Kisah Cinta Brama Kumbara Dalam Saur Sepuh
https://www.naviri.org/2018/01/kisah-cinta-brama-kumbara.html
Naviri.Org - Dalam kisah Saur Sepuh, Utari adalah cinta pertama Brama. Ia seorang gadis pendekar yang bertemu dengan Brama sewaktu bersama-sama memberantas kelelawar siluman di Desa Halimun. Mereka akhirnya bersama-sama dalam pergerakan ‘nasionalis’ Madangkara. Sayang, kemudian dia tewas dalam salah satu pertempuran… Utari ini adalah puteri dari Panglima Bernawa, salah satu panglima perang kerajaan Madangkara sebelum dijajah oleh Guntala.
Lama kemudian, barulah Brama menemukan cintanya kembali pada diri Harnum, gadis bangsawan dari kerajaan Niskala, yang juga seorang pendekar dan petualang.
Di saat bersamaan, Brama juga bertemu dengan seorang janda bangsawan dari Sadeng bernama Pramitha yang mempunya anak laki-laki kecil bernama Bentar. Ia pernah diselamatkan oleh Brama dalam sebuah peristiwa dan selanjutnya ikut dengan Brama dalam pengembaraannya bersama Harnum sebagai pendekar.
Selain Bentar, Pramitha juga punya anak perempuan yang usianya lebih tua dari Bentar. Ia bernama Garnis. Tapi dalam peristiwa penyerbuan Majapahit yang dipimpin oleh patih Gajah Mada kekerajaan Sadeng itu, Garnis terpisah dari ibunya. Kelak, setelah Brama diceritakan undur diri dari jabatannya selaku raja dan mangkat, Garnis akan datang ke madangkara bersama tunangannya yang bernama Arya Widura guna menjumpai Pramitha dan Bentar.
Kisah berlanjut dengan jatuh hatinya Pramitha pada Brama sebagaimana juga Harnum mencintai Brama. Karena persahabatan yang erat dan mengetahui bahwa sahabatnya juga mencintai orang yang dicintainya, maka ketika Pramitha dilamar oleh Brama, Pramithalah yang mensyaratkan untuk juga menikahi Harnum. Jadilah Brama beristeri dua, dan keduanya diangkat menjadi Permaisuri sampai Brama diceritakan wafat. Ia tidak pernah punya selir.
Selain Utari, Harnum, dan Pramitha, ada wanita lain sebenarnya yang pernah mengisi hati Brama. Namanya adalah Doria, gadis cantik berjiwa petualang. Dari Doria inilah Brama menerima Sepasang Gelang Marmer Putih yang selalu melekat di tangan Brama dan menjadi salah satu senjata pusaka Madangkara.
Kisah cinta Mantili, Gotawa, Samba, Widati
Mantili pada mulanya menjadi kekasih Raden Samba, seorang bangsawan dari Kerajaan Sanggam. Mereka berdua bersama hendak merintis pengembangan Padepokan Gunung Wangsit yang didirikan oleh Mantili. Mereka memang saling mencintai, tapi juga sering bertengkar karena dua-duanya sama-sama muda dan keras.
Raden Samba memiliki ilmu yang aneh yang bernama Rongrong, ia bisa menembus tanah. Pada suatu ketika, Raden Samba dan Mantili berkenalan dengan seorang janda muda dan kaya bernama Widati, yang dulu merupakan isteri Juragan Anom. Sebuah perjumpaan biasa, bermula dari menolong roda pedati yang terperosok, sampai kemudian mengadakan perjalanan bersama. Sebagai catatan, Widati digambarkan sebagai seorang perempuan yang muda dan cantik, semacam janda kembang.
Ketika Mantili dan Samba bersama dua punakawannya Merid dan Bongkeng yang diikuti oleh Widati mengejar Miranti si Kelabang Hitam ke sebuah pulau terpencil, perahu yang mereka tumpangi telah di lubangi oleh penjualnya yang ternyata ulah dari anak buah miranti.
