Menuju Kebebasan Finansial (1)
https://www.naviri.org/2017/05/Finansial-page-1.html
Naviri.Org - Saya benar-benar takjub saat membaca buku bisnis yang ditulis oleh Marshall Silver. Buku berjudul Passion, Profit & Power itu tidak hanya memaksa saya begadang sampai beberapa malam untuk mengkhatamkannya, namun juga membuat saya pening karena memikirkan fakta-fakta yang diungkapkannya.
Di dalam buku itu, Marshall Silver menyatakan bahwa seluruh uang yang ada di muka bumi ini, 50% (lima puluh persen) hanya dikuasai oleh 1% (satu persen) orang saja.
Sisa dari 50% itu, 90% (sembilan puluh persen) hanya dikuasai oleh 5% (lima persen) orang.
Jadi kini tinggal 10% (sepuluh persen) yang tersisa dari sisa 50% tadi. Dan sisa uang 10% yang saat ini beredar itu dibagi (dimiliki) oleh 95% (sembilan puluh lima persen) orang yang saat ini masih hidup di muka bumi ini!
Melihat fakta-fakta itu, dan melihat bagaimana proporsi uang yang ‘terbagi’ di dunia ini, tentunya ada satu misteri besar yang menjadi penyebab sekaligus jawaban dari pertanyaan, ‘Mengapa bisa seperti itu?’ Ya, mengapa uang yang ada di bumi ini bisa terbagi secara ‘tidak merata’ seperti itu? Kalau mau menggunakan hukum proporsi, bukankah pembagian itu sama sekali tidak proporsional?
Coba tebak, apabila seluruh uang yang ada di muka bumi ini dibagi rata pada setiap orang penduduk bumi yang masih hidup saat ini, berapakah kira-kira masing-masing orang akan memperoleh bagian?
Kamu pasti akan terkejut kalau tahu jawabannya.
Majalah keuangan terbitan Singapura, Wealth Mastery, memberikan jawabannya. Dan inilah jawabannya; apabila seluruh uang di semua negara yang ada di muka bumi ini dibagi rata pada setiap orang penduduk bumi yang masih hidup saat ini, maka masing-masing orang akan mendapatkan sekitar USD 2.400.000 (dua juta empat ratus dolar US), atau sekitar Rp. 24.000.000.000,- (lebih dari dua puluh lima milyar rupiah)!
Jadi, sekali lagi, kalau saja semua uang yang ada di dunia ini dibagi secara merata, maka siapapun yang masih hidup saat ini, masing-masing akan memiliki uang tunai sejumlah USD 2.400.000! Cukup mengejutkan, bukan?
Tetapi, yang lebih mengejutkan lagi, apabila seluruh uang yang ada di muka bumi ini benar-benar dibagi rata seperti itu, maka dalam waktu lima tahun semenjak uang itu dibagi rata pada setiap orang, maka proporsi dan komposisinya akan kembali lagi seperti semula. Satu persen orang akan kembali menguasai 50% uang yang beredar, 5% orang akan kembali menguasai 90%, sementara yang lain (yang 95% orang) akan kembali berebutan sisa uang yang tinggal 10%.
Sekali lagi, mengapa bisa seperti itu...?
Sebelum melanjutkan pembahasan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk flashback ke 62 tahun yang lalu. Dulu, enam puluh dua tahun yang lalu, saat negeri ini baru merdeka dari penjajahan, setelah bangsa kita tercinta ini memproklamirkan kemerdekaan, Indonesia mulai mencetak uang sendiri yang bernilai rupiah, dan mata uang rupiah inilah yang kemudian diakui secara resmi sebagai mata uang yang sah hingga hari ini.
Nah, ketika pertama kali mata uang rupiah itu dicetak, masing-masing seluruh orang yang masih hidup di negeri ini diberi uang sejumlah 1 (satu) rupiah. Jadi, waktu itu, masing-masing orang memperoleh uang dari pemerintah RI sejumlah Rp. 1,- (satu rupiah). Di dalam sejarah tertulis, pembagian uang ini pada waktu itu dikenal sebagai ORI (Oeang Repoeblik Indonesia).
Apa yang kemudian terjadi? Faktanya tepat seperti yang diramalkan para pakar keuangan di dunia hari ini. Lima tahun semenjak pembagian uang secara rata itu, proporsi dan komposisi uang yang beredar pada waktu itu 50%-nya dikuasai oleh 1% orang, 90%-nya dikuasai oleh 5% orang, dan sisa 10%-nya dimiliki oleh 95% orang lainnya.
Sekali lagi, mengapa bisa seperti itu?
