Studi: Menulis Catatan Lebih Baik, Daripada Mengetik di Laptop
https://www.naviri.org/2018/01/menulis-catatan.html
Naviri.Org - Laptop telah menjadi barang kebutuhan sehari-hari, khususnya bagi para mahasiswa. Jika di masa lalu para mahasiswa biasa menulis catatan kuliah di kertas menggunakan bolpoin, kini para mahasiswa lebih mengandalkan laptop untuk mengetik ceramah dosen di kelas.
Kenyataannya, mengetik kuliah di laptop memang terasa lebih praktis. Selain cepat, hasil ketikan itu bisa disimpan secara aman di harddisk maupun penyimpanan cloud macam Google Drive. Bandingkan dengan mencatat di buku tulis. Selain perlu waktu lama, buku juga bisa tertinggal, robek, ketlingsut, bahkan hilang.
Guru dan dosen kini juga kerap memberi tugas yang harus diketik, bahkan sebagian harus dikumpulkan lewat e-mail. Jika membuat catatan kuliah di laptop, tentu akan lebih mudah mengerjakan dan mengumpulkan tugas-tugas dalam bentuk digital itu. Soal harga, bagi pelajar dan mahasiswa kelas menengah, laptop pun kian terjangkau. Terutama kategori low-end.
Jika melihat hal-hal di atas, tampaknya tak ada alasan untuk tak mencatat kuliah dosen dengan laptop. Tapi, riset baru-baru ini menyarankan hal lain. Jika kamu ingin lebih pintar, lupakanlah kebiasaan membuat catatan dengan laptop.
Sebelumnya memang ada studi yang menyebutkan bahwa kebiasaan mencatat dengan laptop akan membuat konsentrasi terpecah karena banyak distraksi. Selagi kebosanan mendengar ceramah dosen, dibukalah search engine dan dikliklah laman-laman Twitter, Facebook, Reddit, atau apapun.
Tapi, kalaupun kamu benar-benar hanya menggunakan laptop di kelas untuk menyalin ceramah dosen, ternyata menulis catatan tetap membuahkan hasil terbaik.
Pam A. Mueller dari Princeton University dan Daniel M. Oppenheimer dari University of California, membuat studi yang membandingkan hasil belajar antara catatan yang dibuat dengan ditulis tangan dengan catatan yang dibuat di laptop tanpa mahasiswa membuka aplikasi lain.
Menurut Mueller pada NPR.org, orang yang mengetik cenderung membuat catatan verbatim dan menulis semua isi kuliah sebanyak yang mereka bisa. Sebaliknya, “dalam studi kami, mahasiswa-mahasiswa yang ditugaskan menulis catatan dipaksa untuk lebih selektif—sebab kamu tak bisa menulis secepat kamu mengetik. Dan pemrosesan bahan kuliah dalam waktu yang lebih lama itulah justru menguntungkan mereka.”
Mengapa bisa menguntungkan? Ada dua hipotesis yang diajukan kedua peneliti.
Pertama: hipotesis terkait proses pengkodean atau encoding hypothesis. Saat seseorang mencatat, proses-proses yang terjadi memungkinkan peningkatan pembelajaran dan proses mengingat materi kuliah.
Kemungkinan yang kedua: hipotesis terkait tempat penyimpanan (bahan kuliah) eksternal atau external-storage hypothesis. Ini yang terjadi saat kamu belajar dengan melihat kembali catatanmu, atau catatan milik teman-temanmu.
Karena orang rata-rata mengetik lebih cepat ketimbang mencatat, memakai laptop memungkinkan seorang mahasiswa mengetik semua yang didengarnya. Berarti, keuntungan mencatat dengan laptop adalah mahasiswa bisa melihat dan membaca kembali catatan yang lebih lengkap. Apakah keuntungan itu lebih berguna dibanding keuntungan menulis catatan yang memungkinkan mahasiswa memproses informasi dengan lebih baik tapi catatannya lebih minim?
Studi Mueller dan Oppenheimer menjawab pertanyaan itu.
Mereka mengumpulkan mahasiswa dan menunjukkan ceramah-ceramah TED tentang berbagai topik. Hasilnya, mereka memang menemukan bahwa mahasiswa yang mengetik perkuliahan di laptop punya catatan lebih banyak dibanding yang mencatat pada buku tulis. Tapi, mana yang mengingat informasi lebih baik? Tergantung tipe pertanyaannya.
Jika pertanyaannya terbatas pertanyaan hafalan faktual macam tanggal ini-itu, keduanya sama-sama bisa menjawab dengan baik. Tapi untuk pertanyaan-pertanyaan aplikasi-konseptual seperti “Bagaimana Jepang dan Swedia mempunyai pendekatan berbeda untuk menegakkan kesetaraan dalam masyarakatnya?”, pencatat dengan medium laptop menjawab dengan buruk.
Ketika mahasiswa-mahasiswa yang menggunakan laptop diminta supaya tidak mengetik segalanya dalam format verbatim, mereka tetap melakukannya. Mereka tetap mengetik segala ucapan dosen selengkap-lengkapnya.
“Mereka tak mampu mengatasi dorongan itu,” kata Mueller. Dan, semakin mereka menyalin semua kicauan dosen, hasil ujian mereka semakin buruk.
Bagaimana jika mereka diberi waktu untuk memeriksa catatannya sebelum diuji, dengan dasar pikiran bahwa yang mengetik di laptop punya catatan lebih lengkap dan akan punya bahan belajar lebih banyak? Hasilnya sama saja.
Betul, mereka punya catatan yang lengkap. Tapi itu tak menolong mereka belajar lebih baik dan mendapatkan nilai ujian lebih baik, daripada yang mencatat di buku tulisnya.
Artinya, dalam hal penyimpanan materi pelajaran maupun proses belajar dan mengingat, menulis catatan punya hasil yang lebih baik. Kemungkinan, menurut kedua peneliti, catatan tangan lebih melibatkan proses yang lebih melibatkan si subjek, dibanding proses dalam pengetikan dengan laptop. Memilih isi kuliah yang penting saat menulis catatan juga memungkinkan pencatat mereka mempelajari konten dengan lebih efisien.
Kesimpulannya, Mueller dan Oppenheimer menulis, “Penggunaan laptop di ruang kelas harus dilihat dengan dosis cukup; meskipun popularitasnya meningkat, laptop bisa jadi malah lebih banyak berefek buruk dibanding kelebihan-kelebihannya, di dalam ruang kelas.”
Tapi, penting juga memperhatikan hal satu ini: bagaimanapun kini siswa dan mahasiswa lebih banyak memilih cara belajar sesuai zamannya, zaman digital. Adanya aplikasi-aplikasi mencatat pada layar digital seperti Livescribe dan semakin bagusnya kualitas pena stylus, menurut Mueller, akan bisa menolong generasi ini belajar lebih baik. Sebab, "sulit membuat orang-orang kembali ke pulpen dan kertas," katanya.
Baca juga: Kecerdasan Buatan dan Ancaman yang Ditimbulkannya