Misteri Hilangnya Pesawat MH370 yang Makin Misterius
https://www.naviri.org/2017/11/Misteri-Hilangnya-Pesawat-MH370.html
Naviri.Org - Pada 8 Maret 2014, pesawat Malaysia Airlines MH370 hilang saat sedang melakukan perjalanan di udara. Hilangnya pesawat MH370 itu kemudian memantik rangkaian misteri yang makin hari tampaknya makin misterius. Berbeda dengan hilangnya pesawat-pesawat lain yang bisa ditemukan, sampai saat ini pesawat MH370 yang hilang tidak juga bisa ditemukan.
Ketika sebuah pesawat terbang di udara dan kemudian hilang, ada beberapa kemungkinan. Bisa karena pesawat itu meledak di udara, kemudian hancur berkeping-keping, atau bisa pula jatuh dan tenggelam ke dasar laut.
Apa pun penyebab hilangnya, pesawat tersebut umumnya bisa ditemukan. Yang meledak di udara, misalnya, kepingan-kepingan ledakannya bisa ditemukan, meski tercecer di berbagai tempat. Begitu pula yang jatuh dan tenggelam ke dasar laut, juga bisa ditemukan. Apalagi kalau “sekadar” jatuh di darat.
Kenyataan itu berbeda dengan hilangnya pesawat MH370. Pesawat itu seperti hilang, lenyap, tanpa bekas. Tidak ada puing yang bisa ditemukan, tidak ada badan pesawat yang ditemukan, bahkan tidak ada kabar apa pun yang bisa didapatkan. Ia hilang, lenyap begitu saja, sampai sekarang. Sejumlah metode penemuan diterapkan, beragam obyek diduga sebagai bangkai pesawat itu, tetapi belum ada kepastian.
Tempo hari, harapan baru untuk menemukan keberadaan bangkai pesawat Malaysia Airlines MH370 sempat muncul. Para ilmuwan mempelajari gelombang suara-gravitasi di lautan untuk mendeteksi lokasi secara tepat keberadaan bangkai pesawat tersebut.
Usama Kadri, ilmuwan senior di Massachusetts Instutute of Technology (MIT), menjelaskan terobosan terbarunya dalam pencarian bangkai pesawat itu dalam publikasinya di jurnal Scientific Reports minggu ini.
Dalam publikasinya, Kadri meyakini, bila pesawat jatuh ke laut, maka puingnya mengasilkan gelombang suara-gravitasi, gelombang suara khusus yang bisa menembus kedalaman lautan. Gelombang tersebut memunculkan pola unik yang direkam dengan alat hidrofon.
Kadri dan rekannya awalnya melakukan eksperimen dengan menjatuhkan 18 benda bulat dalam tangki berisi air. Mereka lalu merekam gelombang suara-gravitasi dengan hidrofon dan membuat pemodelan penyebarannya.
Berdasarkan eksperimen itu, Kadri mengembangkan perhitungan matematis yang didasarkan pada pola, arah gerak, dan kecepatan gelombang suara-gravitasi. Dari situ, dia lantas mulai mendeteksi MH 370.
Kadri awalnya mengolah data tiga rekaman hidrofon milik Organisasi Pernjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir di wilayah pesisir barat Australia. Dia hanya fokus pada periode waktu 2 jam saat MH 370 dipercaya jatuh.
Kadri menemukan dua sinyal lemah dengan analisisnya. Sinyal pertama merujuk pada tumbukan yang terjadi pada jarak 500 kilometer. Kalau begitu, pesawat harus terbang dengan kecepatan lebih dari 3.300 km/jam selama 9 menit. Itu tidak mungkin.
Sinyal kedua berasal dari tumbukan yang terjadi lebih dekat dengan lokasi kecelakaan. Waktu kejadiannya diduga 1 jam setelah kontak terakhir MH370. Meski demikian, sinyal itu diduga bukan dari MH370, tetapi dari meteorit. Jadi, MH370 masih misteri.
Baca juga: Rencana Penyelamatan Bumi dari Serangan Asteroid