Kisah Terindah di Dunia (30)
https://www.naviri.org/2016/08/kisah-terindah-di-dunia-30.html
Naviri.Org - Tetapi ternyata Nazar tak perlu bertanya. Unicorn ternyata memang mengantarkannya ke tempat yang ingin ditujunya. Tak jauh dari tempatnya melangkah, Nazar mulai dapat melihat samar-samar adanya danau di hadapannya, dan Unicorn itu terus melangkah menuju ke sana. Jadi perjalananku sudah hampir sampai, batin Nazar dengan hati yang terasa ringan.
Di hadapan danau yang nampak tenang itu, Unicorn menghentikan langkahnya. Ia mengarahkan tatapannya pada Nazar seperti tadi, dengan tanduknya yang terarah kepada Nazar. Kali ini Nazar tak lagi merasa terancam. Mungkin memang seperti itu cara Unicorn berkomunikasi dengannya, pikirnya. Maka Nazar pun mencoba tersenyum pada Unicorn itu, berharap si Unicorn tahu apa makna senyumnya, kemudian Nazar melangkah mendekati danau yang akan membawanya menuju ke dunianya.
Danau itu tak terlalu luas. Nazar menyaksikan air bening di danau itu, sementara di bagian tengahnya nampak sesuatu seperti pusaran air yang terus berputar dengan lembut—seperti ada sesuatu yang menggerakkannya dari dasar pusarannya.
Nazar berdiri dengan terpaku. Kebimbangan kini menguasai perasaannya. Apakah ia akan jadi terjun ke danau itu—ke pusaran waktu itu? Apa yang akan terjadi nanti? Apa yang akan dihadapinya kelak? Berapa lamakah kira-kira ia akan tersesat ke dalam pusaran waktu di dalam danau itu? Nazar merasakan tubuhnya tiba-tiba gemetar karena membayangkan segala hal yang terus berkelebatan dalam pikirannya.
“Tak ada jalan untuk mundur kembali,” sebuah suara mengejutkannya dari belakang.
Nazar membalikkan tubuhnya ke arah suara itu, dan ia menghadapi sesosok Centaurus yang telah berdiri dengan kukuh di hadapannya.
Centaurus itu berkata, “Seperti yang telah dikatakan oleh bintang-bintang laut kepadaku, kau adalah orang kedua setelah waktu empat ratus tahun berlalu. Kau akan melewati pusaran itu. Dan begitu kau masuk ke dalamnya, semua yang telah diberikan oleh negeri ini kepada keluargamu akan ditarik kembali. Begitulah bintang-bintang laut mengabarkannya kepadaku.”
Nazar merasa ia ingin bertanya—untuk memastikan, “Apa...apa yang harus kulakukan begitu aku telah terjun ke dalam pusaran di danau itu?”
Dan Centaurus itu menjawab, “Bergeraklah seperti bintang-bintang laut. Bergeraklah dengan lincah dan cepatlah. Karena kau akan berkejaran dengan waktu. Teruslah menuju ke lautan...karena itulah duniamu yang telah kau tinggalkan, yang kini kau impikan.”
Nazar kembali memandang ke arah danau—kepada pusaran air di tengah danau itu. Baiklah, ia menguatkan batinnya sendiri, aku memang harus keluar dari negeri ini.
Dan ketika kemudian ia membulatkan tekadnya dan tubuhnya mulai melayang terjun ke arah pusaran air di tengah danau itu, satu-satunya hal yang masih teringat dalam pikirannya hanyalah wajah Amina...
***
Pusaran air itu terasa seperti menyedotnya dengan kuat, dan Nazar merasakan tubuhnya berputar-putar sekaligus terlempar kesana-kemari. Pusaran air yang tadi dilihatnya begitu lembut itu ternyata seperti badai tersembunyi, dan kini badai itu menghantam tubuh Nazar yang tenggelam dalam pusarannya, dan Nazar merasakan tubuhnya makin letih dihempaskan badai yang kian menggila itu. Namun Nazar masih teringat pada nasihat Centaurus terakhir...
“Bergeraklah seperti bintang-bintang laut. Bergeraklah dengan lincah dan cepatlah. Karena kau akan berkejaran dengan waktu. Teruslah menuju ke lautan...karena itulah duniamu yang telah kau tinggalkan, yang kini kau impikan.”
Ya, dia tengah berkejaran dengan waktu. Ia bukan hanya tengah melawan pusaran air yang begitu ganas ini, tetapi juga tengah melawan pusaran waktu. Ia harus secepat mungkin terbebas dari pusaran ini atau ia akan terlempar kepada waktu yang terlalu jauh.
Bersambung ke: Kisah Terindah di Dunia (31)