Mengenal Virtual Office atau Kantor Virtual
https://www.naviri.org/2018/01/virtual-office.html?m=0
Naviri.Org - Bayangkan Anda baru merintis usaha, dan ingin mengembangkan usaha rintisan tersebut agar tumbuh menjadi usaha mapan. Upaya menuju ke sana tentu membutuhkan banyak waktu dan juga modal, serta sumber daya manusia yang mencukupi. Terkait waktu, Anda tentu bersedia memberikan waktu untuk usaha yang dirintis. Sumber daya manusia bisa datang dari teman-teman yang bersama membangun usaha tersebut. Namun modal biasanya agak sulit didapat.
Sebagian usaha rintisan memang mendapat suntikan modal dari investor dalam jumlah besar, sehingga dapat menjalankan usaha yang dirintis dengan lebih baik sekaligus lebih cepat. Namun, untuk mendapatkan investor tentu butuh bukti nyata. Salah satu “bukti nyata” tersebut adalah kantor yang bisa digunakan untuk pertemuan resmi. Yang jadi masalah, menyewa kantor membutuhkan biaya besar.
Dari masalah semacam itulah, kemudian muncul terobosan yang disebut virtual office atau kantor virtual, yang memungkinkan siapa pun menyewa kantor secara profesional, namun dengan harga lebih terjangkau.
Virtual office memang memiliki segmen pasar tersendiri, di luar dari perkantoran konvensional. Namun, tak bisa dipungkiri, segmen ini menarik untuk digarap, bahkan belakangan ini, penggunaan kantor virtual tengah menjadi tren, terutama di bisnis rintisan atau startup.
Bagi usaha rintisan, masalah modal dan biaya operasional memang menjadi hal penting, salah satunya soal tempat untuk berkantor. Namun, sayangnya tarif sewa perkantoran di pusat-pusat bisnis Jakarta apalagi grade A di CBD sudah terlampau tinggi, tentu tidak cocok bagi startup yang baru berkembang. Hanya startup yang mendapatkan suntikan dana dari pemodal besar saja, yang bisa menyewa kantor di lokasi strategis.
Sebagai contoh, ruang sewa kantor Indofood Tower yang berlokasi di Jl. Jend. Sudirman Kav. 76-78, Jakarta Selatan. Dengan luas 10-150 meter persegi, tarif sewa kantor sekitar Rp8,5 juta-Rp28 juta per bulan. Ada lagi, ruang kantor Prosperity Tower yang berlokasi di District 8, Lot 28, Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta Selatan, dengan luas 137 meter persegi, tarif sewa dipatok Rp47,95 juta atau Rp350.000 per meter persegi.
Tarif sewa tersebut jauh lebih mahal ketimbang tarif yang ditawarkan oleh kantor virtual. Misalnya, kantor virtual yang dikelola EV Hive. Berlokasi di Gedung Equity SCBD, Jakarta Selatan, EV Hive mematok tarif Rp6 juta per tahun. Selain EV Hive, ada lagi Centerflix. Operator kantor virtual ini memiliki kantor di kawasan Central Business District (CBD) Jakarta Pusat, dengan Rp5,28 juta per tahun, usaha rintisan sudah bisa memiliki kantor virtual baru.
Kehadiran kantor virtual memang dimaksudkan untuk menekan biaya sewa kantor. Biasanya, kantor virtual hanya memiliki operator yang bertugas menerima dan mengirimkan kembali surat kepada penyewa. Namun ada juga kantor virtual yang memiliki ruang rapat. Sebagai perusahaan startup, kepemilikan kantor terutama yang berlokasi di pusat-pusat bisnis memang sangat menguntungkan, di antaranya adalah dapat meningkatkan citra dan branding perusahaan. Cocok bagi startup yang ingin cepat mengenalkan produknya.
Apakah keberadaan kantor virtual akan menggerus segmen pasar kantor konvensional?
Head of Market PT Jones Lang LaSalle Indonesia, Angela Wibawa, menilai penggunaan ruang kantor saat ini memang terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Selain kantor virtual, ada juga yang namanya co-working. Saat ini, kontribusi penggunaan kantor untuk virtual office atau co-working terbilang masih kecil. Dari total kapasitas yang tersedia di Jakarta sebanyak 5,7 juta meter persegi, virtual office hanya menyumbang kurang dari 1 persen.
Menurutnya, kantor konvensional masih akan dibutuhkan ke depannya. Pasalnya, penggunaan kantor virtual hanya bersifat sementara. Perusahaan startup yang telah berkembang biasanya akan membutuhkan kantor secara fisik.
“Saya kira dalam waktu dekat ini, kehadiran virtual office tidak akan menggerus okupansi perkantoran di Jakarta. Mereka memiliki segmen pasar tersendiri, biasanya yang dibidik startup-startup baru,” tutur Angela.
Perhimpunan Pengusaha Jasa Kantor Bersama Indonesia (Perjakbi) menyebutkan 50.000 pelaku usaha di Jakarta sudah menggunakan jasa kantor virtual. Dengan perkembangan saat ini, jumlah pengguna kantor virtual masih akan terus bertambah.
Dari sisi regulasi, penggunaan kantor virtual untuk dapat mempunyai alamat perseroan tidak menyalahi hukum. Sesuai pasal 5 UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa perseroan harus mempunyai nama dan tempat kedudukan.
Selain itu, perseroan juga wajib mempunyai alamat yang sesuai dengan tempat kedudukannya tersebut untuk kepentingan surat menyurat. Selain itu, dengan adanya alamat, perseroan dapat mudah dihubungi. Namun, apabila perseroan tersebut menerbitkan faktur pajak atau sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), di mana memiliki omzet Rp4,8 miliar per tahun atau lebih, maka penggunaan kantor virtual tidak dibolehkan karena petugas Ditjen Pajak akan melakukan survei ke kantor bersangkutan.
Hal itu sesuai dengan Pasal 39 ayat (1) UU No. 28/2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, disebutkan bahwa tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Dirjen Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.
Kantor virtual memang menjadi solusi, setidaknya bagi usaha rintisan yang baru memulai bisnis. Di sisi lain, bagi pengelola perkantoran konvensional, mencari tambahan dari penyewaan kantor virtual bisa jadi sebuah pilihan.
Baca juga: Memahami Aturan Pajak untuk Barang-barang Digital