Indonesia, Negara Pembuang Makanan Terbanyak di Dunia
https://www.naviri.org/2017/11/negara-pembuang-makanan.html
Naviri.Org - Ada yang ironis terkait negeri kita tercinta. Dalam urusan membaca atau kegemaran membaca, Indonesia berada di ranking paling bontot, tepatnya di urutan 70 dari 71 negara. Sementara dalam urusan membuang-buang makanan, Indonesia ada di urutan tertatas, tepatnya di urutan ke dua setelah Uni Emirat Arab.
Jadi, sementara sebagian masyarakat Indonesia ada yang masih kelaparan karena tidak ada yang dimakan, ternyata ada sebagian lain yang justru membuang-buang makanan. Sebegitu banyak makanan yang dibuang, sampai Indonesia menempati peringkat runner up sebagai negara pembuang makanan terbanyak di dunia. Total makanan di Indonesia yang terbuang mencapai 13 juta ton metrik per tahun.
Kenyataan itu ditegaskan oleh Kepala Perwakilan FAO (Food and Agriculture Organization) untuk Indonesia dan Timor Leste, Mark Smulders. Dia menyatakan, setiap tahun Indonesia membuang 13 juta metrik ton makanan dengan percuma.
Smulders menaksir, dengan populasi sekitar 250 juta penduduk, kebutuhan makanan sekitar 190 juta metrik ton. Maka makanan yang terbuang tersebut bisa untuk memberi makan hampir 11 persen penduduk Indonesia, atau sekitar 28 juta penduduk setiap tahunnya. "Angka yang hampir sama dengan jumlah penduduk miskin di Indonesia," ujarnya.
Kenyataan yang sama adalah studi hasil Economist Intelligence Unit (EIU) dan Barilla Center for Food and Nutrition (BCFN).
Studi ini berdasar data tahun 2016 yang dikumpulkan dari beberapa lembaga global. Yakni FAO, UN (United Nations), IMF (International Monetary Fund), OECD (Organization for Economic Cooperation & Development), dan World Bank.
Ada 25 negara yang dinilai. Mereka adalah anggota G20 ditambah dengan lima negara lain; Nigeria, Ethiopia, Kolombia, Israel, dan Uni Emirat Arab.
Studi EIU dan BCFN itu menemukan Arab Saudi adalah negara pembuang makanan terbesar. Rata-rata tiap orang membuang makanan hingga 427 kilogram per tahun.
Pembuang makanan terbesar kedua adalah Indonesia. Rata-rata tiap orang membuang makanan hingga 300 kilogram per tahun.
EIU dan BCFN mendapati perbedaan pola pembuangan makanan antara negara maju dan negara berkembang. Di negara maju, pembuangan makanan sebagian besar terjadi di tingkat pengecer dan konsumen.
Sedangkan di negara berkembang, makanan berubah menjadi sampah sebagian besar karena masalah di pertanian, dan proses sebelum masuk pasar. Misalnya karena kekeringan, bencana alam, infrastruktur jalan yang buruk, dan kurangnya fasilitas penyimpanan dan pendinginan.
Menurut Mark Smulders, kontribusi besar terbuangnya makanan disumbang oleh hotel, restoran, katering, supermarket, gerai ritel, dan perilaku masyarakat yang gemar tidak menghabiskan sisa makanannya.
Tingkat pembuangan makanan di Indonesia paling buruk nomor dua. Jika diberi bobot skor, nilainya hanya 32,5.
Jika dibanding dengan makanan yang produksi, ada 6,41 persen makanan Indonesia hilang. Ironisnya, di saat yang sama, ada 38,9 persen balita di Indonesia yang masih mengalami masalah gizi.
Namun belum ada respons kebijakan yang signifikan dari lenyapnya makanan ini. Smulders menyebut, perilaku membuang-buang makanan ini sulit dihilangkan tanpa adanya regulasi dari pemerintah.
Jika dibanding dengan Ethiopia, negara Afrika yang pernah dilanda kelaparan besar dan masih diancam kelaparan, Indonesia kalah jauh. Ethiopia hanya "membuang" 5,54 persen makanan yang diproduksinya.
Jika dipukul rata tiap penduduk, tingkat pembuangan makanan per orang per tahun Indonesia juga besar, hampir 70 kali lipat dari Ethiopia.
Mengingat di negara-negara berkembang masalah pembuangan makanan muncul di hulu, maka infrastruktur menjadi kunci agar bagaimana makanan tak terbuang sia-sia. Tapi Indonesia masih kalah porsi investasinya, jika dibanding dengan Gross Domestic Product (GDP) alias Produk Domestik Bruto.
Dalam laporan EIU dan BCFN itu disimpulkan, kondisi ini adalah momentum untuk membuat agenda kebijakan untuk mengurangi pembuangan makanan. Selain itu, juga melibatkan pelaku usaha, dan mengubah kebiasaan konsumen yang abai dengan makanan.
Baca juga: Indonesia, Negara Kedua dengan Sampah Terbanyak di Dunia