Kisah Orang-orang yang Tergila-gila pada Buku
https://www.naviri.org/2018/02/bibliofilia.html
Naviri.Org - Bisa jadi, Anda punya teman atau mengenal seseorang yang tergila-gila atau terobsesi pada buku. Kemana pun dia pergi, tempat pertama yang dikunjungi adalah toko buku. Ketika ada pameran atau bazaar buku, dia pun membeli buku dalam jumlah banyak. Anda mungkin bertanya-tanya, bagaimana dia akan membaca buku-buku tersebut? Mengingat banyaknya buku yang ia miliki dan koleksi, mungkinkah dia akan membaca semuanya?
Jika teman Anda membeli dan mengoleksi buku dalam jumlah luar biasa, dan dia terus menerus melakukannya, maka bisa jadi teman Anda seorang bibliofilia, yaitu orang yang tergila-gila pada buku. Orang semacam itu biasanya mencintai buku, dan ingin memiliki serta mengoleksi buku sebanyak-banyaknya, meski ia tahu tak mungkin mampu membaca semuanya.
Jean Claude Carriere, novelis dan aktor, pernah duduk dan berbincang bersama Umberto Eco, novelis dan pakar semiotika. Mereka berusaha bercerita dan berbagi kesan tentang buku-buku dan bagaimana mereka mempengaruhi proses kreatif pada masing-masing individu.
Dalam perbincangan itu Umberto Eco membincangkan berbagai buku dari 50.000 buku koleksinya yang berasal dari abad ke-17 hingga modern.
Perbincangan keduanya tertuang dalam buku This is Not the End of the Book: A Conversation curated by Jean-Philippe de Tonnac. Dalam buku ini, baik Carriere maupun Eco tak berhenti pada sekedar pamer referensi buku. Mereka bicara perihal peradaban yang dibangun dari buku. Mulai dari lukisan dinding gua sampai neorealisme Italia, hieroglif hingga kode komputer, dan bagaimana semestinya buku-buku diterjemahkan.
Seperti kita tahu, Eco adalah salah satu orang yang membenci penerjemah, yang ia anggap sebagai pencidera pemikiran dan kesusastraan. De Tonnac sendiri dikenal sebagai kolektor dengan koleksi 40.000 buku, di antaranya ada 2.000 buku kuno yang langka.
Apa alasan orang memutuskan untuk membeli buku, terlebih buku langka yang harganya mencapai ratusan hingga miliaran rupiah?
Nicholas A. Basbanes, penulis dan peneliti kebudayaan buku, menulis mengapa manusia terobsesi dengan buku dalam karyanya, yang berjudul A Gentle Madness. Ia bercerita bahwa dunia mengenal banyak kolektor buku yang melakukan tindakan gila, mulai dari menggali kubur, mencuri, menipu, menyamar, sampai membunuh untuk memiliki manuskrip tertentu.
Obsesi kolektor buku bisa menjadi cerita tersendiri, misalnya mitos tentang Don Vincente, seorang mantan pendeta asal Spanyol yang merampok dan membunuh setidaknya delapan orang untuk melengkapi koleksi bukunya. Atau kisah tentang Richard Heber yang mengisi delapan rumahnya, empat di Inggris dan empat lain sisanya di berbagai benua, dengan buku-buku langka. Kegilaan para kolektor buku ini melahirkan lini bisnis yang usianya sama dengan obsesi pecandu buku. Yaitu bisnis buku-buku langka.
Bibliofilia atau bibliofilisme adalah kecintaan terhadap buku. Sementara bibliofil adalah seorang individu yang mencintai buku. Inilah yang menjadi pasar bagi penjual buku langka. Bagi seorang bibliofil, kepemilikan buku lebih penting daripada isinya.
Seorang bibliofil bisa membeli atau mencuri buku langka karena sejarah, kisah, dan nilai dari buku itu. Setiap mereka memiliki obsesinya tersendiri, ada yang gemar mengkoleksi buku sastra Amerika Latin, buku masakan, atau buku tentang sihir. Makin berpengalaman mereka, maka semakin khusus buku koleksi yang dimilikinya.
Robert F. Lucas, seorang kolektor juga penjual dan penyusun panduan mengkoleksi buku, mengatakan ada tiga hal paling penting dalam membeli buku antik: kondisi, kondisi, dan kondisi.
