Kontroversi Donald Trump, Si Narsis yang Berbahaya
https://www.naviri.org/2017/11/kontroversi-donald-trump.html
Naviri.Org - Donald Trump sudah sejak lama dikenal sebagai orang kontroversial. Ketika dia berhasil menjadi Presiden Amerika, kontroversi terkait dirinya pun makin menjadi-jadi. Dulu, ketika masih dikenal sebagai pengusaha, Donald Trump hanya dikenal sebagai pribadi narsis yang superior, juga angkuh dan arogan. Kini, ketika Donald Trump menjadi Presiden Amerika, dia dikenal sebagai sosok yang narsis sekaligus berbahaya.
Pada 2016 kemarin, Majalah TIME menobatkan Donald Trump sebagai Person of the Year. Entah hal itu berkonotasi bagus atau sebaliknya, yang jelas banyak orang—bahkan warga Amerika sendiri—yang menganggap Donald Trump tidak layak menjadi Presiden Amerika.
Berdasarkan survei Suffolk University bersama USA Today yang terbit pada awal Oktober 2015, Trump mengesankan citra yang amat negatif bagi para responden.
Sebanyak 10 persen responden menilai Trump sebagai seorang yang idiot, bodoh, dan dungu. Enam persen lain menyebut Trump sebagai sosok yang arogan, enam persen lainnya menyebut Trump gila, dan 5 persen lain menilai Trump sebagai badut semata.
Sementara itu, jajak pendapat lain yang dibuat Quinnipiac, juga menyebut bahwa mayoritas orang AS percaya Donald Trump tidak layak menjadi presiden.
Sebanyak 38-60 persen mengatakan Trump tidak memiliki kemampuan kepemimpinan baik. Sementara itu, sebesar 42-56 persen percaya Trump tidak peduli dengan rata-rata orang AS. Sedangkan, 36-61 persen merasa bahwa Trump tidak berbagi nilai-nilai yang sama seperti orang AS pada umumnya.
Trump pernah dikecam sebagai sosok yang amat narsis ketika dirinya mengunjungi para korban bencana Badai Maria di Puerto Rico dan Kepulauan Virgin AS.
Ketika itu, Trump malah membandingkan tingkat kerusakan akibat Badai Maria 2017 dengan Badai Katrina yang terjadi pada 2005 silam. Bukannya menunjukkan keprihatinan serta dukungannya terhadap korban Badai Maria, Trump justru menampilkan dirinya sebagai pahlawan.
Trump melontarkan perkataan yang mengisyaratkan bahwa Badai Maria di Puerto Rico 16 September lalu tidaklah seberapa besar, dibandingkan Badai Katrina 12 tahun sebelumnya.
Secara jumlah, Badai Katrina pada 2005 memang menelan ribuan korban tewas. Ini memang jauh mengalahkan jumlah korban Badai Maria, yang ketika kedatangan Trump “hanya” sebatas 16 orang. Ketimbang mensyukurinya, pernyataan Trump yang meremehkan kerusakan dan tersendatnya pasokan listrik, makanan, dan air yang layak bagi penduduk Puerto Rico tentu saja menyakiti hati para korban.
Bukan hanya dari sikapnya, Trump juga menunjukkan kenarsisannya dalam unggahannya di sosial media. Tentu saja, ini termasuk aktivitas di akun Twitter-nya, @realDonaldTrump, yang memiliki 43,3 juta pengikut.
Salah satu contohnya, ketika Trump membalas ejekan Presiden Korea Utara, Kim Jong Un, yang mengatainya sebagai orang tua. Alih-alih tetap tenang menanggapi provokasi negara yang tengah berperang melawannya, Trump justru membalas ejekan tersebut dengan cara yang tak kalah kekanakan.
Terkait aktivitasnya di dunia maya, John Gartner bahkan menganalisis secara khusus rangkaian twit Trump yang narsis dalam publikasinya, berjudul All I Ever Wanted to Know about Donald Trump I Learned From His Tweet.
Dalam bukunya tersebut, Gartner menyoroti bahwa ada hal yang salah secara psikologis pada diri Donald Trump. Diagnosis tersebut, yang ia dapat dari Rosetta Stone, digunakannya untuk memecahkan kode Twitter Trump.
Menurut Gartner, Trump adalah seseorang yang narsis dan berbahaya. Gartner menilai Trump punya karakteristik bipolar, sebuah gangguan mental yang pengidapnya terus mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem.
Trump juga dinilainya memiliki Narcissistic Personality Disorder, sebuah kelainan di mana ia terus merasa superior. Trump benar-benar percaya bahwa dia tahu lebih banyak tentang semua hal dibandingkan orang lain.
Seorang psikolog bernama Erich Fromm, yang menemukan diagnosa gejala malignant narcissism (narsisme ganas) pada diri pengidap, juga angkat bicara terhadap kondisi diri Donald Trump. Ia menilai, tanda-tanda minimal narsisme ganas juga ada pada diri Donald Trump.
Menurut Fromm, narsisme ganas adalah sebuah kelainan yang sangat parah. Ia merupakan bentuk dari keburukan dan ketidakmanusiawian yang paling kejam. “Seseorang dengan narsisme ganas adalah monster dalam wujud manusia,” katanya, seperti dikutip dari Salon.com.
Fromm memang menyebut bahwa Trump tidaklah seburuk Hitler. Namun demikian, Fromm menilai Trump tidak jauh berbeda dengan Firaun Mesir, Caesar Romawi, Borgias, dan Stalin, yang semuanya menunjukkan ciri-ciri serupa.
Fromm merujuk pada gurunya, Otto Kernberg, sebagai tokoh modern yang paling banyak melakukan studi pada kondisi psikologi narsisme ganas. Kernberg mendefinisikan sindrom narsis dengan empat komponen, di antaranya: 1) gangguan kepribadian narsistik, 2) perilaku antisosial, 3) sifat paranoid, dan 4) sadisme.
Kepada New York Times, Kernberg mengatakan bahwa para pemimpin narsisistik yang berperilaku buruk macam Hitler atau Stalin, "dapat mengambil kendali karena narsisme mereka dipandang sebagai kemegahan, kepercayaan diri dan kepastian bahwa mereka tahu apa yang dibutuhkan dunia.”
Pada saat yang sama, perilaku narsistik ini juga berperan dalam “mengekspresikan sifat atau perilaku kejam dan sadis terhadap musuh mereka: bahwa siapa pun harus tunduk atau mencintai mereka. ''
Maka, ketika seorang pemimpin telah memiliki sikap narsisme ganas ini, ia akan merasa mahakuasa, mahatahu, dan berhak mendapatkan kekuasaan total. Akibatnya, ia akan tega menghancurkan siapa pun yang berani menghalangi keinginannya.
Dengan mempercayakan kekuasaan negara yang militernya tanpa tandingan itu ke seseorang seperti Donald Trump, apakah dunia benar siap menghadapi segala kemungkinan buruknya?
Baca juga: Ketika Para Pemimpin Dunia Saling Mengejek