Mengenal Bruxism, Mengertakkan Gigi Sewaktu Tidur
https://www.naviri.org/2016/08/mengenal-bruxism-mengertakkan-gigi.html
Naviri.Org - Selain mendengkur yang bisa membuat orang lain terganggu tidurnya, ada pula gangguan tidur lain yang disebut bruxism (atau sleep bruxism), yaitu aktivitas mengertakkan gigi selama tidur, tanpa disadari oleh pelakunya. Bruxism juga sering disebut sindrom sendi rahang (temporomandibular jaw syndrome). Tidak hanya anak-anak yang mengalami hal tersebut, orang dewasa pun bisa mengalami bruxism.
Orang yang mengalami bruxism mudah ditandai dengan bunyi gigi-giginya yang terus beradu, seperti dikertakkan. Ketika itu terjadi, pelakunya sama sekali tidak sadar, bahkan sedang tertidur lelap. Karenanya, suara yang ditimbulkan dari kertakan gigi itu tidak hanya mengganggu orang lain di sebelahnya, namun juga dapat menimbulkan masalah gigi pelakunya. Bagaimana pun, kertakan gigi yang terus menerus itu akan merusak gigi. Permukaan enamel gigi akan cepat aus, menipis, bahkan bisa retak. Saat bruxism terjadi selama tidur, tingkat kertakannya sering kali sangat kuat, sehingga tidak hanya menimbulkan bunyi tapi juga merusak gigi.
Rata-rata pengidap bruxism memiliki permukaan gigi yang tak sempurna, akibat aktivitas kertakan gigi yang sering dilakukannya sepanjang malam saat tidur. Selain menjadikan penampilan gigi kurang baik, bruxism juga menjadikan gigi rentan keropos, selain juga mudah goyang.
Yang perlu diperhatikan, masalah ini juga bisa merembet ke masalah lain. Ketika bruxism terjadi sepanjang malam, dan hal itu sering terjadi, lama-lama masalah tidak hanya terbatas pada gigi, tapi juga bisa memunculkan nyeri pada pangkal rahang. Nyeri pada pangkal rahang juga bisa dirasakan di dalam telinga, karena letaknya berdekatan dengan sendi rahang. Saat bangun tidur, pengidap bruxism juga kadang mengalami sakit kepala.
Mereka yang mengalami bruxism umumnya diketahui dekat dengan stres. Umumnya pula, tingkat kertakan gigi yang terjadi pada waktu tidur seiring dengan tingkat stres yang dialami. Semakin tinggi tingkat stres, semakin sering dan semakin kuat pula kertakan gigi yang terjadi. Selain gigi-giginya yang terus bergemeletuk, pengidap bruxism juga biasanya kurang tenang saat tidur. Mereka mudah membolak-balik badan dengan gelisah sepanjang tidur, sambil terus mengeluarkan bunyi dari gigi-giginya.
Seperti yang telah disinggung di atas, bruxism sering diidap orang yang akrab dengan stres. Maria Giraki, peneliti dari Jerman, melakukan penelitian menyangkut bruxism dengan mempelajari 48 orang yang mengalami bruxism. Di akhir penelitian, ia menyatakan, “Penyebab kebiasaan mengertakkan gigi memang belum diketahui, namun faktor emosional diduga berpengaruh. Kami mencoba menyelidiki apakah perbedaan stres dan cara menyelesaikan masalah berpengaruh pada gejala bruxism.”
Untuk mengukur kadar kertakan gigi, Maria Giraki dan tim peneliti meletakkan pelat tipis di mulut para responden. Hasilnya, tidak ada pengaruh usia, jenis kelamin, atau pendidikan terhadap kebiasaan mengertakkan gigi. Artinya, siapa pun bisa mengalami masalah ini, tak peduli berapa usianya atau apa jenis kelaminnya. Meski begitu, diketahui bahwa mayoritas penderita bruxism adalah orang-orang yang didera stres setiap hari, khususnya dalam pekerjaan.
Para peneliti berasumsi, orang yang suka mengertakkan gigi adalah mereka yang tidak bisa mengendalikan stresnya hingga kemudian frustrasi.
Sampai saat ini, bisa dibilang belum ada terapi yang efektif untuk mengobati bruxism. Namun, pada pasien yang memang mengalami stres, dokter akan meresepkan obat antidepresi. Ada juga pasien yang mendapatkan hipnosis untuk mengeluarkan kecemasan dan amarahnya, sehingga kebiasaan mengertakkan gigi bisa hilang.
Selain upaya di atas, ada pula cara lain yang dapat ditempuh pengidap bruxism dalam menghindarkan akibat yang lebih parah, yaitu dengan menggunakan alat pelindung gigi selama tidur. Karena memang belum ada terapi atau obat yang tepat, yang bisa dilakukan pun baru sebatas memberi perlindungan agar komplikasinya tidak sampai merusak gigi. Ada berbagai bentuk pelindung gigi yang dapat dipasang (mirip memakai gigi palsu) selama pengidap bruxism dalam masa tidur.
Dengan memakai pelindung gigi, pengidap bruxism bisa menghindarkan kerusakan gigi lebih jauh, sekaligus meredam bunyi yang mungkin ditimbulkan. Bahan pelindung gigi itu biasanya berbentuk lunak, dan tidak mengganggu selaput lendir mulut, menghindarkan gesekan gigi, sekaligus meredam bunyi yang mungkin timbul. Meski begitu, pengidap bruxism sangat disarankan untuk rajin memeriksakan giginya ke dokter gigi, agar bisa selalu memantau kesehatan giginya.
Kemudian, karena bruxism disinyalir berhubungan dengan stres, pengidap bruxism juga bisa berupaya mengatasi dan mengendalikan stres yang mungkin diidapnya. Biasanya, pengidap bruxism adalah orang-orang yang mudah gugup, sering menjalani kehidupan dengan tegang, mudah frustrasi, dan merasa dikejar-kejar waktu. Jika Anda kebetulan pengidap bruxism dan memiliki ciri-ciri tersebut, Anda bisa mulai introspeksi untuk memperbaiki diri.