3 Alasan Penting Kebijakan Subsidi BBM Harus Dihentikan
https://www.naviri.org/2017/09/industri-film-porno-jepang.html?m=0
Data terkini dari Kemenkeu RI menyebut anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 mencapai Rp 500 triliun. Dan angka ini akan tembus Rp 700 triliun pada akhir tahun jika kebijakan ini tidak segera dihentikan.
Subsidi segede itu untuk membayari selisih biaya produksi Solar, Pertalite dan Gas 3KG dengan harga jual kepada publik. Misal harga produksi solar seharusnya Rp 14 ribu, namun saat ini harga jual hanya Rp 5.200. Artinya setiap liter solar, pemerintah memberi subsidi Rp 8.800. Kalikan saja dengan jutaan liter.
Demikian juga Pertalite. Biaya produksi BBM ini seharusnya Rp 14.450. Namun dijual dengan hanya Rp 7.650. Ada subsidi Rp 6.800 per liter.
Kenapa biaya produksi melambung? Ya karena harga minyak dunia meroket semenjak diktator berdarah dingin Putin menyerbu Ukraina.
Banyak orang tidak tahu, bahwa Indonesia net importer minyak. Artinya, kebutuhan minyak kita lebih tinggi daripada produksi. Dan ingat, harga minyak kita tetap harus diukur dengan harga dunia.
Ada orang yang bilang, kan kita produksi minyak sendiri? Nah orang ini belum paham bahwa kita net importer. Artinya, minyak kita tidak cukup untuk produksi solar dan Pertalite + Pertamax.
Ada juga yang bilang: kenapa kita harus mengikuti harga minyak dunia? Nah orang ini agak pandir. Ibaratnya begini: kenapa harga emas hari ini Rp 800 ribu per gram? Ya karena harga komoditas (seperti emas, minyak dan kelapa sawit) memang harus mengacu pada harga dunia. Kalau tidak, memang kita mau emas dibeli dengan harga hanya Rp 400 ribu per gram? Hanya orang bodoh yang mau jual emas Rp 400 ribu per gram, sementara harga pasaran 2 kali lipatnya.
Kembali ke kebijakan subsidi BBM. Dana Rp 500 triliun lenyap untuk sebuah kebijakan yang tidak efisien, tidak tepat sasaran dan amat boros.
Berikut 3 alasan kenapa subsidi BBM sebaiknya dihentikan selamanya.
Subsidi hanya untuk orang kaya dan mampu
Data terkini dari Susenas menyebut, 89% penerima subsidi solar adalah pengusaha kaya dan mampu. Sementara 70% penerima subsidi Pertalite adalah juga kelas menengah kaya dan mampu (yang masih sanggup membeli mobil atau sepeda motor). Dan 68% penerima subsidi LPG 3KG adalah keluarga mampu.
Sementara ada jutaan orang yang mau makan saja susah, anaknya kelaparan kekurangan gizi, rumahnya hanya gubuk reyot, dan kalau mandi harus di pinggrian sungai, sama sekali tidak menikmati subsidi BBM yang jumlahnya Rp 500 triliun.
Ini ibaratnya kita punya dana Rp 10 juta. Lalu ada dua orang yang mau kita sumbang. Yang satu punya Vario dan Ayla; dan yang satu benar-benar kaum dhuafa, dan rumahnya hanya gubuk seadanya. Lalu kita milih nyumbang Rp 10 juta kepada orang yang sudah punya Vario dan Ayla.
Hanya pemerintahan absurd yang akan terus mempertahankan kebijakan tidak adil itu.
Iklan penghapusan subsidi BBM seharusnya memakai video bergaya storytelling seperti ini. Gambarkan kontras dua orang, yang satu naik mobil dan menikmati subsidi BBM tiap hari dengan senyam senyum. Lalu tayangkan juga video orang miskin yang anaknya mau sekolah saja susah, karena tidak sanggup beli baju seragam. Gambarkan kontras dua adegan orang ini dengan tajam.
Shoot adegan orang yang naik mobil menikmati subsidi BBM sambil siul-siul. Lalu tayangkan gambar anak kecil yang menangis sedih karena gagal berangkat sekolah lantaran tidak ada biaya. Akhiri video dengan kalimat: hentikan subsidi BBM agar adik-adik kita yang kurang mampu bisa berangkat sekolah. Sebab masa depan adik-adik ini adalah masa depan bangsa kita.
Alihkan subsidi BBM secara lebih tepat sasaran
Dari alasan pertama kita tahu, betapa salahnya sasaran penerima subsidi negara. Sebab mayoritas penerimanya justru orang kaya dan orang mampu. Sebaliknya, jutaan orang dhuafa tidak pernah menikmati subsidi tersebut.
Bayangkan, apa yang bisa kita gunakan dengan anggaran subsidi BBM Rp 500 triliun itu, yang selama ini hanya dinikmati pengusaha kaya dan orang mampu?
Dana Rp 500 triliun bisa digunakan untuk membangun puluhan ribu gedung sekolah atau ribuan kilometer jalan raya, jembatan, bendungan irigasi, hingga puluhan ribu Puskemas dan RS.
Dana Rp 500 triliun juga bisa dialihkan untuk membiayai jutaan anak dhuafa sekolah secara gratis hingga lulus D3 atau S1 (tonjolkan aspek ini dalam iklan video tentang penghapusan subsidi BBM).
Atau dana Rp 500 triliun bisa digunakan untuk menaikkan gaji guru honorer di seluruh Indonesia. Selama ini para guru honorer punya jasa amat besar. Lalu kenapa saat negara punya dana Rp 500 triliun, memilih untuk disumbangkan ke pengusaha kaya dan kelas menengah kaya yang naik mobil, bukan diberikan untuk menaikkan gaji ribuan guru honorer yang upahnya sangat minim?
(Tonjolkan juga aspek ketidakadilan di atas dalam iklan video tentang penghapusan subsidi BBM. Kalau iklan videonya bagus, pasti akan viral di Youtube dan Tiktok. Sayangnya, orang Kominfo dan humas Kementerian kurang kreatif kalau bikin iklan layanan masyarakat).
Mengurangi mobil pribadi dan kemacetan
Penelitian menunjukkan saat harga BBM naik signifikan, maka jumlah pengguna mobil pribadi akan menurun. Pengurangan mobil pribadi akan amat membantu mengurangi laju kemacetan yang makin parah di berbagai kota besar di tanah air.
Sebagian pengguna mobil dan juga motor akan pindah menggunakan layanan transportasi publik saat harga BBM naik tajam. Dan ini tren yang amat bagus buat mengurangi kemacetan yang parah.
Lalu dari mana duit untuk memperbaiki kualitas angkutan publik yang masih kurang bagus? Ya itu tadi, pakai juga dana subsidi BBM yang besarnya Rp 500 triliun.
Dengan modal anggaran Rp 500 triliun, banyak kota yang akan bisa membangun fasilitas MRT, LRT (kereta layang) hingga Electric Bus yang nyaman. Anehnya, pemerintah memilih membuang dana Rp 500 triliun buat Subsidi BBM yang tidak tepat sasaran; dan bukan dipakai untuk membangun LRT di seluruh Indonesia.