Kesiapan Indonesia Menyambut Kendaraan Listrik
https://www.naviri.org/2017/11/kendaraan-listrik-indonesia.html
Naviri.Org - Di masa depan, kendaraan bermotor akan mengalami perubahan, khususnya dalam hal energi yang digunakan. Jika saat ini kendaraan—mobil maupun sepeda motor—masih menggunakan BBM sebagai bahan bakar, di masa depan listrik akan mengambil alih. Kenyataan itu bisa dibilang sudah dapat dipastikan, karena masing-masing negara juga sudah menyiapkan perjalanan menuju ke sana, mengganti energi atau bahan bakar kendaraan demi menekan polusi.
Hal serupa terjadi di Indonesia. Saat ini, Indonesia juga sudah mulai mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan kendaraan bermotor listrik. Meski saat ini kendaraan listrik belum mulai merambah ke masyarakat, namun perlahan namun pasti hal itu akan terjadi. Nyatanya, pemerintah pun sudah mulai mempersiapkan beberapa hal terkait kendaraan listrik.
Ada alasan mengapa kendaraan bermotor listrik lebih terlihat digandang-gadang dan diekspos akhir-akhir ini. Akhir tahun sudah dekat, dan pemerintah harus menyelesaikan beberapa target terkait kebijakan di bidang kendaraan bermotor listrik.
Sejak awal tahun ini, pemerintah memang tampak bersemangat untuk menyusun kebijakan mengenai pengembangan kendaraan bermotor listrik di negeri kita. Hal itu tampak sejak Maret lalu. Pada awal bulan tersebut Presiden Joko Widodo menandatangani Perpres Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
RUEN merupakan kebijakan Pemerintah Pusat mengenai rencana pengelolaan energi tingkat nasional. Kebijakan tersebut mengarah kepada dorongan ke berbagai pihak agar bergairah menurunkan polusi udara dan ketergantungan kepada bahan bakar fosil. Sektor transportasi dan industri otomotif tentu terkait dengan hal tersebut.
Dalam lampiran Perpres itu disebutkan bahwa pemerintah akan mengembangkan kendaraan bertenaga listrik/hybrid pada 2025, dengan jumlah 2.200 unit untuk roda empat dan 2,1 juta unit untuk kendaraan roda dua. Untuk mendukung hal tersebut, kebijakan insentif fiskal untuk produksi mobil dan motor juga akan disusun.
Insentif memang menjadi salah satu faktor penting untuk menggerakkan produsen dalam mengembangkan kendaraan bermotor listrik maupun hibrida. Harga jual pun bisa ditekan dengan pemberian insentif tersebut.
Perpres itu saja jelas tidak cukup sebagai pendorong agar industri berani mengembangkan kendaraan bermotor listrik maupun hibrid. Industri membutuhkan regulasi yang lebih jelas, rinci, komprehensif, dan tidak bersifat ad hoc yang memang dikhususkan untuk mengembangkan kendaraan bermotor listrik tersebut. Regulasi semacam itu jelas dibutuhkan agar tidak ada masalah ketika kendaraan-kendaraan bermotor listrik itu mulai dipasarkan.
Kalangan industri terlihat lebih bersikap menunggu kejelasan. Terutama terkait dengan insentif pajak yang akan diberikan oleh pemerintah.
Kebijakan fiskal memang dibutuhkan untuk mendorong pengembangan industri kendaraan bermotor listrik. Tanpa insentif, harga kendaraan bermotor listrik akan lebih mahal sekitar 30 persen ketimbang mobil berbahan bakar fosil yang selama ini dikenal oleh masyarakat. Selisih harga yang cukup besar itu akan menjadi hambatan bagi berkembangnya kendaraan bermotor listrik.
Setidaknya hal itu akan terasa di mobil listrik. Sedangkan sepeda motor listrik boleh jadi, seperti diakui oleh Muhammad Al Abdulah, CEO Garansindo Group, tanpa insentif pun akan mampu bersaing di pasar.
Khusus mengenai mobil listrik, Presiden Joko Widodo sudah menegaskan komitmennya. "Ke depan itu, mau enggak mau, memang mobil listrik harus kita hitung. Harus kita lihat. Karena semua akan mengarah ke sana," kata Presiden Joko Widodo akhir Juli lalu.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun berjanji, "Bagi Indonesia, ini kebijakan pemerintah. Pemerintah akan beri kemudahan dan aturan yang baik untuk mobil listrik."
Untuk itulah pemerintah menggodok Perpres tentang Program Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik untuk Transportasi Jalan. Berdasarkan dokumen yang diperoleh pada Agustus lalu, Perpres itu akan mempunyai setidaknya empat target dan sasaran. Yaitu ketersediaan stasiun pengisian listrik umum, populasi mobil listrik, mobil hibrida, dan sepeda motor listrik.
Draf Perpres itu juga menyebutkan bahwa pada tahap awal kran impor CBU kendaraan bermotor listrik dan hibrida akan dibukakan kepada produsen.
"Aturan mobil listrik nanti kami dorong berbasis kepada bea masuknya. Kami juga permudah Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan impor. Mobil listrik akan lebih rendah (pajak) dibanding mobil (impor) bermesin konvensional lainnya," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Pada tahap selanjutnya, dimulailah pengembangan secara lokal.
Angka-angka terkait insentif dan aturan-aturan yang rinci lainnya belumlah final. Pemerintah berjanji menyelesaikan regulasi itu sebelum akhir tahun.
Bagi konsumen, selain memastikan harga yang terjangkau, regulasi terkait kendaraan bermotor listrik itu juga harus menyangkut beberapa hal. Pertama, memastikan bahwa kendaraan yang dipasarkan aman dan nyaman bagi pengendara. Kedua, jumlah dan sebaran stasiun pengisian listrik umum harus benar-benar memadai.
Ketiga, perhatian kepada lingkungan hidup bukan saja diperlihatkan dengan penggunaan listrik yang berasal dari energi terbarukan, namun juga diwujudkan dalam pengelolaan limbah yang ramah lingkungan. Bisa dibayangkan kerusakan lingkungan yang bakal terjadi, bila limbah baterai bekas mobil dan motor listrik tidak dikelola secara baik.
Sudah siapkah pemerintah mengantispasinya?
Baca juga: Mobil yang Kita Kenal Sekarang Akan Punah pada 2050