Saat Band Kehilangan Vokalis, dari DEWA Sampai Payung Teduh
https://www.naviri.org/2017/11/band-kehilangan-vokalis.html
Naviri.Org - Vokalis adalah front terdepan sebuah grup band, bahkan kerap menjadi ikon band. Kenyataan itu sangat mudah dipahami, sebagaimana kita melihat Ariel sebagai front terdepan band Peterpan (sekarang Noah), atau bahkan Amy Lee yang menjadi front terdepan Evanescene. Karenanya, ketika vokalis memutuskan keluar dari band bersangkutan, biasanya akan menarik perhatian khalayak luas.
Yang menjadikan hengkangnya vokalis dari band menarik perhatian banyak orang, karena ada banyak band yang kemudian runtuh saat ditinggal vokalisnya. Kenyataan itu juga mudah dipahami, karena—seperti yang disebut tadi—vokalis menjadi front terdepan bagi sebuah band, sehingga sering kali diidentikkan dengan band bersangkutan. Mengganti seorang vokalis untuk sebuah band bukanlah pekerjaan ringan, dan hal itu kadang melatari bubarnya sebuah band.
Namun, bukan berarti hengkangnya vokalis dari sebuah band adalah kiamat yang tak bisa diatasi. Bagaimana pun, ada band-band yang tetap eksis, bahkan tumbuh makin besar, setelah ditinggal vokalisnya, untuk kemudian digantikan vokalis lain.
Salah satu contoh untuk kenyataan ini adalah Dewa 19, yang semula identik dengan vokal Arie Lasso. Ketika Dewa 19 tengah berada di puncak popularitas menyusul kesuksesan album Pandawa Lima, Arie Lasso dikabarkan keluar dari band.
Kabar tentang keluarnya Ari Lasso mengundang rumor dan spekulasi. Ada yang mengatakan keputusan Ari Lasso dipicu oleh konflik dengan Ahmad Dhani. Sebagian lagi mengira-ngira Ari Lasso dipecat akibat kecanduan narkoba. Ari Lasso menyatakan keluar karena ingin fokus rehabilitasi narkoba.
Tak lama setelah keputusan itu, Once masuk menggantikan Ari. Dugaan Dewa 19 akan hancur usai keluarnya Ari Lasso pun sirna seketika. Bersama Once, Dewa 19 menelurkan empat album studio yang laris jutaan keping: Bintang Lima (2000), Cintailah Cinta (2002), Laskar Cinta (2004), hingga Republik Cinta (2006). Sayangnya, relasi Once dan Dewa 19 tak berlangsung lama. Pada 2011, Once resmi keluar.
Diwawancarai Rolling Stone Indonesia pada 2011, Once menyatakan: “Gue sudah nggak merasa diri gue lebih baik di situ. Ke depannya gue juga tidak bisa menjamin bisa memberikan yang lebih baik lagi. Sepertinya "magic"-nya entah hilang ke mana. Dewa sama gue sudah nggak pas lagi. Mungkin kalau mereka cari vokalis lain yang lebih bersemangat akan lebih bagus.”
Sementara di kancah independen, peristiwa keluarnya vokalis dari band juga bukan barang asing lagi. Lima tahun lalu, Mondo Gascaro (vokalis-kibordis) memutuskan untuk mengakhiri perjalanan bersama band yang dibentuk bersama teman-teman masa kecilnya, SORE.
Bagi penikmat musik indie, SORE merupakan salah satu bagian dari gelombang musik independen yang luar biasa mekar pertengahan 2000an, seangkatan dengan White Shoes and The Couples Company, C’mon Lennon, Sajama Cut, The Upstairs, The Brandals (BRNDLS), Teenage Death Star, sampai The Adams.
Mondo—yang disebut sebagai arsitek lagu-lagu SORE di album Centralismo (2005) dan Ports of Lima (2008)—mengatakan keluarnya dia dari band adalah karena merasa sudah waktunya untuk keluar. Walaupun begitu, banyak orang menilai keluarnya Mondo dipicu oleh konflik personalnya dengan vokalis SORE lainnya, Ade Paloh.
Belakangan, ADA Band juga kehilangan vokalisnya, Donnie Sibarani, karena sang vokalis kini ingin fokus pada dunia rohani. Kemudian, kabar lain yang sempat memicu kehebohan, adalah keluarnya Is dari Payung Teduh. Keluarnya Is dari grup musik Payung Teduh adalah keputusan yang mengagetkan banyak orang, khususnya karena single terbaru mereka, “Akad”, laris manis di pasaran.
Menurut kabar yang beredar, Is—bernama lengkap Mohammad Istiqamah Djamad—resmi mengumumkan tidak akan bersama Payung Teduh lagi per 31 Desember 2017 setelah menyelesaikan kontrak bermain di sejumlah acara dan merilis album baru. Akumulasi kejenuhan hingga kurangnya komunikasi antar anggota band lainnya disampaikan Is sebagai alasannya keluar dari Payung Teduh.
Payung Teduh didirikan pada tahun 2007. Mulanya, mereka dipertemukan dalam satu atap komunitas, bernama Teater Pagupon Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia, sebagai pengiring musik. Seiring berjalannya waktu, Is bersama Aziz Kariko (kontrabas), Alejandro Saksakame (drum, perkusi), serta Ivan Penwyn (gitarlele, terompet), mulai menyeriusi jalan bermusik lewat Payung Teduh. Dari panggung teater, mereka mencoba mencari peruntungan di jalur independen, dengan memproduksi lagu-lagu balada minimalis.
Sejak didirikan sepuluh tahun silam, Payung Teduh telah menelurkan tiga buah album penuh, yakni Payung Teduh (2010), Dunia Batas (2012), dan Live and Loud (2016). Untuk yang terakhir, Payung Teduh merekam materi-materi lama dengan sentuhan baru berupa iringan orkestra.
Dari tiga album itu, Payung Teduh menghasilkan sejumlah tembang populer seperti “Menuju Senja,” “Resah,” “Berdua Saja,” “Angin Pujaan Hujan,” “Untuk Perempuan yang Sedang Berada di Pelukan,” dan tentu saja “Akad.”
Meski mungkin mengejutkan, keputusan seorang vokalis untuk keluar dari sebuah band memang kadang tak terhindarkan. Para penggemarnya hanya bisa berharap, band yang ditinggalkan tetap eksis dengan vokalis pengganti, sementara vokalis yang hengkang bisa bersolo karier dan meniti kesuksesan yang sama.
Baca juga: Donnie Sibarani Keluar dari ADA Band