Mengapa Ada Banyak Orang Kecanduan Facebook?
https://www.naviri.org/2017/12/kecanduan-facebook.html
Naviri.Org - Ada banyak orang yang merasa tidak bisa lepas dari Facebook. Pagi, siang, sore, sampai malam, orang-orang itu merasa perlu terus terhubung dengan Facebook. Mereka ingin tahu siapa yang sedang tampil di dinding mereka, siapa yang mendapatkan banyak like dan komentar, sampai ketertarikan pada kuis-kuis unik yang kerap muncul di Facebook.
Kalau kamu termasuk orang yang sering menggunakan Facebook, kemungkinan besar kamu juga pernah atau bahkan sering mendapati kuis-kuis tertentu, yang tampaknya unik dan menarik, hingga membuatmu tertarik ingin mencoba. Misalnya, “Siapakah calon pasanganmu di masa depan?” dan semacamnya. Intinya, kuis-kuis itu membuatmu penasaran, dan ingin tahu lebih lanjut, hingga akhirnya mencoba.
Nametests.com adalah salah satu penyedia utama unggahan kuis-kuis semacam itu. Ada lebih dari 10.000 bentuk tes yang disediakan Nametests.com seperti pertanyaan-pertanyaan semacam ini, “Siapakah kamu dalam dunia Disney?” atau “Apa pekerjaan yang cocok untukmu?”
Kepopuleran unggahan demikian kian berlanjut. Kini, bukan cuma nametest.com yang bermain. Ada Pandacat.com, Quizzstart.com, Myfunzy.com, Heroquizz.com, Testony.com, Bigtests.club, serta Vonvon.me. Nama penyedia yang disebut terakhir, memiliki 16 juta “share” di Facebook per hari.
Secara sederhana, layanan-layanan ini memang menyenangkan para pengguna Facebook. Namun, mengutip USA Today, layanan kuis seperti ini berpotensi membawa risiko keamanan informasi pribadi, pengguna bisa hanyut mengakses situsweb palsu, yang selama ini bagian dari strategi phishing.
Namun, Jonghwa Kim, Chief Executive Officer Vonvon.me, membantah kekhawatiran itu. “Kami hanya menggunakan informasi pribadi untuk menghasilkan jawaban (kuis yang dipilih pengguna), dan kami tidak pernah menyimpan informasi itu untuk tujuan lain,” terangnya.
Pendapat berbeda diutarakan oleh Ryan Jacobson, penggiat privasi dari SmithAmundsen, pada PC World. “Tipe layanan seperti ini adalah surga untuk menjaring data, di mana pengguna secara sukarela memberikan informasi,” terangnya.
RealAge.com misalnya, di salah satu kuis bertajuk “biological age” yang tersedia di layanan itu, pengguna Facebook ditanyai beragam pertanyaan-pertanyaan pribadi yang sensitif. Di balik layar, kuis itu ternyata disponsori oleh perusahaan farmasi yang butuh data sensitif untuk menjual produknya.
Merasuknya kuis-kuis pada platform Facebook bukanlah tanpa alasan. Di Indonesia misalnya, ada 87,75 juta pengguna Facebook. Sebanyak 86,4 juta di antaranya, mengakses Facebook dengan memanfaatkan perangkat mobile.
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menjadi yang terbesar. Di Malaysia hanya ada sekitar 22 juta pengguna Facebook dan cuma 4,4 juta di Singapura. Secara menyeluruh, platform racikan Mark Zuckerberg ini telah memiliki lebih dari satu miliar pengguna.
Bagi pengelola seperti Facebook, basis data yang berlimpah tentu akan percuma bila para pengguna menutup rapat privasi masing-masing. Amanda du Preez, dalam jurnal berjudul “The Role Memes in The Construction of Facebook Personae”, mengatakan bahwa 92 persen remaja yang menggunakan Facebook, memakai nama asli mereka. Tercatat ada 71 persen remaja yang mencantumkan nama sekolah dan alamat tinggal sebenarnya pada akun Facebook masing-masing.
Sebanyak 82 persen remaja mengungkapkan dengan benar tanggal lahir, serta 62 persen remaja mengatakan dengan sungguh-sungguh status relasi mereka di Facebook masing-masing. Ini menjadikan Facebook sebagai gudang data pribadi paling besar di seluruh dunia.
Data-data pribadi para pengguna Facebook memang berharga. Studi yang menganalisis 86 ribu profil Facebook yang dilakukan peneliti di Psychometrics Centre University of Cambridge, sebagaimana diwartakan The Telegraph, mengatakan bahwa mereka mampu menebak karakter seseorang dengan akurat hanya dengan melihat “like” yang dilakukan si pengguna Facebook.
Pertanyaan muncul, bila benar kuis-kuis itu berbahaya, terkait pencurian data, mengapa Facebook tetap mengizinkan layanan itu memanfaatkan Aplication Programming Interface mereka?
Jawabannya soal bagaimana upaya Facebook menciptakan kecanduan para penggunanya. Sean Parker, mantan salah satu jajaran petinggi Facebook, mengungkapkan bahwa platform Facebook memang diciptakan untuk “mengeksplorasi kerentanan psikologis manusia” agar menciptakan kecanduan.
“Bagaimana kami (Facebook) mengonsumsi banyak sekali waktu pengguna secara sadar? Ialah dengan (teknik) social-validation feedback loop,” terangnya. “Itu artinya kami (hanya) perlu memberi sedikit dopamine setiap dibutuhkan, karena seseorang senang memberi like atau berkomentar pada foto atau unggahan lain atau lainnya, dan hal itu (memantik pengguna lain) terus-terusan berkontribusi pada konten lainnya, dan itu (kemudian) akan memperoleh lebih banyak like dan komentar.”
“Kamu telah terpapar kerentanan psikologis manusia,” tegas Parker.
Ucapan Parker juga diperkuat oleh Hong-Han Shuai dalam jurnalnya, bertajuk “Newsfeed Screening for Behavioral Therapy to Social Network Mental Disorder”. Dalam survei, tercatat ada 52 persen remaja kecanduan smartphone milik mereka masing-masing. Salah satu candu dari smartphone, tak lain adalah media sosial.
Kuis-kuis atau generator meme itu tetap dipertahankan Facebook karena membuat penggunanya betah berlama-lama di Facebook. Ini penting bagi platform Facebook agar mereka tak berubah seperti Friendster atau MySpace yang telah tamat riwayatnya. Keduanya gagal bertahan karena tak sukses menciptakan candu.
Facebook seperti mencoba menjawab risiko itu dengan caranya sendiri. Apalagi, media sosial ini sempat diprediksi akan tamat. Eric Jackson, pendiri venture capital bernama Ironfire Capital, pada 2012 lalu sempat mengatakan bahwa Facebook akan menghilang dalam 5-8 tahun alias akan pudar pada 2020.
Jackson membandingkan nasib Facebook serupa dengan Yahoo. Meskipun Yahoo menurutnya masih menghasilkan uang dan masih memiliki ribuan karyawan, nilai Yahoo saat ini hanya 10 persen dari nilai kala ia berada di puncak kejayaan.
Mark Zuckerberg, tentu tak mau perusahaan yang didirikannya bernasib seperti itu. Selain bergerilya membeli startup-startup potensial seperti Instagram maupun WhatsApp, Facebook perlu memelihara basis penggunanya.
“Kami pikir investor, kreator, saya, Mark Zuckerberg, Kevin Systrom di Instagram, semua orang di bidang ini, tahu ini (cara membuat kecanduan),” kata Parker.
Baca juga: Fakta Mengejutkan di Balik Kuis-kuis di Facebook