Riwayat Lokalisasi Dolly: Dulu dan Kini
https://www.naviri.org/2017/10/lokalisasi-dolly.html
Naviri.Org - Di masa lalu, Dolly adalah kawasan lokalisasi paling terkenal di Surabaya. Kawasan ini bahkan konon terkenal di dunia, karena disebut sebagai lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara. Kini, kawasan Dolly memang masih ada, namun tidak lagi menjadi tempat prostitusi, melainkan sebagai pemukiman biasa. Hal itu terjadi setelah Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, memutuskan untuk menutup lokalisasi tersebut, pada 18 Juni 2014.
Bagaimana keadaan Dolly kini?
Lokalisasi Dolly yang tersebar di lima RW di wilayah Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, terbagi menjadi dua lokalisasi. Pertama, lokalisasi Gang Dolly, sebenarnya Jalan Kupang Gunung Timur I, serta deretan wisma yang terletak di sisi selatan Jalan Jarak. Kedua, lokalisasi Jarak yang letaknya tepat di seberang jalan lokalisasi Dolly.
Saat masih beroperasi, ada perbedaan mendasar antara lokalisasi Dolly dan Jarak, yakni kualitas para PSK yang ada. Para wanita di Dolly memang lebih muda dan cantik sehingga memiliki tarif yang lebih tinggi, berkisar Rp200 ribu hingga Rp500 ribu untuk sekali kencan. Sedangkan Jarak yang areanya lebih luas, kualitas wanita dan tarifnya di bawah Dolly. Para wanita yang sebelumnya beroperasi di Dolly dan mulai berumur, harus rela bergeser operasi ke wilayah Jarak, apabila tetap ingin bertahan di kawasan merah tersebut.
Wajah Dolly sekarang
Kawasan Dolly yang pernah disebut sebagai lokalisasi terbesar di Asia Tenggara dengan 1.449 PSK dan 313 mucikari itu memang telah berubah wajah. Jika dulu berbagai wisma, karaoke, atau salon berderet di Jalan Jarak, kini hanya tersisa bekas-bekasnya. Wisma atau salon berubah menjadi toko komersial seperti mini market, counter handphone dan pulsa, pangkas rambut, air isi ulang, bengkel motor dan aksesorinya atau warung kopi.
Adapun Gang Dolly, atau Jalan Kupang Gunung Timur I, juga telah berubah wajah meski masih tersisa beberapa bangunan rumah dengan kaca etalase yang dulu dipergunakan para wanita menunggu para tamunya.
Di ujung jalan Kupang Gunung Timur I, tepatnya rumah nomor 1A yang terdri dari tiga lantai, kini dijadikan usaha pangkas rambut “Abassy”. Dulu, tempat itu dikenal orang sebagai “Salon Ari”.
Buntut penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak juga berimbas pada harga sewa dan harga jual rumah di kawasan tersebut. Untuk harga rumah misalnya, bisa naik hingga tiga kali lipat. Jika dulu masih kawasan lokalisasi, rumah warga di berbagai gang Putat Jaya di Jarak dengan luas tanah sekitar 100 meter persegi sekitar Rp100 juta, kini melenting menjadi Rp300 juta hingga Rp350 juta.
Suasana malam di Dolly juga sudah berubah total. Jika dulu sekitar pukul 22.00, kehidupan malam mulai berdenyut cepat, kini justru mulai terlihat sepi layaknya perkampungan lain di Kota Buaya. Semakin larut, kawasan tersebut juga turut terlelap. Kecuali di beberapa sudut tempat warung kopi yang buka 24 jam, tempat para lelaki berkumpul untuk sekedar ngobrol melewatkan malam.
Kehidupan malam yang sepi itu memang menyisakan duka bagi banyak warga yang dulu “menggantungkan” hidup dari kehidupan malam di Dolly. Dari total 15 RW di Kelurahan Putat Jaya, sebanyak lima RW menjadi tempat lokalisasi dengan total jumlah penduduk sekitar 10 ribu orang.
Saat masih menjadi lokalisasi, banyak warga yang membuka toko di rumah mereka untuk memenuhi kebutuhan para wanita dan tamu-tamunya. Mulai dari rokok, sabun, shampo, atau mie instan hingga beras. Begitu lokalisasi ditutup dan tak ada lagi denyut kehidupan malam, satu per satu toko milik warga pun ikut tutup. Kondisi inilah yang merupakan pekerjaan rumah besar bagi Walikota Risma dan jajarannya.
Walikota Risma sendiri bukannya tak menyadari pentingnya memberi mata pencaharian bagi warga asli di bekas lokalisasi. Sejak lokalisasi ditutup, Risma menginstruksikan agar dibentuk Usaha Kecil Menengah (UKM) yang bisa dilakukan oleh warga agar memiliki sumber mata pencaharian yang baru.
Maka terbentuklah 13 UKM. Yakni pembuatan sepatu, tempe “Bang Jarwo”, batik “Putat Jaya”, konveksi, sablon, bandeng, manik-manik, samiler Samijaya (kerupuk singkong), minyak rambut, atau minuman. Batik Putat Jaya sendiri terdiri dari tiga kelompok, yakni Canting Surya, Albujabar dan Jarak Arum.
Berbagai upaya tampaknya terus diupayakan Risma. Salah satunya dengan meresmikan kawasan Dolly sebagai kampung wisata. Pada Minggu (21/2/2016), Risma meresmikan “Dolly, Kampung Wisata Penuh Cerita”. Nama Dolly dipertahankan mengingat nama itu sudah terlanjur mengindonesia dan bahkan mendunia.
Berbagai gang yang ada diberi tema sesuai keberadaan UKM di dalamnya. Sebut saja “Gang Samijali” untuk Gang Putat Jaya IV-A yang merupakan sentra pembuatan kerupuk singkong. Atau “Gang Remo”, nama tarian khas Surabaya, untuk Gang Putat Jaya III-A. Nama tersebut disematkan karena di dalamnya memang ada tempat latihan bagi generasi muda yang belajar tari Remo. Juga “Gang Batik” untuk Putat Jaya VIII-B.
Ada harga yang harus dibayar untuk setiap kebijakan yang diambil. Risma memahami bahwa dia harus membayar kebijakannya menutup lokalisasi Dolly dengan mencarikan berbagai sumber penghidupan baru bagi warga yang tinggal di bekas lokalisasi tersebut. Tak mudah memang, tetapi bukan berarti tak bisa.
Baca juga: Hikayat Saritem, Tempat Prostitusi Terkenal di Bandung