Masing-masing dari kita (atau mungkin akan lebih adil jika ditulis; sebagian dari kita) adalah budak keinginan yang tak pernah terpuaskan! Kita adalah budak keinginan, budak konsumerisme, budak kapitalisme, sekecil apa pun keterbudakan itu, diakui atau tidak, disadari atau pun tidak! Dan selama kita masih menjadi budak semacam itu, maka selamanya pula kita akan terus menjadi budak uang!
Komputer saya saat ini, komputer yang saya gunakan untuk menulis artikel ini, adalah komputer paling canggih dengan tiga harddisk berkapasitas besar, dengan RAM berkekuatan besar, dan dilengkapi fitur serta program yang sangat lengkap. Di dalam komputer ini, saya tidak hanya memasukkan dokumen-dokumen kerja, namun juga menyimpan gambar dan foto, film dan animasi, dan lain-lain.
Kalau diukur dari segi kebutuhan, maka komputer ini sudah lebih dari cukup. Saya bisa melakukan apa pun yang saya inginkan (kerja, belajar, hiburan, informasi) melalui komputer. Tetapi kalau diukur dari segi keinginan... nah, komputer ini tentu saja tidak pernah cukup!
Kalau mau menuruti keinginan, saya tentunya ingin komputer tidak cuma menggunakan tiga harddisk, tapi lima atau tujuh harddisk sekaligus, agar saya bisa menyimpan lebih banyak hal di dalamnya. Kalau mau menuruti keinginan semata-mata, sungguh kita tak akan pernah terpuaskan.
Jadi, inilah yang menjadi akar dan asal mula komposisi jumlah uang yang ada di muka bumi bisa tidak imbang—sebagian besar dimiliki oleh sebagian kecil orang, sementara sisanya yang sedikit diperebutkan sebagian besar orang—karena lebih banyak orang yang menjadi budak keinginan.
Sekarang mari kita berefleksi dan introspeksi, dan lihatlah fakta mencengangkan di balik sesuatu yang biasa kita lakukan sehari-hari, namun tak pernah kita sadari.
Kalau kamu bekerja dan menghasilkan uang (misalnya) lima juta rupiah per bulan, bagaimana kamu akan menggunakan uang itu?
Jawabannya adalah ini: Sebagian besar (bahkan sering kali seluruhnya) uang itu kamu berikan kepada orang lain atau pihak lain! Jadi kamu bekerja keras, mati-matian, banting tulang siang dan malam untuk memperoleh uang, kemudian orang atau pihak lainlah yang menikmatinya!
Oh, jangan memprotes dulu.
Sekarang kita asumsikan dalam estimasi pembagian uang yang kamu peroleh dalam bekerja selama satu bulan itu, dalam pembagian umum seperti ini:
Lima juta rupiah yang diperoleh dari penghasilan satu bulan biasanya digunakan untuk: mengisi pulsa ponsel, mengisi bensin atau oli atau servis kendaraan, membayar tagihan listrik, air atau telepon (khususnya bagi yang sudah hidup di rumah sendiri), membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari (makan, minum, camilan, etc), dan sisanya untuk menghibur diri. (Menghibur diri ini bisa berbentuk makan di restoran favorit, masuk kafe untuk menikmati live music, dugem di diskotik, ataupun menonton film-film terbaru).
Bukankah seperti itu cara kita biasanya membagi uang yang menjadi penghasilan kita? Nah, jadi uang lima juta yang kita hasilkan setelah bekerja selama satu bulan itu untuk siapa...?
Kamu tentu saja ingin menjawab, “Lho, bukankah semua itu untuk diriku sendiri?! Jadi uang itu untuk aku, kan?!”
Tetapi faktanya adalah: Uang itu bukan untukmu.
Ketika kamu mengisi pulsa ponsel, hakikatnya uang itu kamu berikan kepada perusahaan operator jaringan ponsel yang kamu gunakan. Ketika kamu masuk ke restoran atau kafe atau diskotik, maka hakikatnya uang itu kamu berikan kepada pemilik restoran, pengusaha kafe atau pengelola diskotik. Ketika kamu berbelanja kebutuhan sehari-hari, maka hakikatnya uang itu kamu berikan kepada pemilik perusahaan sabun, atau shampo, atau pasta gigi, atau sikat gigi, atau pemilik perusahaan tusuk gigi!
Kamu yang bekerja keras selama satu bulan untuk mendapatkan uang lima juta itu, namun orang lain yang kemudian menikmati hasil jerih payahmu!
Oh, kamu tentu saja ingin menyanggah, “Hei, hei, tunggu dulu! Tapi itu semua buat aku sendiri, kan? Semua yang kubayar dengan uangku itu untukku. Sekali lagi, untukku! Semua pulsa, semua hiburan dan semua barang yang kubeli dengan uang milikku itu untuk aku sendiri. Jadi, uang itu jelas untukku, kan?!”
Baca lanjutannya: Menuju Kebebasan Finansial (2)