Kisah Pelarian Korea Utara yang Ingin Membunuh Kim Jong Un
https://www.naviri.org/2017/11/pelarian-korea-utara.html
Naviri.Org - Kita yang tidak tinggal di Korea Utara mungkin sulit membayangkan bagaimana tekanan yang dihadapi warga di sana. Bayangkan, negara itu sangat tertutup, sehingga warganya tidak bisa mengikuti perkembangan dunia. Jangankan perkembangan dunia, perkembangan negaranya sendiri pun mereka tidak tahu pasti, karena mereka hanya menerima berita yang disampaikan pemerintah.
Kim Jong Un, pemimpin Korea Utara, menginginkan semua rakyat di sana patuh kepadanya, dan kesalahan sekecil apa pun bisa mendatangkan hukuman berat bagi pelakunya. Tak bisa dipungkiri, Kim Jong Un adalah diktator, dan rakyat Korea Utara hidup di bawah kediktatorannya. Hal itu, ditambah kemiskinan yang membelit Korea Utara, membuat banyak warga di sana yang merasakan kehidupan makin menekan.
Latar belakang itu pula yang lalu menjadikan sebagian warga Korea Utara nekat meninggalkan negaranya, untuk bisa memperoleh kehidupan yang lebih baik di negara lain. Upaya itu bukan tanpa risiko. Kalau warga Korea Utara ketahuan ingin meninggalkan negara tersebut, hukumannya bisa sangat berat. Namun ada pula yang lolos dan selamat, hingga bisa hidup di negara lain.
Belakangan, ada seorang warga yang membelot dari Korea Utara yang bahkan sedang mengumpulkan dana, yang rencananya akan digunakan untuk hadiah bagi siapa saja yang bisa membunuh Kim Jong Un.
Dr Lee Aeran (53) sudah menikmati hidup barunya di Korea Selatan setelah dia kabur dari sebuah kamp tahanan politik dan melalui perjalanan berbahaya untuk melintasi perbatasan pada 1997.
Lee Aeran adalah perempuan pembelot Korut pertama yang meraih gelar doktor, dan kini memiliki usaha restoran yang amat sukses. Kini dia bersumpah untuk membalas rezim Korea Utara. Caranya, dia berjanji akan memberi hadiah uang bagi siapa saja yang bisa membunuh Kim Jong Un.
Di restorannya, Lee kini mencoba mengumpulkan sumbangan dari para pelanggannya. Dia berharap donasi itu akan memotivasi seseorang di lingkaran dalam sang diktator untuk membunuh dia.
"Selama Kim Jong Un masih hidup, kedamaian dunia sulit diperoleh," kata Lee yang pada 2010 dianugeragi penghargaan Women of Courage dari pemerintah AS. "Saya yakin Korea Utara butuh mengimplementasikan sebuah masyarakat yang berbasis demokrasi, sehingga Kim Jong Un harus disingkirkan."
Cara terbaik, menurut Lee, adalah membunuh pria yang sejak 2011 menduduki tampuk kekuasaan di Korea Utara itu.
"Korea Utara adalah masyarakat yang tertutup, sehingga hal ini amat sulit dilakukan. Jadi saya memutuskan menggelar kampanye hadiah uang bagi siapa saja yang bisa membunuh dia," lanjut Lee.
Lee berharap hadiah uang itu bisa memotivasi orang-orang yang berada di lingkaran dalam Kim Jong Un untuk membunuh sang pemimpin.
Sudah berapa banyak uang yang dikumpulkan Lee dari hasil donasi pelanggan? Sejauh ini jumlahnya mencapai 3,3 juta won atau sekitar Rp 40 juta.
Ide mencari donasi ini sebenarnya sudah muncul sejak 2014, tetapi belum dilaksanakan hingga Otto Warmbier, mahasiswa AS yang pernah dipenjara di Korea Utara, meninggal dunia pada Juni lalu.
Warmbier dipenjara di dekat bekas tempat tinggal Lee di Pyongyang, karena dituduh mencuri spanduk propaganda, dan meninggal dunia enam hari setelah tiba di kampung halamannya, Ohio, dalam kondisi koma.
Lee mengatakan, memang tak semua orang sepakat dengan kampanye yang digelar di restoran miliknya. Bahkan beberapa pelanggan setia memilih untuk memboikotnya.
Lee juga mengenang beratnya kehidupan di Korea Utara. Saat berusia 10 tahun, dia dan keluarganya dipindahkan ke sebuah kamp di provinsi Ryangganag. Di sana, Lee dan keluarganya mengalami kelaparan, pemukulan, dan kerja ekstra keras. Kondisi itu membuatnya di kemudian hari kerap mencoba untuk bunuh diri.
Akhirnya, keluarga Lee yang tak tahan dengan penderitaan, nekat menyeberangi Sungai Amur memasuki wilayah China. Setelah berbulan-bulan berjalan kaki, akhirnya mereka menemukan cara untuk tiba di Korea Selatan.
Setelah sukses dengan restorannya, Lee tak lupa dengan rekan-rekan sebangsanya. Salah satunya adalah mempekerjakan para perempuan Korut di restoran itu.
Selain membuka restoran, Lee juga mengajar bahasa Inggris untuk para pengungsi Korea Utara, untuk membantu mereka berintegrasi dan mempelajari ulang sejarah, setelah seumur hidup mereka hanya mengetahui propaganda pemerintah.
Baca juga: Nuklir, dan Potret Kesengsaraan Rakyat Korea Utara