Digiseksual dan Datangnya Era Seks Virtual
https://www.naviri.org/2018/02/digiseksual.html
Naviri.Org - Teknologi telah mengubah kehidupan manusia, hingga sangat jauh. Bukan hanya komputer, internet, dan ponsel pintar yang kini menjadi bagian hidup manusia, tapi juga robot-robot yang menyerupai manusia, yang bisa ditujukan untuk berbagai keperluan dan kebutuhan. Kini, robot-robot yang dilengkapi artificial intelligence bahkan mulai ditujukan sebagai partner atau pasangan seks, dan fenomena ini kemudian memunculkan istilah baru, yaitu digiseksual.
Beberapa dekade terakhir, bermacam robot yang berguna untuk membantu kehidupan manusia terus dikembangkan. Mulai dari robot berwujud mesin hingga serupa manusia, atau lazim disebut droid.
Robot-robot ini pun dikendalikan dengan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Dengan kata lain, robot itu memiliki kecerdasan menyerupai makhluk hidup.
Tak heran dalam pengembangannya, manusia pun mulai tertarik untuk berinteraksi dengan robot-robot ini. Bahkan interaksi bukan hanya kasual, tapi lebih intim atau lebih akrab dengan istilah digiseksual (digisexual).
Dilansir Telegraph, pekan lalu (26/11/2017), para ilmuwan baru saja mempelajari perubahan perilaku manusia terhadap robot bermuatan kecerdasan buatan. Hasilnya, para ilmuwan memprediksi orientasi seksual ini akan meningkat seiring perkembangan teknologi kecerdasan buatan pada robot.
"Ini saatnya mengatakan bahwa era seks virtual telah tiba," kata Neil McArthur, Direktur Pusat Etika Terapan dan Profesional University of Manitoba, Kanada.
Penulis studi ilmiah terbaru untuk digiseksualitas ini pun mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi juga turut memfasilitasi manusia untuk dapat berinteraksi secara seksual.
Saat ini teknologi interaksi seksual secara digital pun sudah lazim. Laman pornografi menyediakan konten 3D yang bisa diakses via Virtual Reality (VR). "Ada juga sexbots, asisten virtual yang dikhususkan untuk kegiatan dewasa," jelasnya.
McArthur menambahkan bakal makin banyak orang menyadari pengalamannya dengan teknologi akan memengaruhi identitas seksualnya. Misalnya untuk memenuhi beberapa keinginan atau fantasi yang tak bisa diterima pasangan konvensional.
Dengan robot berkekuatan kecerdasan buatan, seseorang tak perlu khawatir pada hal itu. Ini sebabnya beberapa dari mereka juga akan memilih hidup bersama AI ketimbang dengan manusia.
Dilansir The Sun, robot yang telah diprogram dengan kecerdasan buatan juga dilengkapi dengan berbagai sensor yang bakal bereaksi ketika Anda menyentuhnya. Tubuhnya pun dibuat dengan materi silikon sehingga dibuat semirip mungkin dengan kulit manusia.
Robot seksual itu dibuat dengan berbagai bentuk dan jenis kelamin. Bahkan siapapun bisa memesan robot AI dengan fisik menyerupai sang mantan kekasih. Namun tentu saja, harga robot ini relatif mahal. Sebagai contoh, robot seks berkelamin perempuan bisa berharga GBP15 ribu atau setara Rp273 juta.
Ahli kecerdasan buatan, Dr. David Levy, pernah menyatakan setahun lalu bahwa robot AI untuk keperluan seks bakal meluas pada masa depan. Bahkan tidak tertutup kemungkinan robot AI akan dipilih manusia menjadi pasangan hidup (kawin) atau dijadikan pekerja seks komersial (PSK).
Levy dalam International Business Times memperkirakan hal itu bakal lazim paling cepat 10 tahun lagi dan makin marak pada 2050. Satu dekade ke depan, dinilai Levy, adalah waktu yang tepat bagi kalangan pengembang perangkat lunak untuk robot.
"Robot AI akan memenuhi harapan orang sebagai teman hidup yang biasa ada pada pasangannya; sabar, baik, penyayang, percaya, respek, dan tak senang mengeluh," katanya.
Belakangan pun beberapa orang mulai menjalin hubungan dengan robot AI. Salah seorang di antaranya adalah Lilly, perempuan asal Prancis. Ia membuat robot yang diberi nama InMoovator dengan menggunakan printer 3D. Lilly diketahui hidup bersama InMoovator sekitar empat tahun.
Melalui akun Twitter pribadinya, Lilly menulis; "Saya digiseksual, kami tidak menyakiti siapa pun, kami sangat bahagia." Lilly bahkan dilaporkan sudah bertunangan dengan robot pujaannya dan akan menikah secara legal di negaranya.
Fenomena robot AI ini memang mulai mendobrak norma-norma selama ini. Bahkan kecerdasan buatan pun digunakan untuk menciptakan agama baru dan tuhan, seperti dilakukan mantan ahli komputer Google—Anthony Levandowski.
Levandowski bahkan sudah mengajukan permohonan pendirian gereja baru bernama "Way of the Future" (Jalan Masa Depan) ke pemerintah negara bagian California, Amerika Serikat (AS) pada Mei lalu. Tentu saja, hingga kini, seluruh tren baru tersebut menuai kontroversi.
Baca juga: Fenomena Robot Seks dan Ancaman Maut di Baliknya