Meski buku tersebut cetakan pertama dan bertanda tangan pengarangnya, namun jika dalam keadaan rusak akan merendahkan harga jual. Jangan mau termakan promosi, dan perhatikan kualitas. Perhatikan kisi-kisi buku dan kondisi sampul: Jika itu hard cover apakah ada selimutnya? Jika itu edisi kolektor apakah ada kotak sampulnya? Hal demikian akan mempengaruhi harga jualnya.
Michael Dirda pada 1995 menuliskan catatan penting tentang kolektor buku. Salah satunya berkisah tentang Stephen Massey, kepala bagian buku langka dari balai lelang Christie's di New York. Ia pernah mengusir seorang kolektor buku yang secara kasar memaksa memeriksa sebuah buku yang hendak dilelang.
Sikapnya ini merupakan usaha untuk menjaga agar setiap orang punya kesempatan sama saat lelang. Ia tidak khawatir kolektor kaya itu akan marah. Menurutnya, kolektor buku sejati pasti akan menelepon kembali bahkan jika perlu merangkak mengemis untuk membeli sebuah buku yang ia sukai.
Dirda juga menceritakan kisah tentang Stephen Carrie Blumberg, seorang maling buku yang membuat perpustakaan pribadi yang berisi 23.600 buku curian dari 268 perpustakaan dari 45 negara bagian, dengan nilai koleksi buku mencapai lima juta dolar.
Kisah ini mirip dengan apa yang dilakukan John Charles Gilkey yang mencuri buku langka senilai $100,000. Ia pula dengan bangga mengakui bahwa proses pencurian tersebut sebagai sebuah kesenian. Gilkey mencuri bukan karena ingin memperoleh uang, lebih dari itu ia mencuri sebagai usaha pemuasan obsesi diri. Baginya, memiliki buku adalah sebuah candu.
Salah satu buku yang paling langka dan paling banyak dicari oleh kolektor buku adalah Injil cetakan awal Guttenberg. Pada 1450, Guttenberg hanya mencetak 180 kopi Injil. Wall Street Journal menyebutkan saat ini hanya beberapa saja yang masih bertahan dan terawat keberadaannya, kebanyakan disimpan museum dan kolektor. Jerman menjadi negara yang paling banyak menyimpan Injil Guttenberg dengan jumlah 12 buku dan disusul Amerika Serikat 11 Buku.
Kitab suci ini adalah buku pertama yang dicetak dan diperbanyak ketika mesin cetak pertama kali ditemukan. Selain Injil Guttenberg, buku-buku yang berkaitan dengan sejarah Kristen memang jadi buruan kolektor. Pada 1983, Gospels of Henry The Lion terjual dengan harga $12,3 juta. Saat ini nilainya mencapai $29,22 juta. Buku ini menjadi penting bagi mereka yang menganggap sejarah agama Kristen sebagai sesuatu yang sakral dan penting.
Pada 22 Oktober 1987, sebuah alkitab Perjanjian Lama yang dicetak Guttenberg terjual pada seorang kolektor buku asal Jepang melalui balai lelang Christie's. Harga buku itu mencatatkan rekor penjualan tertinggi buku langka dengan nilai $5,4 juta. Sang pemenang lelang, Eiichi Kobayashi, mengatakan buku itu dibeli untuk bisa dipamerkan pada publik, karena di Jepang tak ada satupun koleksi Guttenberg.
Pada 2015, The Guardian menulis bahwa fragmen atau bagian dari Injil Guttenberg laku dijual dengan harga $970 ribu. Padahal saat itu balai lelang Sotheby’s memperkirakan harganya hanya mencapai $500 ribu. Fragmen itu berisi delapan halaman dari bagian Book of Esther. Sebelumnya, satu halaman bagian dari Injil Gutenberg laku terjual dengan harga $55 ribu di Swann Galleries.
Sejak 1978, tak ada satupun Injil Gutenberg yang dijual utuh. Buku ini masih menjadi buku yang paling banyak dicari dan ditunggu oleh kolektor. Namun Injil Gutenberg bukanlah buku paling mahal di dunia. Pada 1994, catatan Da Vinci bertajuk The Codex Leicester (juga dikenal sebagai Codex Hammer) terjual dengan nilai $30 juta kepada Bill Gates. Buku inilah yang hingga kini menjadi buku termahal di dunia.