Google Classroom, Sarana Belajar di Zaman Digital
https://www.naviri.org/2017/10/google-classroom.html
Naviri.Org - Raksasa internet Google sepertinya tidak berhenti melakukan inovasi dan mengenalkan teknologi baru berbasis internet. Baru-baru ini, Google mengenalkan Google Classroom, sebagai sarana belajar berbasis internet, yang sepertinya senapas dengan gaya hidup di zaman digital.
Google Classroom bisa dinikmati siapa pun pengguna Google dengan akun personal, tanpa perlu terdaftar dalam layanan G Suite. Sebelumnya, Google Classroom hanya bisa dinikmati oleh pengguna G Suite. G Suite adalah layanan premium milik Google.
Google Classroom merupakan layanan kelas digital yang diinisiasi oleh Google untuk para pengajar dan para pembelajar. Google Classroom membuat siapa pun untuk bisa mengikuti pelajaran yang disukainya, hanya dengan menggunakan perangkat yang terkoneksi dengan internet dan bisa dilakukan di lokasi mana pun.
Google Classroom bisa digunakan oleh seseorang untuk membuka ataupun bergabung dengan kelas pelajaran tertentu. Kelas-kelas dengan mata pelajaran yang mirip seperti di sekolah atau kelas-kelas dengan materi yang berhubungan dengan hobi, bisa dibuka melalui fasilitas ini.
Dalam laman blog resmi Google, Google memberi contoh bagaimana Tony Vincent, seorang pengajar, memanfaatkan Classroom untuk membuat kelasnya sendiri. Vincent memanfaatkan Classroom untuk membuat kelas desain yang menjadi keahliannya. Kelas tersebut mendapatkan 75 pembelajar yang tersebar dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Australia, Yunani, dan Afrika Selatan. Vincent memanfaatkan Google Classroom untuk kelasnya selama 6 minggu.
"Saya tidak ingin hanya mempublikasikan video tutorial semata dan tidak melihat hasilnya. Jadi ketika saya mendengar Google Classroom dibuka untuk akun personal, saya berpikir Google Classroom akan menjadi tempat yang hebat untuk mengumpulkan sebuah grup pengajar untuk belajar, membuat, dan berbagi," ujarnya.
Google Classroom merupakan medium yang sangat menjanjikan dalam dunia pendidikan yang hari ini dihuni oleh pemuda-pemudi yang sedari lahir telah hidup dengan dunia teknologi. Google Classroom, karena dibuat dan ditempatkan dalam medium web, mudah digunakan oleh berbagai perangkat. Baik komputer atau laptop dengan berbagai sistem operasi, ponsel pintar dengan berbagai tipe, maupun perangkat-perangkat pintar lainnya semisal televisi pintar yang kini sudah banyak ditemui di pasaran.
Secara umum, Google Classroom pun menjadi pelengkap dunia pendidikan hari ini yang telah lazim menghadirkan kelas online yang bisa diikuti oleh banyak orang dari banyak negara di dunia. Classroom dari Google adalah alternatif baru, misalnya bagi institusi pendidikan untuk menghadirkan kuliah atau kelas jarak jauh.
Sebagaimana diwartakan The Washington Post, di Los Altos School District di California, pembelajaran di sekolah tersebut kini didukung penuh oleh Khan Academy. Khan Academy merupakan layanan kursus online non-profit. Khan Academy berisi banyak sumber pembelajaran seperti video tutorial dan dalam berbagai mata pelajaran. Sekolah konvensional, seperti Los Altos School District, memanfaatkan pembelajaran online bagi siswa-siswai mereka. Ini merupakan suatu perubahan radikal yang tidak bisa dielakkan pasca perkembangan teknologi yang kini melingkupi segala bidang.
Secara menyeluruh, The Washington Post mengungkapkan bahwa di tahun 2000, terutama di sekolah publik, terdapat 45.000 siswa K-12 yang mengambil pembelajaran online. K-12 merupakan frasa untuk menyebut K atau Kindergarten (Taman Kanak-kanak) dan 12 kelas atau 12 tahun belajar.
K-12 bisa disebut sebagai sekolah persiapan siswa-siswi sebelum masuk perguruan tinggi. Pada tahun 2010, angka tersebut melejit hingga mencapai angka 4 juta siswa. Diperkirakan pada tahun 2019, sebanyak 50 persen sekolah menengah akan memanfaatkan pembelajaran online sebagai basis utama cara belajar siswa-siswi tersebut.
Senada dengan data di atas pada 2015, Statista mencatat bahwa 49 persen siswa telah mengambil pembelajaran online dengan durasi minimal 12 bulan. Statista menyebutkan, pembelajaran online atau elektronik akan mencapai nilai $243 miliar di seluruh dunia pada tahun 2022.
Selain itu, Statista juga mencatat bahwa 65 persen fakultas di berbagai perguruan tinggi akan mendukung sistem “open educational resource” yang salah satunya adalah menghadirkan pembelajaran online bagi mahasiswa-mahasiswi perguruan tinggi.
Angka-angka tersebut jelas sebuah “peringatan” bagi dunia pendidikan untuk memperbarui sistem pembelajaran mereka. Statista mencatat, pada bulan April 2015, 65 persen pelajar di seluruh dunia menginginkan pengajar mereka untuk mengizinkan para pelajar lebih banyak menggunakan laptop dalam pembelajaran.
Ini mengindikasikan bahwa penggunaan perangkat teknologi yang semakin masif di kalangan pelajar harus segera didukung oleh sistem pembelajaran yang ada. Di Amerika Serikat, 61 persen siswa telah menggunakan laptop dalam 2 hingga 3 kali per minggu guna keperluan sekolah mereka.
Mendukung pembelajaran para siswa-siswi dengan teknologi, merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Terutama dengan modul-modul online yang bisa dengan mudah diambil oleh siswa-siswi maupun masyarakat secara umum.
Yang menarik, penggunaan pembelajaran online salah satunya disebabkan kemampuan metode pembelajaran online untuk bisa merekomendasikan apa yang disukai siswa-siswi yang mengambil kelas online. Hal ini mirip seperti toko online yang bisa menentukan rekomendasi yang mungkin disukai seorang pengguna setelah ia membelanjakan uangnya di toko online tersebut. Hal ini tentu saja bisa dilakukan lantaran penggunaan Big Data dalam sistem pembelajaran online tersebut.
Baca juga: TED Talks, Alternatif Pendidikan di Dunia Online