Dilema Bitcoin sebagai Mata Uang Virtual
https://www.naviri.org/2017/12/dilema-bitcoin-sebagai-mata-uang-virtual.html
Naviri.Org - Di dunia maya, bitcoin sudah disepakati sebagai mata uang yang digunakan untuk keperluan transaksi. Misalnya, kalau Anda membeli sesuatu di internet, Anda maupun pedagang barang yang Anda beli bisa menyepakati untuk bertransaksi menggunakan bitcoin, khususnya jika Anda memang memiliki bitcoin. Itu hal lumrah di dunia maya. Namun, hal semacam itu tampaknya belum bisa diterapkan di dunia nyata.
Sebagai mata uang virtual, bitcoin mengalami peningkatan nilai yang fantastis sepanjang tahun ini. Bahkan, nilai bitcoin sudah mencapai kisaran 12.300 dollar AS atau setara sekitar Rp 167 juta.
Akan tetapi, Bank Indonesia (BI), sebagai otoritas moneter dan sistem pembayaran, menyatakan bahwa mata uang virtual bukan alat pembayaran yang sah. Bank sentral menegaskan, alat pembayaran yang sah di Indonesia adalah rupiah. Kenyataan ini tentu saja menjadi semacam dilema bagi bitcoin sebagai mata uang virtual. Di satu sisi, ia memiliki nilai, khususnya di dunia maya. Namun, di sisi lain, ia tidak bisa dipakai di dunia nyata.
Masyarakat dan pedagang atau merchant pun dilarang menggunakan mata uang virtual sebagai alat pembayaran. Lalu, apa sanksinya jika ada transkasi di Indonesia menggunakan mata uang virtual itu?
"Yang dikenakan sanksi adalah penyelenggara jasa sistem pembayaran (PJSP)," kata Kepala Departemen Komunikasi BI Agusman kepada media, Rabu (6/12/2017) petang.
Agusman menjelaskan, pihak yang termasuk di dalam PJSP antara lain bank maupun acquirer. Acquirer adalah bank atau lembaga selain bank yang melakukan kerja sama dengan pedagang, yang dapat memproses data uang elektronik yang diterbitkan oleh pihak lain.
Menurut Agusman, ada beberapa sanksi yang bakal diterapkan bank sentral, jika ada merchant yang menerima atau melakukan transaksi pembayaran dengan mata uang virtual. Sanksi tersebut antara lain teguran tertulis dan penghapusan dari Daftar Penyelenggara Teknologi Finansial di BI.
"Jika dihapus dari daftar, maka PJSP dilarang bekerja sama dengan Penyelenggara Teknologi Finansial," jelas Agusman.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menyatakan, bitcoin saat ini tidak diakui oleh BI sebagai alat pembayaran di Indonesia. Oleh sebab itu, masyarakat dan pedagang atau merchant diminta tidak menerima bitcoin sebagai alat pembayaran.
"Sebaiknya merchant tidak menerima bitcoin sebagai alat pembayaran," sebut Mirza.
Baca juga: Bitcoin, dan Penyesalan Seorang Miliarder