Ada Uang Miliaran Dolar di Balik Data Internet

Ada Uang Miliaran Dolar di Balik Data Internet

Naviri.Org - Internet, bisa jadi, merupakan penemuan terpenting di dunia teknologi, yang kini melakukan revolusi dalam kehidupan manusia. Dengan adanya internet, ada banyak sekali hal yang berubah. Dari tumbangnya bisnis-bisnis yang semula eksis (seperti koran dan media cetak) sampai tumbuhnya bisnis-bisnis baru berbasis dunia maya (seperti toko online dan marketplace).

Internet, secara sederhana, adalah penggabungan komputer di seluruh dunia untuk melakukan koneksi dan interaksi. Dengan komputer di rumah, kita bisa pergi ke mana pun, melalui sambungan internet. Di dalam internet, kita bisa melakukan banyak hal, dari membaca berita di situs atau portal, sampai aktif di media sosial. Dalam hal itu, kita melakukan pertukaran data, sekaligus meninggalkan jejak digital.

Menjelang akhir dekade 2000-an, bersamaan kemunculan ponsel pintar Apple iPhone, internet berkembang menjadi aplikasi-aplikasi dengan beragam fungsi. Sampai di situ, dunia konvensional terdisrupsi oleh perkembangan internet dengan segala datanya.

Hari ini, data sebagai informasi yang diproses atau disimpan oleh komputer dan dipertukarkan melalui internet, bisa dikatakan kunci utama dari kondisi demikian.

Mengutip tulisan Jovan Kurbalija, Founding Director DIPLO, suatu organisasi nirlaba tata kelola global, menurutnya data digunakan dalam dua pendekatan oleh perusahaan berbasis internet. Data bisa sebagai “mata uang” yang dipertukarkan dengan berbagai layanan berbasis internet. Serta data sebagai “bahan bakar” utama konsep big data yang kemudian menjadi penggerak mesin teknologi kecerdasan buatan.

Data sebagai “mata uang” mewujud dalam layanan-layanan gratis yang diberikan perusahaan berbasis internet. Google maupun Facebook adalah contohnya. Kedua perusahaan, menyediakan layanan kepada pengguna agar dapat memanfaatkan layanan seperti pencarian, peta digital, media sosial, secara gratis.

Pengguna hanya perlu membarter dengan informasi pribadi, yang diberikan secara sadar seperti nama, usia, hingga jenis kelamin, dan juga yang diberikan secara tak sadar seperti kebiasaan web yang dikunjungi hingga jejak peta digital, hingga kecenderungan seseorang terhadap minat informasi tertentu.

Data sebagai “bahan bakar” pada konsep big data mewujud ke dalam berbagai perangkat cerdas yang menyematkan beragam sensor di dalamnya. Memanfaatkan internet, data-data yang dikumpulkan sensor itu menggunung hingga mampu digunakan untuk melakukan analisis mendalam perilaku seseorang.

Sayangnya, penggunaan data itu seringkali melanggar privasi para pemiliknya. Data diperjualbelikan untuk menghasilkan target sebuah pemasaran yang kini marak di internet.

Kurbalija menyatakan, pada 2018 urusan data kemungkinan akan terjadi perubahan. Ia merupakan satu di antara 10 perubahan yang terjadi di dunia internet. Selain data, ada pula perubahan soal cybersecurity, perdagangan digital, peraturan digital, kecerdasan buatan, mata uang kripto, berita palsu, net neutrality, enkripsi, hingga identitas online.

The General Data Protection Regulation (GDPR), suatu produk hukum dari parlemen Uni Eropa tentang proteksi data, yang menjadi akar perubahan itu. Produk hukum yang diperkirakan akan meluncur pada Mei 2018 itu akan mengatur secara tegas pengumpulan, pembagian, hingga penggunaan data oleh perusahaan-perusahaan berbasis internet. Bagi warga Uni Eropa, bila melanggar aturan, perusahaan akan didenda senilai €20 juta.

GDPR akan memberikan dua dampak signifikan. Pertama soal batasan yuridiksi. Memahami bahwa internet tak memiliki batas geografis yang jelas, GDPR akan memaksa perusahaan yang beroperasi di manapun untuk patuh mengelola data, terutama milik warga Uni Eropa, sesuai aturan mereka. Kedua, karena Uni Eropa merupakan entitas besar dan kuat, potensi aturan GDPR akan diikuti oleh negara lain.

GDPR, secara sederhana, akan menyeret data ke dalam kubangan politik digital. Antara pemerintah, yang diwakili Uni Eropa, dengan perusahaan-perusahaan berbasis internet, yang selama ini memperoleh keuntungan atas data pengguna yang dikumpulkan oleh mereka.

Data merupakan barang berharga di era digital. Data, sebut The Economist, merupakan entitas "pengganti oli". Data mampu menciptakan keuntungan. Facebook adalah contoh perusahaan yang hidup dari data pengguna. Pengguna Facebook tak dibebani biaya apapun untuk menggunakan platform media sosial itu.

Padahal, Facebook harus mengongkosi layanannya agar berfungsi. Uang senilai $2,3 merupakan ongkos yang mesti dikeluarkan Facebook per pengguna untuk tetap mempertahankan media sosialnya bekerja. Namun, dari uang senilai itu, uang sebesar $4,83 per pengguna diterima Facebook sebagai keuntungan. Artinya, perusahaan yang didirikan Mark Zuckerberg memperoleh pendapatan bersih senilai $2,5 dari satu orang pengguna Facebook.

Keuntungan yang diraih Facebook, tak lain didukung penuh oleh data penggunanya. Mulai dari foto, status, hingga kebiasaan pengguna bermain Facebook, dijadikan basis perusahaan itu menghadirkan target pemasaran. Melalui aturan GDPR, gaya bermain Facebook seperti ini kemungkinan akan berubah.

Dalam aturan GDPR disebutkan bahwa data yang dipertukarkan untuk memperoleh layanan gratis dari perusahaan internet harus terbebas dari embel-embel tersembunyi. Kemudian, perusahaan hanya boleh mengumpulkan data jika digunakan untuk meningkatkan performa layanan yang digunakan pengguna secara sadar. Bukan untuk dikembangkan pada layanan lain yang dimiliki perusahaan.

Ini artinya, pendekatan data sebagai “mata uang” dan “bahan bakar” yang selama ini dilakukan perusahaan harus berubah.

Data jadi sesuatu yang sangat bernilai di era digital tak terbantahkan. Setidaknya Facebook telah membuktikannya. Mengubah data pengguna menjadi sumber uang mereka, tanpa sepeser pun meminta biaya pada pengguna.


Related

Internet 9183065031875377971

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item