Hookup, Perilaku Seks Bebas yang Melanda Dunia
https://www.naviri.org/2018/01/hookup.html
Naviri.Org - Seks bebas sebenarnya topik yang klise, karena telah dibicarakan sejak dahulu kala. Namun, meski klise, praktik ini masih relevan untuk dibicarakan. Karena, nyatanya, praktik seks bebas terus mengalami perkembangan atau evolusi.
Jika sebelumnya seks bebas hanya dilakukan negara-negara barat, sekarang praktik serupa juga terjadi di negara-negara timur yang konon memiliki budaya lebih baik. Jika sebelumnya seks bebas hanya dilakukan di lingkungan terbatas, kini praktik itu bisa dilakukan lintas lingkungan, karena adanya teknologi.
Ada beragam sarana yang saat ini ditujukan untuk mencari dan mendapatkan teman kencan. Dari aplikasi semacam Tinder, sampai media sosial semacam Whisper. Whisper adalah media sosial untuk melakukan chat secara anonim, yang menyembunyikan identitas pemilik akun. Si pemilik akun hanya cukup membuat nick name, dan mengisi usia serta jenis kelamin.
Melalui aplikasi atau media sosial semacam itu, sebagian orang melakukan sesuatu yang sekarang populer disebut hookup. Praktik semacam itu juga terjadi di Indonesia, khususnya di kota-kota besar semacam Jakarta.
Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru di Jakarta. Sudah banyak terjadi, walau dilakukan secara diam-diam, karena seks masih menjadi barang tabu. Namun faktanya, seks bebas sendiri sudah dipraktikkan.
Di Amerika sendiri, fenomena hookup sudah lama terjadi. Online College Social Life Survey (OCSLS) yang dibuat oleh Paula England dan Jessie Ford pernah melakukan survei secara online terhadap lebih dari 20.000 mahasiswa, antara 2005 hingga 2011. Dari survei itu diketahui bagaimana para mahasiswa mendefinisikan hookup.
“Para mahasiswa menggunakan terminologi hookup secara umum yakni bukan sesuatu yang formal, kencan yang tidak direncanakan, tapi dua orang yang bertemu pada sebuah pesta atau di asrama, lalu tindakan seksual itu terjadi,” tulis riset itu.
Dalam riset itu, mereka menemukan bahwa 40 persen hookup dilakukan dengan persetubuhan dan 35 persen melakukan hookup tidak lebih dari bercumbu dan tidak menyentuh alat kelamin. Sisanya melakukannya hanya dengan oral seks dan atau melakukannya dengan tangan. Beberapa mahasiswa melakukan hookup lebih dari sekali dengan partner yang sama, 29 persen di antaranya sudah melakukan persetubuhan saat pertama kali hookup.
Meski angka hookup tinggi, akan tetapi para mahasiswa tidak melakukan secara rutin. Mereka hanya melakukannya paling banyak 8 kali dalam 4 empat tahun, atau sekali dalam satu semester.
Perihal hookup, Lisa Wade, seorang sosiolog, menulis sebuah buku berjudul American Hookup: The New Culture of Sex on Campus yang diterbitkan pada awal 2017. Dalam buku itu Lisa menceritakan bagaimana hookup juga berakhir dengan perasaan saling suka.
Di Indonesia, fenomena itu juga sudah terjadi. Masyarakat tidak bisa lagi menutup mata atas budaya seks baru ini. Fenomena ini sulit dibendung, apalagi hookup tidak hanya dilakukan secara offline tetapi juga online lewat beragam aplikasi.
Menyalahkan provider atau aplikasi sudah barang tentu bukan solusi, sebab aplikasi macam itu bisa terus dibikin atau diakali. Terlibatnya anak usia sekolah dan mahasiswa pada hookup culture ini hanya bisa diantisipasi dengan memberikan pendidikan seks sedini mungkin pada remaja. Menjadi tugas orang tua dan pemerintah untuk melakukannya.
Baca juga: Dan Bilzerian di Antara Harta, Tahta, dan Wanita