Masalah Batubara dan Ironi Pembangunan Dunia
https://www.naviri.org/2017/12/masalah-batubara.html?m=0
Naviri.Org - Batubara adalah bahan bakar yang kerap digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk sebagai pembangkit daya listrik. Kenyataan itu terjadi di mana-mana, digunakan di berbagai negara. Tujuannya tentu sebagai bagian dari upaya pembangunan di negara-negara bersangkutan.
Indonesia termasuk negara yang juga ikut menggunakan batubara sebagai bahan pembangkit daya listrik. Di Indonesia, hal semacam itu disebut PLTU atau pembangkit listrik daya uap. Sekilas memang tidak ada masalah, toh tujuannya juga untuk pembangunan. Namun, batubara adalah penyumbang terbesar emisi yang ada di dunia.
Clean coal—demikian jargon yang disematkan pada teknologi PLTU termutakhir. Pembakaran yang lebih efisien memang menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) lebih rendah. Secara teori, bila persentase tingkat efisiensi naik satu poin, emisi CO2 yang dihasilkan bakal lebih rendah 2%-3% ketimbang PLTU konvensional. Namun, saat ini, teknologi PLTU terbaik pun baru memiliki tingkat efisiensi sedikit di atas 40%.
Menurut data World Coal, secara rata-rata, tingkat efisiensi PLTU di seluruh dunia saat ini baru 33%. Jika berhasil mengereknya ke level 40%, emisi CO2 bisa dipangkas sebanyak 20 gigaton. Dari sini, jelaslah bahwa clean coal bukan berarti tanpa ada emisi yang memicu efek rumah kaca.
Pada awal November lalu, bertempat di Bonn, Jerman, ribuan orang menggelar protes saat Konferensi Iklim PBB, atau Conference of the Parties ke-23 (COP23). Mereka menuntut para delegasi dari 179 negara punya iktikad lebih serius untuk mengatasi pemanasan global. Salah satunya dengan menyetop pemakaian batu bara sebagai sumber energi, yang ditengarai sebagai pemicu utama perubahan iklim di muka bumi.
Kenyataannya, dunia masih sangat tergantung pada batu bara sebagai sumber energi. Di Eropa, seperlima emisi CO2 berasal dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Dari emisi tersebut, Jerman dan Polandia menyumbang setengahnya. Terlepas dari upaya Jerman beralih dari batu bara, negara ini masih mengoperasikan 77 PLTU, terbanyak di antara negara-negara Eropa. Sisi ironisnya, hanya sekitar 50 km dari pusat lokasi konferensi, terdapat tambang batu bara penghasil emisi CO2 terbesar di Eropa.
Sementara para delegasi membahas soal pemangkasan emisi CO2, rencana pembangunan PLTU pun terus berjalan.
Baca juga: Polusi dan Masalah Pencemaran Lingkungan di Cina