Memahami dan Mewaspadai Risiko Bubble pada Bitcoin
https://www.naviri.org/2017/12/bubble-bitcoin.html
Naviri.Org - Orang melakukan investasi dengan harapan mendapatkan keuntungan dari investasi yang dilakukan. Seperti investasi pada emas, misalnya. Tujuannya tentu agar mendapat keuntungan dari investasi tersebut, seiring harga emas yang terus naik. Kenyataannya, emas memang salah satu bentuk investasi yang banyak disarankan, karena harganya lebih sering naik dibandingkan turun. Artinya, berinvestasi emas memiliki potensi menguntungkan untuk jangka panjang.
Kini, ketika Bitcoin menjadi salah satu komoditas yang juga berpotensi menguntungkan, sebagian orang pun mulai melirik Bitcoin sebagai sarana investasi. Apalagi Bitcoin terus mengalami peningkatan harga, hingga ribuan kali lipat. Artinya, berinvestasi Bitcoin memungkinkan seseorang mendapat kentungan dalam jumlah yang sangat besar.
Tapi apakah benar begitu?
Lonjakan nilai Bitcoin sejak pertama diluncurkan pada 2011 yang hanya US$ 1 per keping menjadi kisaran US$ 15 ribu per keping saat ini, mulai mengkhawatirkan sebagian pihak, karena diprediksi bakal berisiko bubble. Lonjakan harga Bitcoin ini salah satunya disebabkan investor skala besar yang ingin berspekulasi.
Saat permintaan tinggi, nilai mata uang virtual ini meningkat dan berisiko bubble. Bubble atau gelembung merupakan kondisi saat nilai investasi menjadi tinggi secara tidak wajar.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adinegara, mengatakan kondisi bubble perlu diwaspadai. "Untuk memastikan bubble perlu dianalisis secara komprehensif perbandingan harga antara Bitcoin dengan mata uang digitalnya," ujarnya kepada media.
Menurut Bhima, kondisi bubble terjadi jika nilai Bitcoin merosot bersamaan dengan mata uang lainnya, dengan angka yang relatif sama. Bhima menuturkan, investor secara bersamaan melakukan aksi jual.
Namun jika penurunan nilainya terjadi secara parsial, kondisi tersebut tak bisa disebut bubble. Seperti yang terjadi saat ini, nilai Bitcoin menurun setelah melonjak tinggi. Selama sepekan ini Bitcoin terus menurun.
Berdasarkan data Bitcoin.com, nilai mata uang virtual ini sebesar US$ 18.991 per keping pada Senin, 18 Desember. Dengan kurs Rp 13.500, nilainya setara dengan Rp 256,37 juta.
Hari berikutnya, nilai Bitcoin turun menjadi IS$ 17.532,70 atau Rp 236,68 juta per keping. Nilainya kembali menurun menjadi US$ 16.496 atau Rp 222,69 juta per keping pada Rabu, 20 Desember.
Penurunan kembali terjadi pada Kamis, 21 Desember. Nilai Bitcoin menjadi US$ 15.785 atau Rp 213,09 juta per keping. Di akhir pekan, nilainya menurun menjadi US$ 15.699 atau Rp 211,93 juta pada Jumat, 22 Desember. Lalu turun lagi menjadi US$ 14.049 atau Rp 189,66 juta pada Sabtu, 23 Desember.
Bhima mengatakan, penurunan kali ini merupakan efek penjualan Bitcoin untuk kebutuhan Natal dan Tahun Baru yang berlangsung secara global fan bersamaan. "Sama halnya dengan toko emas yang ramai saat menjelang Lebaran," kata dia. Penurunan ini diperkirakan hanya sementara akibat aksi profit taking jangka pendek.
Faktor lainnya penurunan nilai Bitcoin adalah perubahan preferensi investor untuk membeli cryptocurrency yang nilainya lebih kecil, seperti Enthereum dan Lite Coin. Saat ini terdapat lebih dari seribu jenis cryptocurrency yang bisa dipilih investor.
Baca juga: Setelah Naik Gila-gilaan, Nilai Bitcoin Kini Turun