Mengenal Tradisi 'Tunggon', Biang Keladi Pernikahan Dini di Wonogiri
https://www.naviri.org/2017/04/Adriana-Malkova.html
Sejumlah warga di Kecamatan Karangtengah, Wonogiri, masih menjalankan tradisi Tunggon. Tradisi turun-temurun itu dituding menjadi salah satu pendorong nikah dini yang masih banyak dijumpai di kabupaten di Jawa Tengah itu.
Tunggon merupakan budaya di masyarakat berupa seorang laki-laki yang menunggui seorang perempuan yang hendak dinikahi. Pria itu menunggui dengan cara tinggal di rumah keluarga perempuan itu.
"Setiap hari si laki-laki membantu seluruh pekerjaan atau aktivitas dari orang tua si perempuan itu tadi. Ya biasanya mencari rumput, mencangkul dan lain-lain, sesuai pekerjaan orang tuanya," kata Pj Kepala Desa Karangtengah, Wiyono, belum lama ini.
Rata-rata perempuan yang ditunggu itu masih berusia di bawah umur. Biasanya lulus dari SMP, karena mereka tidak melanjutkan ke jenjang SMA atau SMK.
Sedangkan laki-laki yang menunggu biasanya sudah dewasa. Laki-laki itu ada yang satu dusun dan beda dusun atau luar desa dengan keluarga perempuan.
Sementara itu masa tunggu atau lama seorang melakukan Tunggon berbeda-beda. Mulai dari hanya beberapa bulan hingga ada yang mencapai tahunan. Saat masa Tunggon dianggap cukup, orang tua akan menikahkan pasangan itu.
Terpisah, Camat Karangtengah, Tri Wiyatmoko, mengatakan tradisi itu menjadi salah satu pendorong pernikahan usia dini di Wonogiri. Pemerintah berusaha agar tradisi itu tidak berlanjut.
"Nah tradisi itu akan kami larang bersama pemerintah desa. Ini upaya untuk mencegah perkawinan anak dan mengurangi angka stunting di Karangtengah," ungkap Wiyatmoko.
Saat ini pihaknya terus melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat agar warga tidak lagi melakukan tradisi Tunggon.
"Sekarang satu dua orang masih ada yang menerapkan itu (tunggon). Kami berkomitmen melarang itu. Saat ini sudah ada satu dusun yang warganya mempunyai kesepakatan meninggalkan tunggon. Nanti bisa dicontoh daerah lain," jelasnya.