Kisah dan Fakta-fakta Gelap di Balik Sejarah Columbus
https://www.naviri.org/2017/10/fakta-gelap-Columbus.html
Naviri.Org - Chritopher Columbus dicatat dalam sejarah sebagai penemu benua Amerika. Kenyataannya, menurut sejumlah sumber sejarah, Columbus tak pernah menginjakkan kakinya di Amerika Utara. Selama empat kali pelayaran besarnya antara 1493 hingga 1502, ia hanya berkutat di sekitar Karibia dan Amerika Selatan.
Parahnya, saat pertama kali menemukan Dunia Baru, ia tetap bersikeras bahwa wilayah tempat pertama kali mendarat adalah Asia (tepatnya India, sehingga menyebut orang-orang lokal sebagai Suku Indian). Misi awal pelayaran Columbus memang untuk mencari jalan ke Asia, namun ia tersesat hingga ke Amerika Tengah.
Ada beberapa teori tentang siapa yang pertama kali menginjakkan kakinya di Amerika Utara. Salah satunya merujuk sosok Lief Erikson dari Bangsa Viking yang tinggal di Islandia dan memimpin pelayaran di abad ke-11 hingga mendarat di Amerika Utara, tepatnya di Newfoundland (Kanada).
Teori lain mengatakan jika pendatang pertama yang lebih dulu datang dan menjalin kontak dengan orang lokal di wilayah yang kini jadi negeri Paman Sam adalah orang-orang Fenisia di milenium pertama Sebelum Masehi.
Sayangnya, masih banyak institusi pendidikan di berbagai negara yang belum mengubah informasi tentang Columbus. Sejarah Columbus akhirnya dipenuhi mitos-mitos atau informasi yang ditulis melenceng sehingga mengaburkan kenyataan.
Nama ketiga kapal Columbus, misalnya, ada kemungkinan besar tak memakai nama asli. "Nina" adalah panggilan untuk kapal Santa Clara. "Pinta" juga sama, tapi nama asli kapal tak pernah diketahui. Sedangkan "Santa Maria" kala itu populer untuk menamai kapal La Gallega.
Para pelajar kerap diberi pemahaman bahwa Columbus berlayar untuk membuktikan teori bumi bulat. Banyak sejarawan menolak teori ini. Mereka meyakini Columbus sudah tahu soal bumi bulat dari teori Pythagoras yang dikembangkan Aristoteles dan Euklides.
Teori bumi bulat tercantum di buku-buku Eropa tahun 1200-1500-an, termasuk Geografi karya Ptolomeus yang dimiliki Columbus. Tujuan pelayaran Columbus, selain eksplorasi Dunia Baru, adalah pengukuran luas samudera, bukan pembuktian bentuk bumi.
Hal penting lain yang kerap ditutupi sejarah, menurut para sejarawan termasuk Laurence Bergreen yang menulis buku “Columbus: The Four Voyages”, adalah fakta bahwa Columbus bersikap kejam terhadap orang-orang lokal di wilayah yang ia taklukkan.
Pelayaran pertamanya cukup membuat reputasinya moncer di kalangan pembesar istana Spanyol. Raja Ferdinand dan Ratu Isabela mengangkatnya sebagai Viceroy Spanyol Baru pertama di Pulau Hispaniola selama periode tahun 1492–1499. Selama periode tujuh tahun inilah ia menjalankan kekuasaan dengan tangan besi.
Satu dekade yang lalu, jurnalis Spanyol Consuelo Varela menemukan dokumen terbuang yang sempat dihilangkan oleh monarki Spanyol untuk menyembunyikan fakta betapa tirannya Columbus. Kepada Guardian Varela menyebutkan orang-orang lokal Karibia sering dihukum Columbus secara tak manusiawi, dan praktiknya bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan.
Misalnya, catatan tentang seorang laki-laki Hispaniola yang ketahuan mencuri, dan Columbus memerintahkan aparat untuk memotong hidung dan telinganya. Si laki-laki lalu ditaruh di penjara besi dengan tangan terborgol, dan akhirnya dilelang sebagai budak.
Columbus adalah tokoh utama yang memelopori perdagangan budak lintas Atlantik dalam skala besar. Hal ini diyakini oleh James W. Loewen dan sejarawan lainnya. Columbus mengirim lebih banyak budak dibanding individu lain di masanya. Saat Benua Amerika sedang dibangun orang-orang Eropa yang sevisi dengan Columbus, perbudakan orang-orang kulit hitam juga mulai terjadi, yakni melalui perburuan orang-orang Afrika untuk kemudian dibawa ke negeri Paman Sam.
Sejarawan Howard Zinn menulis di karyanya yang termahsyur, A People's History of the United States (1980), bahwa pada 1495 anak buah Columbus menangkap 1.500 orang asli Arawak, termasuk perempuan dan anak-anak, untuk dikirim ke Spanyol. 40 persen dari mereka meninggal di perjalanan.
Ada juga kisah tentang seorang perempuan yang menyebarkan rumor bahwa Columbus adalah orang melarat. Ia kemudian dihukum adik Columbus, Bartolomeo. Hukumannya mengerikan: selain diarak keliling kota tanpa busana, perempuan itu pun dipotong lidahnya karena dianggap berkata lancang. Columbus mengucapkan selamat pada Bartolomeo karena dianggap telah membela nama baik keluarga.
Dalam perspektif kolonialisme dan imperialisme kulit putih era awal, tak susah untuk memahami kelakuan Columbus, bahkan untuk kekejaman tingkat lanjut sekalipun: penyiksaan atas nama perbudakan dan pembunuhan besar-besaran terhadap orang-orang lokal.
Menurut catatan saksi sejarah Bartolome de Las Casas dan diceritakan ulang dalam buku American Holocaust: The Conquest of the New World (1992) karya David E. Stannard, Columbus menerapkan sistem Encomienda. Encomienda adalah program memperbudak pihak yang terjajah dan telah dilaksanakan sejak Eropa abad pertengahan. Bahkan dalam kondisi merebaknya penyakit mematikan pun program ini tetap dilaksanakan dengan tangan besi oleh rezim pemerintah Spanyol di Karibia.
Setelah pulih dari wabah penyakit, Columbus mengorganisasikan pasukannya dengan membentuk sebuah skuadron yang terdiri dari beberapa ratus orang bersenjata berat dan lebih dari 20an anjing penyerbu. Pasukan ini membunuh ribuan orang-orang asli yang masih sakit dan tak bersenjata. Beberapa ada dijadikan tawanan untuk latihan pedang, lebih tepatnya kelinci percobaan apakah pedang bisa membelah tubuh manusia dalam sekali tebas.
Las Casas mencatat ada kurang lebih 50.000 penduduk asli yang tewas selama masa pendudukan Columbus. Mereka ini juga meliputi orang-orang yang melawan rezim hanya dengan bermodal keberanian, dan kemudian tewas di ujung senapan mesiu.
Pada 20 Mei 1506, di usia kira-kira 54 tahun, Columbus meninggal di Valladolid, Spanyol, akibat menderita penyakit sindrom reiter. Makamnya sempat berpindah-pindah tempat, namun akhirnya ditetapkan di Katedral Sevilla, Spanyol.