Asal Usul Ajang Pencarian Bakat di Televisi
https://www.naviri.org/2018/01/asal-usul-ajang-pencarian-bakat.html
Naviri.Org - Ada banyak acara televisi yang menjadi ajang pencarian bakat. Dari Akademi Fantasi Indosiar, Indonesian Idol, X-Factor, dan lain-lain. Dari pencarian bakat di bidang menyanyi sampai pencarian bakat di bidang sulap. Acara-acara semacam itu digemari banyak orang karena melibatkan emosi penonton.
Dalam acara-acara pencarian bakat, kita menyaksikan orang-orang biasa—yang sebelumnya tidak dikenal—saling menunjukkan bakat dan kemampuan masing-masing, lalu kita bisa mendukung mereka agar terus bertahan dan tidak tereliminasi. Dengan konsep semacam itu, acara-acara pencarian bakat pun sangat digemari di berbagai negara.
Dari mana dan bagaimana asal usul acara pencarian bakat di televisi?
Ajang pencarian bakat di televisi bisa jadi ditandai oleh munculnya Popstars di Selandia Baru pada 1999. Acara ini tayang di 50 negara, termasuk Indonesia. Ia juga menginspirasi banyak tayangan serupa. Termasuk Pop Idol yang turut mengilhami lahirnya acara ajang pencarian penyanyi baru.
Pop Idol tayang di stasiun televisi Britania Raya, ITV. Acara yang dibuat oleh Simon Fuller ini pertama kali mengudara pada 2001. Sama seperti namanya, tujuan acara ini adalah mencari penyanyi pop muda. Format acaranya seperti menjadi pakem acara serupa yang muncul di kemudian hari: peserta bernyanyi di hadapan juri, para juri akan memberi kritik atau pujian atau dua-duanya, dan voting penonton ikut menentukan nasib para peserta.
Acara ini sukses besar. Indikatornya terlihat dari jumlah penonton yang memberikan voting. Menurut Jessica Williams dalam 50 Facts That Should Change The World 2.0, selama 20 minggu penayangan Pop Idol musim pertama, ada 32 juta voting. Sedangkan pada 2001, hanya ada 25,9 juta voting dalam Pemilihan Umum.
Tentu ada perbedaan besar antara voting di pemilihan umum dengan voting di Pop Idol. Di pemilihan umum, seseorang hanya bisa memberikan suara satu kali. Sedangkan di Pop Idol, voting bisa diberikan sebanyak mungkin.
"Tapi," tulis Jessica, "ini menunjukkan satu fakta amat penting: saat orang-orang tertarik pada hasil voting, mereka akan sukarela memberikan suaranya."
Di final musim pertama, Will Young menjadi pemenang. Anak muda yang sempat belajar politik di Universitas Exeter ini segera merilis album From Now On yang langsung terjual 187 ribu kopi di minggu pertama. Hingga sekarang, Will telah merilis 6 album studio, bermain di beberapa film dan serial televisi, juga menulis buku.
Kesuksesan Pop Idol ini yang kemudian melahirkan acara-acara dengan konsep serupa. Otaknya tetap seorang Simon Fuller, pria kelahiran Siprus yang mengawali karier sebagai pencari bakat di label Chrysalis. Sebagai salah satu orang yang berjasa melejitkan karier penyanyi Madonna, ia paham sesuatu: ada banyak bakat di luar industri yang tak terpantau dan belum terpoles. Tugasnya, juga para juri dan mentor, adalah mencari bakat itu dan melambungkan mereka. Tentu, mereka berharap uang akan terus mengalir.
Setelah Pop Idol sukses, ia menjual konsep acara pada stasiun televisi Fox di Amerika Serikat. Namanya kemudian diubah menjadi American Idol. Acara ini langsung menuai kesuksesan serupa. Sekitar 10.000 orang mendaftar audisi, dan terpilih 121 peserta yang kemudian menyusut jadi 10 orang.
Saat tayang di musim perdana pada 2002, penonton episode 1 acara ini mencapai 9,85 juta orang. Pada acara final yang tayang pada 4 September 2002, penontonnya melampaui 23 juta orang.
Industri hiburan Amerika Serikat harus diakui bisa mengemas acara jadi lebih menghibur. Di tangan FreemantleMedia North America—yang turut melahirkan Baywatch—acara ini jadi lebih menarik. Mulai dari penayangan kontestan yang berdandan aneh, hingga mereka yang punya nyali tinggi—suara pas-pasan tapi tetap ikut audisi.
Begitu pula cara mengemas juri. Ada 3 juri awal di American Idol, yakni Randy Jackson yang merupakan produser rekaman dan manajer; penyanyi pop terkenal era 1980-an, Paula Abdul; dan yang paling ikonik di antara juri karena kritiknya yang pedas, manajer dan eksekutif musik Simon Cowell. Mereka punya karakter masing-masing, dan pertentangan serta debat mereka ditampilkan dengan apik dan menghibur.
Kesuksesan acara ini disebut oleh Doris Baltruschat dalam Global Media Ecologies: Networked Production in Film and Television (2010), sebagai "tidak tertandingi dalam sejarah penyiaran." Sedangkan stasiun televisi NBC—rival Fox—menyebut American Idol sebagai, "tayangan paling berpengaruh dalam sejarah televisi."
American Idol ditayangkan di 100 negara. Tentu saja termasuk Indonesia. Tayangan Indonesian Idol pertama kali hadir pada 2004. Di musim pertamanya, Joy Tobing keluar sebagai juara. Musim kedua tampak lebih seru dengan persaingan ketat antara Mike Mohede, Judika Sihotang, dan Firman Siagian. Mike akhirnya keluar sebagai pemenang.
Kesuksesan Indonesian Idol kemudian melahirkan banyak ajang pencarian bakat. Mulai Cabidut (Calon Bintang Dangdut) yang tayang di Lativi (sekarang menjadi tvOne), Kontes Dangdut Indonesia, X-Factor Indonesia, The Voice Indonesia, hingga D'Academy. Kebanyakan memang waralaba, kecuali yang berlanggam dangdut.
Baca juga: Senjakala Ajang Pencarian Bakat di Televisi