Kisah Terindah di Dunia (24)
https://www.naviri.org/2016/08/kisah-terindah-di-dunia-24.html
Naviri.Org - Naufal menatap Nazar dan berkata sungguh-sungguh, “Ketika kau masih berada di duniamu, pernahkah kau menyaksikan air laut yang tiba-tiba bergolak dengan hebat atau ombak yang bergulung-gulung dalam badai besar?”
Nazar mengangguk.
“Itu adalah saat para Krog mengamuk karena kelaparan.” Naufal lalu menjelaskan, “Mereka ditugaskan untuk menjaga perbatasan antara negeri ini dengan dunia luar. Aku tidak tahu pasti berapa jumlahnya—aku hanya pernah melihat dua di antara mereka ketika mereka keluar dari sarangnya. Kau...kau akan pingsan karena ketakutan bila melihatnya, Nazar. Mereka sangat tinggi dan besar sekali, dengan kulit berwarna hijau kehitam-hitaman, dan mereka memiliki tubuh yang sangat kuat, sekaligus keras seperti batu. Mereka menjadikan manusia sebagai makanannya, dan para Krog yang menjaga perbatasan itu akan suka sekali kalau ada seorang manusia yang nekat nyelonong masuk ke perbatasan itu untuk kabur, karena itu berarti mereka akan dapat jatah makan baru.”
Nazar terdiam, seperti mencerna penjelasan yang terdengar mengerikan itu. Kemudian, dengan suara yang kendur ia bertanya, “Pernahkah ada yang mencobanya? Maksudku, pernahkah ada orang yang mencoba menerobos perbatasan yang dijaga para Krog itu untuk kabur dari sini?”
Naufal mengangguk, dan menjawab dengan muram, “Ya, bahkan beberapa kali. Dan semua dari mereka yang nekat itu tak pernah ada yang berhasil.”
“Katamu tadi, para Krog itu raksasa pemakan manusia,” ujar Nazar kemudian, mengalihkan topik pembicaraan karena ia merasakan belakang lehernya yang tiba-tiba terasa dingin, “nah, dari mana mereka akan memperoleh makanannya kalau tidak ada manusia yang nekat lagi untuk menerobos perbatasan itu?”
“Itulah kenapa kemudian mereka terkadang menjadi mengamuk karena kelaparan,” sahut Naufal. “Apabila sudah cukup lama mereka tidak makan, maka beberapa di antara mereka biasanya akan pergi ke tengah lautan untuk mencari manusia yang bisa dijadikan santapan. Saat itulah laut akan terlihat bergejolak tak karuan dan ombak bergulung-gulung besar...dan kemudian akan ada korban yang jatuh—dan hilang tanpa pernah ditemukan...”
Nazar merasakan leher bagian belakangnya semakin dingin. Sekarang dia tahu maksud Naufal—jika kau tahu apa yang kau inginkan—untuk kabur dari negeri itu—kau tidak akan melakukannya!
***
Tetapi cinta adalah sebuah kekuatan besar dengan energi yang sama besarnya. Dan cinta di dalam dada Nazar—cintanya kepada Amina—belum mampu ia hapuskan apalagi ia lupakan, dan energi cinta itu terus mendesaknya, mendorongnya, untuk terus mencari cara agar bisa keluar dari negeri itu, untuk kembali ke dunia asalnya, untuk kembali menemui Amina, kekasihnya.
Nazar mengakui bahwa ia dapat melupakan dan meninggalkan semua yang pernah dimilikinya di dunianya dulu—keluarganya, kawan-kawannya, sahabat-sahabatnya—namun dia tahu bahwa dia tak bisa melupakan ataupun meninggalkan Amina. Setiap hari dia merisaukannya. Setiap hari dia memikirkannya. Setiap hari pula cinta di dalam hatinya berbisik...dan bisikan itu terdengar seperti suara jeritan dan seruan yang nyaring...bisikan kerinduan...jeritan kerinduan...seruan kerinduan...
Dia harus keluar dari tempat ini, Nazar memutuskan, ini bukanlah dunianya, dan dia harus dapat keluar dari negeri antah-berantah ini untuk kembali ke dunia asalnya—untuk dapat kembali menemui kekasihnya. Tetapi setiap kali teringat pada penuturan Naufal tentang para Krog... Nazar mengutuk dalam hati. Mengapa di dunia ini harus ada makhluk semacam itu???
***
Ketika desakan kerinduan itu terasa semakin tak tertahankan di dalam hatinya, Nazar merasa dirinya telah nekat. Pada suatu siang saat ia beristirahat dari bekerjanya, dia berbincang-bincang seperti biasa dengan Naufal, dan Nazar kembali memulai topik percakapan yang beberapa hari lalu pernah mereka bicarakan.
Bersambung ke: Kisah Terindah di Dunia (25)