).
Kamus Oxford menyebutnya sebagai “kebangkitan gerakan politik generasi milenial” yang kerap dituduh pemalas oleh generasi sebelumnya. Di Amerika Serikat, banyak milenial mendukung Bernie Sanders, yang juga sangat kagum dengan bagaimana muda-mudi Inggris mengusung Corbyn.
Sementara di Perancis, pemilih usia 18-24 tahun yang menjadi basis massa terpenting untuk naiknya pamor Marine Le Pen dari kubu nasionalis, walau akhirnya kalah dari Emmanuel Macron dari kubu liberal-sentris.
Di Rusia, ada Alex Navalny, yang kemarin baru memasuki usia kepala empat namun berhasil menjadi oposisi Presiden Vladimir Putin yang paling berbahaya. Ia mampu menggerakkan generasi muda Rusia untuk menggelar demo-demo anti-Putin sepanjang tahun 2017. Salah satu yang terbesar adalah pada bulan Oktober 2017, yang terjadi di lebih dari 80 titik di seluruh Rusia, dan menyebabkan 260 orang ditahan aparat, demikian lapor Guardian.
Di Australia, generasi muda menjadi sumbu utama gerakan melegalkan pernikahan sesama jenis lewat kampanye di jalanan, hingga berpartisipasi dalam pemungutan suara.
Pada Rabu (15/11/2017) pagi dinyatakan bahwa dari 12,7 juta warga Australia (79,5 persen dari total penduduk usia pemilih) yang mengambil bagian dalam survei tersebut, sebanyak 61,6 persen memilih 'Ya' untuk melegalkan pernikahan sesama jenis, sementara 38,4 persen memilih 'Tidak', demikian lapor New York Times.
Baca juga: Asal Usul di Balik Kata “Antifa” dan “Post-truth”