Mengapa Tiket Konser Musik yang Mahal Bisa Laris?
https://www.naviri.org/2018/01/tiket-konser-musik.html
Naviri.Org - Banyak orang Indonesia yang menyukai konser musik, meski untuk itu harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Di Jakarta, misalnya, sudah berkali-kali digelar acara konser musik yang mendatangkan artis-artis terkenal dari mancanegara. Untuk dapat menikmati konser itu, pengunjung harus membeli tiket yang harganya mahal. Tidak lagi puluhan atau ratusan ribu, tapi sudah sampai jutaan.
Pertanyaannya, mengapa harga tiket konser musik yang mahal itu selalu laris manis?
Harga tiket konser Celine Dion bisa dijadikan contoh dalam hal ini. Ketika tiket konser Celine Dion dibuka secara online, tidak sedikit warganet heran dan kaget mengapa bisa tiket konser tersebut begitu mahal. Tiket termurah, yaitu Green, berharga Rp1,5 juta dan Bronze berharga Rp2,75 juta. Tiket kelas menengah masuk dalam Ruby, berharga Rp6,5 juta dan Gold Rp4,75 juta.
Tiket kelas atas adalah Saaphire dan Emerald, dengan harga Rp10 juta dan Rp12,5 juta. Sementara beredar kabar di media online bahwa tiket Diamond, yang harus melalui reservasi terlebih dahulu, berharga Rp25 juta.
Semua harga itu belum dihitung pajak tiket seharga 15 persen dan administrasi Rp25 ribu. Tentu saja harga tiket ini belum masuk dalam percaloan. Jika tiketnya sudah habis, orang akan mencarinya melalui jasa calo. Harganya tentu akan jauh lebih mahal. Meskipun mahal, penjualan tiket itu ternyata laris manis.
Harga tiket kelas Diamond tersebut bukan hanya tertinggi di Asia Tenggara, melainkan juga dunia. Harga tiket tertinggi Celine Dion di Las Vegas Amerika Serikat, seperti bisa kita telusuri di www.vividseats.com, mencapai 1.180 dolar Amerika. Sementara harga terendah konser tersebut adalah 102 dolar Amerika.
Di Manila, dengan merujuk situs smtickets.com, tiket konser Celine Dion dihargai paling rendah 2.640 peso (sekitar 52 dolar Amerika). Sedangkan harga tiket tertinggi di konser tersebut 35,380 peso (sekitar 697 dolar Amerika).
Ongkos produksi yang besar dan tempat duduk yang terbatas di tempat konser, menurut promotornya, membuat harga tiket konser Celine Dion tinggi di Indonesia. Jika dilihat tahun-tahun sebelumnya, sebenarnya harga tiket konser musik musisi dan artis papan atas internasional di Indonesia memang sudah mencetak rekor sendiri.
Konser Andrea Bocelli pada 15 Mei 2011 dan konser David Foster pada 2010, misal. Di kedua konser itu ada tiket yang berharga Rp25 juta.
Meskipun harga tiketnya sangat tinggi, animo orang Indonesia untuk menonton konser musik tetap tinggi. Dengan maksud menyindir, pada saat menyanyi dalam konsernya di Jakarta tahun 2010, secara bercanda David Foster menyapa penonton yang berada di bagian depan, "Hello, Rich People."
Dengan harga tinggi tersebut, penjualan tiket konser Celine Dion, dan konsep musisi internasional lainnya, yang laris manis di Indonesia akan memunculkan sejumlah pertanyaan. Apalagi dengan asumsi bahwa perekonomian Indonesia sedang melemah.
Banyak pengamat perekonomian melihat bahwa perekonomian kita melambat. Hal ini tercermin dari daya beli masyarakat yang menurun. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 tumbuh 4,95 persen, lebih lambat dibandingkan triwulan II 2016 yang tumbuh 5,02 persen.
Pelambatan pertumbuhan konsumsi tersebut terjadi pada semua komponen, dengan penurunan yang cukup signifikan terjadi pada komponen non makanan dan minuman. Pertumbuhan konsumsi makanan dan minuman melambat dari 5,26 persen pada triwulan II 2016 menjadi 5,24 persen pada triwulan II 2017, sementara komponen non makanan dan minuman turun dari 4,96 persen menjadi 4,77 persen.
Dengan membandingkan dua data di atas, jika daya beli kita menurun, mengapa konser musik dengan harga fantastis itu laris manis?
Pihak promotor sudah membaca pasar Indonesia dengan cukup baik. Meskipun tiket jenis Diamond plus pajak 15 persen berharga tinggi, tetap saja tiket konser tersebut laris terjual.
Penting untuk melihat dua kategori analisis untuk menjelaskan hal itu.
Pertama, politik ekonomi. Dalam konteks ini hasil laporan dari Bank Dunia pada tahun 2015 bisa menjadi rujukan, di mana 10 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 77 % kekayaan nasional. Lebih jauh, dari jumlah tersebut, 3,8 persen kekayaan yang dimilikinya itu diperoleh karena kedekatannya dengan penguasa.
Kelompok inilah, yang dalam istilah bahasa Inggris disebut Live Beyond Our Minds (orang-orang yang hidupnya melampaui dari apa yang kita pikirkan), yang mampu membeli tiket dengan harga sangat mahal.
Kedua, tumbuhnya kelas menengah. Pada tahun 2017, Country Director Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chaves, menjelaskan bahwa sebanyak 52 juta orang Indonesia telah masuk dalam kelas menengah. Kelas menengah ini memberikan kontribusi sebesar 43 persen dari keseluruhan total konsumsi rumah tangga.
Dengan melihat harga tiket yang ditawarkan oleh pihak promotor, dua kelas itulah yang disasar oleh pihak penyelenggara.
Bagi kelas menengah, selain tersedia tiket di bawah jenis Diamond, jurang psikologis yang muncul berkat harga tiket yang tinggi tersebut dapat teratasi dengan kepemilikan dan penggunaan kartu kredit. Bank yang mensponsori konser ini memberikan sejumlah insentif bagi pembeli tiket yang menggunakan kartu kredit. Penawaran cicilan tanpa bunga yang bisa dibayarkan selama 3 bulan, misal, tampak tidak terlalu memberatkan kelas menengah.
Kondisi ini diperkuat dengan adanya irisan yang saling menguatkan alasan orang untuk menonton konser Celine Dion: kebanggaan, momentum sejarah -karena di tengah usianya yang tidak lagi muda, Celine Dion belum tentu akan membuat konser kembali di Indonesia, sosok Celine Dion sendiri sebagai penyanyi asal Kanada papan atas.
Dalam hal tersebut, juga harus diakui, tekanan internal dari kelompok sebaya yang menjadi lingkungan bergaul kelas menengah itu merupakan faktor yang tidak boleh dikesampingkan.
Baca juga: Para Selebriti yang Mengundurkan Diri dari Medsos