Mengenal Gaslink, Produk Tabung Gas Versi Baru
https://www.naviri.org/2017/11/gaslink.html
Naviri.Org - Di dapur rumah banyak orang saat ini kemungkinan telah terdapat tabung gas, yang rata-rata produk PT Pertamina, yang biasa disebut LPG atau Elpiji. Sebagian orang mungkin menggunakan tabung gas 3 kg yang bersubsidi, ada pula yang menggunakan tabung lebih besar, 12 kg, yang non subsidi. Apa pun, yang jelas saat ini tabung gas sudah menjadi kebutuhan sehari-hari dalam urusan masak memasak di dapur.
Di masa lalu, masyarakat Indonesia memang menggunakan minyak tanah, sebagian lain ada pula yang menggunakan kayu bakar. Setelah pemerintah mensosialisasikan penggunaan gas, masyarakat pun kemudian beralih ke gas. Sejak itu, gas Elpiji pun akrab dengan masyarakat.
Tabung gas LPG yang sudah begitu akrab dengan rumah-rumah tangga di Indonesia saat ini, melewati perkembangan yang sangat panjang. Pada 1968, atau hampir 50 tahun lalu, masyarakat Indonesia mulai diperkenalkan dengan LPG atau Liquefied Petroleum Gas dengan merek dagang yang dirilis PT Pertamina (Persero) bernama Elpiji.
Pertamina mengemas LPG dalam tabung awalnya untuk memanfaatkan produk sampingan gas dari hasil proses pengolahan minyak di kilang. Karakter LPG yang praktis, bersih dan cepat panas menjadi pilihan konsumen. Kebijakan program konversi minyak tanah ke LPG sejak 2006 turut mengangkat pamor LPG dan penggunaannya semakin luas dengan lebih 50 juta rumah tangga di Indonesia.
Sebelum 2007, konsumsi LPG hanya 1 juta metrik ton (MT) per tahun. Namun kini kebutuhannya sudah berlipat-lipat hampir 7 juta MT per tahun. Sayangnya, pasokan LPG tak semuanya berasal dari dalam negeri, mayoritas masih diimpor dari Timur Tengah dengan nilai triliunan rupiah.
"Konsumsi LPG itu 6,5-6,7 juta ton setahun. Sekitar 4,5 juta ton dari itu kita impor," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.
Dari jumlah kebutuhan yang besar itu, pemain utama bisnis LPG masih didominasi Pertamina, dan pemain swasta seperti Blue Gaz. Segmen pasar LPG masih tersekat jadi dua yaitu LPG subsidi (3 kg) dan non subsidi atau komersial. Pengguna komersial umumnya adalah hotel, restoran, kafe dan industri. Tabung 12 kg segmen kebutuhan rumah tangga untuk non subsidi, kemasan 50 kg untuk kalangan komersial, dan LPG curah untuk kalangan industri.
Pasar gas tabung rumah tangga yang besar telah mengundang pemain seperti PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN untuk masuk ke segmen ini. Namun, PGN rencananya tak akan masuk ke produk LPG tapi LNG (Liquefied Natural Gas). Perseroan berencana mengemas LNG dalam kemasan tabung layaknya LPG yang sudah dikenal masyarakat. PGN mengusung LNG dengan mencoba mengangkat pamor sebagai solusi menekan impor LPG yang sudah kronis.
Solusi menekan impor LPG
Selama ini LNG diekspor Indonesia ke banyak negara lebih banyak berstruktur C1 (metana) dan C2 (etana), yang memiliki tekanan sangat besar dan tidak ekonomis jika dimasukkan ke dalam tabung. Sedangkan LPG berstruktur C3 (propana) dan C4 (butana) yang memiliki tekanan yang lebih rendah sehingga mudah dimasukkan ke dalam tabung, sayangnya jumlah produksi di dalam negeri relatif terbatas.
PGN menyebut nama produk LNG kemasan tabungnya dengan nama Gaslink, yang merupakan gas bumi yang dikompres sedemikian rupa, hingga menjadi Compressed Natural Gas (CNG) yang kemudian didistribusikan menggunakan kendaraan untuk diantar hingga disuntikkan langsung ke tabung-tabung kemasan pengguna.
Gaslink juga merupakan produk gas yang setara dengan LPG 12 kg dan 50 kg. PGN mulai memasarkan Gaslink di sejumlah kota besar seperti Batam, Surabaya, Lampung, Bandung, dan Jakarta. Gaslink memang belum diluncurkan secara resmi. PGN masih sebatas melakukan uji coba pemasaran. Pangsa pasar yang dibidik adalah industri menengah, hotel dan restoran.
Baca juga: Tas Kresek dan Minuman Manis Akan Dikenai Cukai