Geger Isu LGBT di Film Beauty and The Beast
https://www.naviri.org/2018/01/isu-lgbt-di-film-beauty-and-beast.html
Naviri.Org - Ketika Disney merilis film Beauty and The Beast, seiring dengan itu muncul pula kegegeran di seluruh dunia, terkait isu LGBT. Atau, lebih spesifik, isu gay. Pasalnya, film Beauty and The Beast disebut-sebut memperlihatkan adegan homoseksual di antara tokoh di dalamnya. Tapi benarkah film itu menyuguhkan adegan yang dihebohkan tersebut?
Kehebohan itu, bisa dibilang, berawal saat Bill Condon diwawancarai Attitude, sebuah majalah di Inggris. Sang sutradara yang dalam kehidupan nyata adalah seorang gay, berbicara tentang LeFou, kaki-tangan Gaston, tokoh antagonis dalam film Beauty and The Beast:
“LeFou adalah karakter yang suatu hari ingin jadi Gaston dan di lain hari ingin mencium Gaston. Dia bingung tentang apa yang diinginkannya.”
Yang bikin lebih heboh, Condon menyebut karakter LeFou akan membawa “sebuah momen gay khusus yang menyenangkan” dari Disney.
Spontan, banjir komentar di dunia maya merespons pernyataan ini.
Protes serupa bahkan diejawantahkan sejumlah negara dengan keputusan kontroversial. Misalnya, Malaysia yang meminta Disney memotong bagian “Gay Moment” yang dimaksud Condon. Namun, Disney lebih memilih menarik film mereka dari negara yang memang mengkriminalisasi LGBT tersebut. Di Alabama, salah satu negara bagian Amerika Serikat yang didominasi orang-orang konservatif-kanan, pelarangan serupa juga terjadi.
Lucunya, semua larangan ini bahkan terjadi saat Beauty and The Beast belum diputar sama sekali. Hanya berpangkal dari omongan sang sutradara.
Lantas, apakah versi Live Action—aksi nyata—dari film animasi berjudul sama yang tayang 26 tahun lalu, tepatnya pada 1991 silam, memang sebegitu revolusinernya bagi komunitas LGBT? Tentu, baru bisa dijawab ketika ia sudah ditonton.
Karakter LeFou, kaki tangan Gaston, yang digadang-gadang sebagai tokoh gay pertama dalam karya-karya Disney, pada hakikatnya masih sama saja seperti di versi animasi. Dalam versi aksi-nyata, LeFou yang diperankan Josh Grad, sama sekali tak punya dialog apa-apa yang mendeklarasikan dirinya sebagai gay. Persis dengan LeFou dalam versi animasi, ia hanya terlihat mengagumi Gaston, dan cenderung mengikuti gerak-gerik kawannya itu, seolah-olah ingin menjadi sempurna sepertinya.
Persis seperti penggambaran Condon terhadap karakter LeFou—pernyataan yang selama ini ditanggapi heboh tersebut.
LeFou sendiri dalam versi animasi juga jelas kelihatan sangat kagum pada Gaston. Jika karakter demikian dianggap sebagai penggambaran LGBT oleh Disney, maka LeFou tak bisa dibilang tokoh gay pertama dalam film-film Disney. Karakter-karakter pendukung lainnya serupa LeFou juga sudah banyak hadir dalam animasi-animasi sebelumnya. Misalkan Flower dari Bambi, Hugo dan Djali dari The Hunchback of Notre Dame, atau Kuzco dari The Emperor’s New Groove.
Bahkan Princess Mulan dan pasangannya, Jenderal Shang, juga bisa dimasukkan kategori ‘karakter yang bingung tentang apa yang diinginkannya’ seperti bagaimana karakter LeFou digambarkan.
Satu-satunya momen gay adalah isu yang dilebih-lebihkan sebelum film tayang. Padahal dalam film, nyaris tak kentara. Memang ada adegan Gaston memeluk LeFou saat seisi kampung menyanyikan lagu Gaston dalam sebuah bar. Namun, keduanya digambarkan sebagai kawan karib. Apakah ada yang salah dari dua sahabat laki-laki berpelukan?
Adegan lain yang mungkin dianggap sebagai "momen gay" tersebut adalah saat salah satu cameo prajurit justru tersenyum senang ketika didandani Madame de Gadrobe jadi perempuan. Atau adegan terakhir ketika LeFou berdansa dengan seorang perempuan, kemudian seorang laki-laki. Dua adegan tersebut paling-paling cuma dua atau tiga detik. Sama sekali tak mengubah cerita, bahkan cuma lewat jadi bahan tertawa sesaat.
Pengakuan Disney atas LGBT
Ian McKellen, aktor yang memerankan Cogsworth, pelayan Beast yang dikutuk jadi jam, menganggap kontroversi isu gay pada filmnya terlalu berlebihan. Ia yang juga seorang gay dalam kehidupan nyata menganggap tak ada yang revolusioner dari momen kecil yang nyaris tak kentara itu.
“Itu cuma momen kecil yang tak seorang pun perlu ributkan, sebetulnya,” katanya pada CNN, selepas premier film tersebut.
Emma Watson, sang tokoh utama juga berpendapat serupa. Ia bahkan berpesan pada mereka yang mendukung isu ini untuk tidak terlalu berharap banyak. “Karena tak ada narasi yang besar tentang hal ini di sana [dalam film],” kata Emma pada Huffington Post.
Meski narasi itu nyatanya tak sebesar yang dihembuskan isu, tapi ada satu poin dari Disney yang patut diapresiasi: kenyataan bahwa ia mengakui keberagaman. LeFou mungkin tidak punya momen melela (coming out) seperti yang digunjingkan sebelum film ini tayang, tapi Disney memercayakan sejumlah gay yang turut berkontribusi membuat film mereka. Mulai dari sutradara (Bill Condon) hingga para pemain (Ian McKellen dan Luke Evan yang juga gay dalam kehidupan nyata).
Di antara studio film lainnya, Disney memang salah satu yang unggul dan memimpin dalam isu keberagaman. Mereka punya serial televisi yang tokoh utamanya Afro-Amerika, orang Latin, dan kartun terbaru yang akan memasukkan ciuman sesama jenis.
Disney sebenarnya hanya sedang mengubah dirinya sendiri, setelah selama ini dikritik banyak pihak, terutama feminis, karena dianggap telah membentuk gambaran gender yang keliru lewat dongeng-dongeng princess-nya.
Baca juga: Kontroversi di Balik Para Putri di Film Disney