Memahami Aturan Poligami di Berbagai Negara
https://www.naviri.org/2017/12/aturan-poligami.html
Naviri.Org - Poligami adalah sebutan untuk pria yang menikahi lebih dari satu wanita dalam waktu bersamaan. Artinya, poligami terjadi ketika seorang pria menikah dengan wanita, ketika posisinya masih menjadi suami bagi seorang wanita lain. Sebenarnya, istilah yang tepat untuk praktik itu adalah poligini, karena poligami memiliki makna yang lebih umum (pria maupun wanita yang menikahi lebih dari satu pasangan).
Terlepas dari hal itu, Indonesia melegalkan poligami, bahkan memiliki peraturan atau undang-undang, yang secara khusus mengaturnya.
Di Indonesia, sebagaimana kita tahu, poligami diperbolehkan dengan syarat-syarat yang terbilang cukup ketat, dan harus melibatkan keputusan istri pertama. Berdasarkan UU Perkawinan Pasal 4, kondisi sang istri yang dipoligami harus memenuhi tiga syarat, yaitu tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau tidak dapat melahirkan keturunan.
Prinsip pernikahan monogami di Indonesia tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) yang berbunyi: “Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.”
Pasal tersebut tidak serta-merta menjadi basis pelarangan praktik poligami, karena poligami juga telah diatur sesuai Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.
Dalam UU tersebut, negara mengatur bagaimana prosedur dan syarat seorang laki-laki jika ingin menjadikan perempuan lain sebagai istri kedua. Dalam Pasal 3 ayat (2) disebutkan: “Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.”
Poligami di berbagai negara
Legalitas poligami sangat bervariasi di seluruh dunia. Poligami legal di 58 dari hampir 200 negara berdaulat, sebagian besar dari mereka adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim yang berada di Afrika dan Asia. Di sebagian besar negara bagian ini, poligami diperbolehkan dan diberi sanksi hukum.
Sebagian besar negara dengan penduduk mayoritas Muslim mengakui pernikahan poligami, mulai dari Afrika Barat sampai Asia Tenggara, kecuali Israel, Turki, dan Tunisia.
Sementara itu, semua negara di Amerika menyatakan penolakannya terhadap poligami. Inggris, Australia, dan Selandia Baru mengizinkan poligami yang dilakukan di negara lain. Pada kasus per kasus, Swedia mengakui pernikahan poligami dilakukan di luar negeri, tapi tidak memberi hak tinggal atau jaminan sosial kepada pasangan lainnya. Di Swiss, poligami yang dilakukan di negara lain dapat diterima atau ditolak berdasarkan kasus per kasus.
Pada tahun 2000, Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa melaporkan bahwa poligami melanggar Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). Hal ini dinyatakan dengan alasan kurangnya perlakuan yang setara dan mengingkari hak dan martabat perempuan.
Secara khusus, Komite PBB telah mencatat pelanggaran atas ketidaksetaraan ini, dan melapor kepada Majelis Umum PBB untuk merekomendasikan pelarangan poligami. Namun dalam pelaksanaannya, beberapa negara bagian di mana poligami legal tidak ikut menandatangani Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) tersebut. Termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Oman, Malaysia, Brunei, Sudan Selatan, dan Myanmar. Maka, ICCPR tidak berlaku untuk negara-negara ini.
Baca juga: Kisah Laki-laki yang Dipenjara karena Poligami