Setelah Berjaya Puluhan Tahun, Bisnis H&M Mulai Runtuh
https://www.naviri.org/2018/02/bisnis-fashion.html
Naviri.Org - Pepatah lama tampaknya selalu relevan, bahwa kehidupan mirip roda yang berputar. Kadang di atas, kadang pula di bawah. Ada saatnya naik, ada saatnya pula untuk turun. Begitu pula dengan bisnis, laba, keuntungan, atau dividen perusahaan. Kenyataan itu yang kini terjadi pada perusahaan H&M.
Di dunia fashion, H&M adalah merek terkenal. Perusahaan tersebut bahkan telah menjadi trendsetter di dunia selama puluhan tahun, mendominasi bisnis pakaian. Namun, kini, peritel pakaian kelas wahid itu mulai terguncang. Penjualan lesu dan membuat pundi-pundi lenyap. Dilaporkan Reuters, Rabu (31/1/2018), peritel asal Swedia itu baru saja mengumumkan kemerosotan laba kuartal terkini. Hasilnya merah.
Laba sebelum pajak tiga bulanan sampai November 2017 merosot hingga dua digit, persisnya sebesar 34 persen. Angkanya menyusut jadi 4,9 miliar kronor Swedia (sekitar 440 juta Poundsterling).
Melihat anjloknya penjualan, H&M bakal meminta investor menanam kembali dividen untuk pembiayaan investasi perusahaan tersebut.
Setelah puluhan tahun menikmati ekspansi cepat dan bertahta menjadi peritel pakaian nomor dua di dunia setelah Zara, kini H&M mesti menghadapi tekanan berat. Ditambah lagi, persaingan ritel kian ketat dengan hadirnya bisnis daring.
"Perubahan industri (ritel) mengejutkan semua pihak, dan tren ini akan berlanjut pada 2018,” ungkap Chief Executive Karl-Johan Persson.
Menurut Johan, didasari hasil negatif kuartal terakhir 2017, H&M tidak berharap banyak untuk mencapai target pertumbuhan penjualan sebesar 10-15 persen tahun ini. Lebih lanjut, dia mengatakan, runtuhnya penjualan dan laba H&M terjadi secara dramatis dan tiba-tiba. Kondisi tersebut berimbas cepat pada aksi jual saham H&M.
Dalam berbagai kesempatan, Johan memang telah mengakui bahwa kesalahan strategi bisnis membuat H&M terjungkal sepanjang 2017 silam. Johan, yang juga merupakan cucu pendiri H&M, mengatakan pihaknya akan bekerja ekstra keras untuk mengatasi situasi kelam. Caranya dengan menutup gerai berkinerja buruk, dan membenahi sejumlah kekurangan internal perusahaan.
Badai yang tengah dialami H&M, bagaimana pun, tak lepas dari nuansa toko yang usang, kurang kekinian, serta lemahnya penetrasi digital.
Menurut Marguerite Le Rolland, analis dari lembaga riset Euromonitor, pelanggan berangsur-angsur meninggalkan gerai H&M serta beralih pada kompetitor lainnya. “Pengalaman belanja konsumen, di situlah tantangan terbesar H&M,” ucapnya.
Baca juga: Fakta di Balik Jatuhnya Bisnis Fashion H&M