4 Start-up Indonesia yang Meraih Sukses Besar
https://www.naviri.org/2018/02/4-start-up-indonesia-yang-sukses.html
Naviri.Org - Berbagai start-up atau bisnis rintisan mulai tumbuh dan bermunculan di Indonesia, seiring makin lekatnya masyarakat negeri ini dengan teknologi, khususnya ponsel dan internet. Perpaduan ponsel dan internet tampaknya membuka kemungkinan cakrawala yang sangat luas, yang kemudian dieksplorasi dari berbagai bidang, yang salah satunya berbentuk start-up.
Terkait hal itu, Indonesia perlahan mulai menuju ekosistem digital di Asia Tenggara, seiring dengan pertumbuhan bisnis e-commerce yang mencapai rata-rata 17% selama lima tahun terakhir.
Bisnis rintisan yang berbasis teknologi (start-up) di Indonesia pun kini berkembang pesat. Bahkan, beberapa di antaranya termasuk dalam jajaran 'unicorn', yakni start up dengan valuasi di atas US$1 miliar atau sekitar Rp 13 triliun. Pangsa pasar Indonesia yang besar -berdasar jumlah penduduk, di bawah Cina dan India- menjadikan Indonesia sebagai pasar yang menjanjikan di kawasan regional.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, menargetkan pada 2020 nanti, nilai ekonomi digital Indonesia mencapai sekitar US$130 miliar, atau kurang lebih 11% dari produk domestik bruto (PDB).
Termutakhir, perusahaan otomotif PT Astra Internasional Tbk dan Grup Djarum menyuntikkan modal ke penyedia layanan on demand berbasis aplikasi, Go-Jek. Suntikan dana ini menjadikan Go-Jek sebagai unicorn dengan valuasi tertinggi di Indonesia.
Asia Tenggara saat ini memiliki populasi 600 juta orang, sekitar 250 juta di antaranya ada di Indonesia, dengan akses internet yang berkembang masif, demikian halnya penjualan smartphone, membuat kawasan ini memiliki potensi pasar e-commerce yang besar.
Saat ini, Asia Tenggara menjadi rumah dari tujuh unicorn, empat di antaranya berasal dari Indonesia. Singapura saat ini memiliki tiga unicorn: marketplace online Lazada, aplikasi transportasi Grab, dan perusahaan game SEA.
Berikut empat unicorn Indonesia yang bisnisnya tengah moncer.
Go-Jek
Setelah disuntik modal oleh perusahaan teknologi global berbasis digital, Google, perusahaan transportasi online Go-Jek kembali mendapat kucuran dana segar.
Pada Senin (14/02/2018), PT Astra International Tbk mengumumkan penanaman modal di perusaahan yang digawangi oleh Nadiem Makariem tersebut.
Nadiem memandang kemitraan dengan produsen otomotif multinasional ini menjadi awal bagi perusahaan besar lain di Indonesia, untuk berkontribusi dalam membangun ekosistem digital di Indonesia.
Pada hari yang sama, Go-Jek juga menjalin kerja sama dengan PT Global Digital Niaga (GDN) anak usaha perusahaan modal ventura milik Djarum Group.
Secara kolektif, modal tambahan dari gabungan para investor di sesi fundraising terbaru Go-Jek dikabarkan mencapai kisaran US$1,2 miliar, atau sekitar Rp 16 triliun. Tak tanggung-tanggung, valuasi Go-Jek saat ini ditaksir mencapai US$4 miliar atau lebih dari Rp53 triliun, jauh diatas unicorn lain asal Indonesia.
Go-Jek pertama kali dinobatkan sebagai unicorn, setelah mendapatkan pendanaan sekitar US$550 juta, atau sekitar Rp 7,5 triliun, pada Agustus 2016 dari konsorsium delapan investor yang dipimpin oleh Sequoia Capital dan Warburg Pincus LLC, dua perusahaan investasi papan atas asal AS.
Dengan makin banyaknya perusahaan yang menyuntikkan dana, Go-Jek semakin dekat mengejar pesaingnya, Grab, yang bisnisnya lebih luas seantero Asia Tenggara. Valuasi terakhir Grab disebutkan berada di angka US$6 miliar atau senilai Rp80 triliun.
Namun, keduanya masih kalah jauh dengan pesaing mereka asal Amerika Serikat, Uber, yang memiliki valuasi US$68 miliar. Hingga saat ini, Uber masih menjadi unicorn dengan jumlah valuasi tertinggi.
Traveloka
Perusahaan penyedia layanan pariwisata, Traveloka, dinobatkan menjadi 'unicorn' setelah mendapatkan pendanaan dari perusahaan travel asal Amerika Serikat (AS), Expedia, pada pertengahan tahun 2017, senilai US$350 juta atau sekitar Rp 4,6 triliun.
Dengan total pendanaan tersebut, Traveloka kini telah mencapai nilai valuasi lebih dari US$2 miliar atau setara Rp 26,6 triliun.
Traveloka saat ini melayani layanan hotel, penerbangan, kereta api, dan paket pariwisata di enam negara di Asia Tenggara: Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Filipina.
Presiden dan CEO Expedia, Dara Khosrowshahi, menyebut suntikan dana diberikan kepada Traveloka, lantaran perusahaan yang dibentuk tahun 2012 oleh Ferry Unardi dan dua temannya ini merupakan "penyedia layanan pariwisata online terdepan di Indonesia, dan berekspansi sangat agresif di Asia Tenggara".
Ini bukan kali pertama Expedia menyuntikan dana kepada start up di Asia Tenggara. Pada 2011 lalu, perusahaan ini bekerja sama dengan maskapai berbiaya rendah asal Malaysia, Air Asia, untuk membentuk perusahaan patungan (joint venture). Pada 2015, Expedia mengucurkan US$86,3 juta untuk mengambil alih 75% saham maskapai tersebut.
Tokopedia
Tokopedia masuk ke tataran unicorn setelah memperoleh penyertaan investasi senilai US$1,2 miliar (Rp 15 triliun) dari Alibaba pada 17 Agustus 2017.
Selain menyuntikan modal ke Tokopedia, raksasa niaga elektronik Alibaba juga menggelontorkan investasi sebesar US$1 miliar ke perusahaan e-commerce asal Singapura, Lazada, yang menjadikannya termasuk dalam jajaran unicorn.
Aliansi Alibaba-Tokopedia-Lazada dinilai tidak hanya akan mengubah lanskap bisnis ekonomi digital di Indonesia, namun juga mengubah model bisnis marketplace ini.
Data yang dijabarkan dari Crunchbase mengungkapkan bahwa layanan online marketplace tersebut, kini secara keseluruhan telah memperoleh pendanaan senilai US$1,347 miliar.
Bukalapak
Bukalapak bergabung dengan jajaran unicorn asal Indonesia, mulai akhir tahun lalu. Grup media terbesar kedua di Indonesia, Emtek, merupakan salah satu penanam modal di marketplace ini.
Selain itu, dua perusahaan ventura asal AS, 500 Startup dan QueensBridge Venture Partners, juga menanamkan modalnya di Bukalapak dengan angka yang tidak dipublikasikan.
CEO Bukalapak, Achmad Zaky, mengklaim kinerja bisnis yang dirintisnya makin kinclong pada 2017 lalu, dengan pertumbuhan transaksi mencapai 3-4 kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Pengguna aktif bulanan Bukalapak pun menyentuh 35 juta, dengan jumlah pelapak mencapai 2,2 juta. Dengan begitu, sekitar 30% warganet Indonesia mengakses marketplace ini dalam sebulan.
Baca juga: Meramalkan Masa Depan E-Commerce Indonesia