Mengenal OneCoin, Mata Uang Virtual dari Cina
https://www.naviri.org/2018/01/onecoin.html
Naviri.Org - Cina memang bisa melakukan apa saja, dan kenyataan itu telah dibuktikan dalam banyak hal. Di internet, mereka berani memblokir mesin pencari terkenal semacam Google, dan menggantinya dengan mesin pencari buatan mereka sendiri, yaitu Baidu. Cina juga memblokir Facebook, media sosial terbesar di internet, dan menggantinya dengan media sosial buatan mereka sendiri.
Belakangan, Cina sekali lagi menunjukkan kemampuan mereka dalam “melakukan apa saja”. Kali ini, yang mereka lakukan adalah menciptakan mata uang virtual sendiri, untuk menyaingi—atau bahkan mungkin untuk mengalahkan—Bitcoin, mata uang virtual yang lebih dulu populer di dunia. Mata uang virtual ala Cina disebut OneCoin. Upaya Cina pun bisa ditebak. Mereka menyingkirkan Bitcoin dan mata uang virtual lainnya di Cina, dan membiarkan OneCoin tumbuh.
September 2017, Bank Sentral Cina mengumumkan pelarangan perdagangan uang kripto. Ia dianggap sebagai “praktik penggalangan dana ilegal”. Hampir persis sama seperti di Indonesia, yang konstitusinya tidak mengizinkan uang kripto sebagai alat pembayaran, tapi keberadaannya tidak dilarang.
Namun, tetap saja, keputusan bank sentral Cina itu berdampak pada performa Bitcoin dan Etherum—dua uang kripto paling banyak penggunaannya di Cina—yang harganya langsung merosot.
Di saat yang sama, harga OneCoin—uang kripto ciptaan perusahaan teknologi Xunlei—justru terus meroket. Sejak diluncurkan pertengahan Oktober 2017, seperti dilansir Quartz, harga OneCoin melonjak hingga 80 kali hanya dalam dua bulan pertamanya. Meski penggunaannya masih terbatas untuk produk-produk Xunlei saja, OneCoin tetap berhasil membawa saham Xunlei jadi performa paling baik di Nasdaq sepanjang 2017 kemarin.
Pada dasarnya, OneCoin atau biasa disebut Wankebi, adalah uang kripto hasil teknologi Blockchain yang diproduksi oleh Xunlei. Pada Agustus tahun lalu, perusahaan pengunduh torrent itu mengumumkan akan menjadi perusahaan Blockchain yang kemudian meluncurkan OneCloud—teknologi awan yang dijual reguler untuk masyarakat Cina.
Awalnya, OneCoin adalah hadiah cuma-cuma yang diberikan pada para pembeli OneCloud. Bisa digunakan untuk membeli layanan tambahan yang disediakan Xunlei—misalnya, penyimpanan ekstra untuk OneCloud atau kecepatan tambahan untuk piranti pengunduh torrent.
Pasar Cina yang besar, dengan jumlah penduduknya yang masih terbesar sedunia, membuat perkembangan penjualan OneCloud dari Xunlei terus meningkat. Membuat jumlah OneCoin juga terus meningkat. Catatan Quartz, ada sekira 1,6 juta OneCoin yang diperebutkan tiap 24 jam.
Satu OneCloud kabarnya dijual lima kali lipat dari harga aslinya, menjadi sekitar 2.000 Yuan per unit. Sementara ada sekitar lebih dari 24 juta orang yang sudah memesan perangkat itu di situs Xunlei.
Masih kontroversi
Meski didesain serupa Bitcoin, Xunlei tidak mempublikasikan kode OneCoin sebagaimana Bitcoin ataupun Etherum yang sumbernya transparan bagi siapa saja.
OneCoin dijalankan dengan teknologi Blockchain yang private. Hal ini membuat penggemar uang kripto bertanya-tanya tentang nasib OneCoin ke depannya. Kenaikan harganya yang juga terjadi dalam waktu singkat, adalah faktor lain yang juga mengundang sikap kritis dari para pengamat.
Mengapa Bitcoin dan uang kripto lainnya dilarang di Cina, tapi di saat bersamaan OneCoin justru hadir menggantikannya?
“Wankebi adalah jenis aset digital, dan bisanya digunakan untuk properti perusahaan internet (kami), dan tidak bisa diperdagangkan dalam bentuk platform transaksi lain,” jelas Xunlei, menegaskan posisinya dalam pernyataan yang dibuat di situs mereka. “Distribusi OneCoin terbatas pada insentif penambangan, biaya operasional, dan insentif untuk para pendiri, bukan ICO.”
ICO adalah singkatan initial coin offerings (ICO), istilah yang digunakan untuk menjelaskan mekanisme sebuah perusahaan meluncurkan token koin kripto di pasar. Agar bisa digunakan lebih banyak lagi pembeli. Semacam istilah initial public offering (IPO) di dunia pasar saham.
Namun, tidak begitu bagi Yang Dong, ahli hukum dari Renmin Law School yang juga pengamat uang kripto. Menurutnya, koin digital dari perusahaan teknologi itu masih bisa diperdagangkan di pasar sekunder.
“Meskipun Xunlei telah berulang kali mengatakan bahwa OneCoin tidak ada hubungannya dengan ICO, dan bahwa mereka tidak melakukan perdagangan di platform perdagangan (apa pun), kenyataannya (jika) OneCoin dapat ditransfer antar-akun pengguna, tidak dapat dimungkiri bahwa platform pihak ketiga menyediakan layanan perdagangan OneCoin,” kata Yang Dong pada Reuters.
Dong juga mengatakan, OneCoin sangat berpotensi untuk berbenturan dengan aturan Bank Sentral tentang pelarangan token uang kripto.
Namun, Xunlei tetap punya perspektif lain. OneCoin tidak dikeluarkan oleh otoritas moneter, sehingga tidak menunjukkan atribut moneter. Membuatnya tidak punya status hukum yang setara dengan uang, sehingga tidak dapat dan tidak boleh diedarkan sebagai mata uang penggunaan pasar.
Analisis itu serupa dengan pendapat David Yermack, Profesor di New York University Stern School of Business. “(Dalam) regulasi ini di Cina, saya menyimpulkan bahwa tidak ada kejelasan tentang apa yang boleh dan tidak boleh diizinkan,” katanya pada Reuters.
“Ketika Cina melarang initial coin offerings pada September, mereka memang mencantumkan ‘aktivitas ilegal’ tapi tidak menjabarkan aktivitas-aktivitas apa yang dimaksud,” tambah Yermack.
OneCoin, bagaimana pun, bagian dari mata uang kripto yang punya risiko. Apapun bentuknya, uang kripto akan bermunculan dalam bentuk lain, OneCoin hanya salah satu contohnya.
Baca juga: Kontroversi Bitcoin di Beberapa Negara