Di tengah gelombang tinggi dan angin kencang, perahu Mantili terbalik dan para penumpangnya berenang menyelamatkan diri. Mantili terdampar di pantai sendirian, sedangkan di lain tempat, merid harus menarik bongkeng yang pingsan ke tempat kering. Sementara itu, Raden samba dan Widati terseret ombak hingga terdampar di sebuah gua di pinggir pantai.
Entah siapa mulai menggoda atau memang saling menggoda dan juga saling tergoda, dalam keadaan terdampar itu, terjadilah ‘perselingkuhan’ antara Raden Samba dan Widati. Ketika mengetahui hal itu, tentu saja Mantili murka… untunglah Brama berhasil meredam suasana sehingga tidak terjadi pertumpahan darah. Akhirnya, Raden Samba pun menikah dengan Widati. Mereka kemudian tinggal di Kadipaten Gunalaga. Setelah berjalan sekian lama, hubungan antara Raden Samba dan Mantili serta Brama sendiri tetap bersahabat baik.
Ketika Mantili dalam situasi ‘galau’ itu, orang yang sering hadir menemani adalah Gotawa, seorang pejuang nasionalis Madangkara yang sebenarnya juga sudah lama bersama Brama dalam perjuangan menegakkan kembali Madangkara. Kebersamaan itu pun lama-lama menumbuhkan cinta, bukan cinta yang romantis memang… tapi perjumpaan pribadi yang cocok: Gotawa sangat mengagumi Mantili yang cantik dan perkasa itu, tetapi juga sangat menghormatinya, dan sebagai orang yang memang lebih tua ia mau mengalah dan bisa ‘ngemong’ watak Mantili yang keras dan meledak-ledak.
Mantili merasa menemukan sosok orang yang tenang dan dewasa, mampu mengimbangi sifat-sifatnya, dan sungguh memenuhi kriteria sebagai pria yang baik seperti sosok kakaknya, Brama Kumbara.
Brama yang memergoki kekariban mereka dan tahu betul bahwa hanya orang seperti Gotawa yang dapat mengimbangi sifat-sifat Mantili adiknya, tentu saja mendukung dan mendorong pula perjodohan mereka. Akhirnya mereka pun menikah, dari perkawinannya lahirlah Pangeran Paksi Jaladara atau Raden Paksi Jaladara.
Kisah persahabatan antara Mantili sebagai istri dari patih Gotawa dengan Raden Samba, mantan kekasih lamanya akan berlanjut ketika Raden Samba atas izin dari istrinya, Widati, membantu Mantili menemukan kembali Pedang Setannya yang hilang dicuri setelah penyerbuan Wirya Kumandra yang mengakibatkan Gotawa terluka dan Dewa Maut yang berhasil mencuri pedang itu.
Di antara keduanya tidak pernah terlibat perselingkuhan apapun, hubungan mereka setelah keduanya berkeluarga adalah murni persahabatan. Raden Samba juga dalam proses pencarian pedang setan ini pernah menyelamatkan Mantili yang hampir tewas dihajar oleh Lugina dengan ajian Waringin Sungsang.
Adapun sosok Patih Gotawa, dia sebenarnya jika dilihat dari sejarah awal Saur Sepuh, berusia lebih tua dari Brama. Ia mantan senopati Madangkara sebelum diserang oleh Guntala. Gotawa merupakan adik seperguruan dari panglima Bernawa. Ketika Madangkara jatuh di tangan Guntala, Gotawa menyamar menjadi seorang pengusaha sambil terus menghimpun kekuatan di antara pemuda-pemuda Madangkara guna mengobarkan pembrontakan terhadap Guntala.
Brama sendiri memanggil Gotawa awalnya dengan sebutan paman. Usia Gotawa setidaknya sebaya dengan Tumenggung Ardalepa, ayah kandung Mantili. Gotawa menguasai ilmu Tatar Bayu yang membuatnya bisa berlari sangat cepat seiring angin.
Gotawa adalah sosok orang yang sangat setia, dan kesetiaannya itu akan terbukti dengan pengabdiannya yang tulus sebagai patih pada Brama Kumbara.
Baca juga: Saur Sepuh, Sandiwara Legendaris Indonesia