Ternyata, Gerakan Antivaksin juga Terjadi di Filipina
https://www.naviri.org/2018/02/antivaksin.html
Naviri.Org - Pemberian vaksin adalah upaya untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu, atau untuk memberi kekebalan bagi tubuh penerima vaksin. Namun, upaya ini sempat menjadi polemik di Indonesia, dengan berbagai sebab.
Sebagian kalangan yang antivaksin mengatakan bahwa vaksin dibuat dari bahan yang tidak halal, sehingga mereka enggan menggunakan. Sementara sebagian kalangan lain juga menjauhi vaksin, karena adanya beberapa anak yang mengalam masalah, semisal sakit, setelah menerima vaksin.
Pihak pemerintah, didukung para ahli kesehatan, telah berupaya memberitahukan bahwa vaksin yang digunakan di Indonesia terjamin halal, dan dampak yang terjadi—semisal anak yang sakit—ternyata diketahui tidak terkait langsung dengan pemberian vaksin.
Terlepas dari hal itu, gerakan antivaksin ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di Filipina.
Kekhawatiran tentang dampak vaksin demam berdarah membuat tingkat imunisasi untuk penyakit-penyakit yang bisa dicegah turun tajam di Filipina. Menteri Kesehatan, Enrique Domingo, mengatakan banyak orang tua menolak anak mereka diberi vaksin polio, cacar air, dan tetanus.
"Program imunisasi kami mengalami kemunduran... orang-orang sekarang takut dengan vaksin," kata Domingo.
Ia menjelaskan, tingkat vaksinasi untuk sejumlah penyakit yang bisa dicegah turun ke tingkat 60% dalam beberapa tahun terakhir. Padahal pemerintah menargetkan tingkat imunisasi 85%. Ia khawatir situasi ini memicu wabah penyakit di Filipina, negara dengan jumlah penduduk 100 juta, yang banyak di antaranya tergolong miskin.
Ketakutan terhadap vaksin disebabkan oleh Dengvaxia, obat yang dikembangkan oleh perusahaan Prancis, Sanofi. Pada kurun 2016 hingga 2017, lebih dari 800.000 anak menerima vaksin Dengvaxia, 14 di antaranya meninggal dunia.
Imunisasi Dengvaxia dihentikan tahun lalu, ketika pemerintah melakukan investigasi untuk mengetahui sebab-sebab meninggalnya anak-anak tersebut. Pada Sabtu (03/02), dokter dan pakar kesehatan di Filipina mengatakan, kajian klinis sudah dilakukan dan hasilnya memperlihatkan 'tidak ada kaitan antara kematian anak-anak itu dengan vaksin Dengvaxia.
Sanofi mengatakan, Dengvaxia diuji coba secara klinis selama lebih dari sepuluh tahun, dan sudah dipakai sebanyak lebih dari satu juta dosis. "Tak ada kematian yang disebabkan oleh vaksin ini," demikian pernyataan Sanofi.
Meski demikian, Sanofi memperingatkan bahwa vaksin bisa membuat demam berdarah lebih parah bagi orang-orang yang belum terkena penyakit ini sebelumnya.
Demam berdarah menyerang lebih dari 400.000 juta orang per tahun di seluruh dunia. Dengvaxia adalah vaksin pertama untuk penyakit ini.
Penyakit yang menular melalui nyamuk ini dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di kalangan anak-anak di beberapa negara Asia dan Amerika Latin, menurut data yang dikumpulkan Organisasi Kesehatan Dunia, WHO.
Baca juga: Kontroversi Vaksin dan Imunisasi di Indonesia