Otak Penderita Insomnia Lebih Aktif
https://www.naviri.org/2016/07/otak-penderita-insomnia-lebih-aktif.html
Naviri.Org - Hal paling inti yang menjadikan seseorang menderita insomnia tampaknya memang pada otak. Bagaimana pun, otak yang aktif sering kali membuat tidur terasa sulit. Tidur baru bisa dilakukan dengan mudah, jika otak dalam keadaan tenang, rileks, dan tidak banyak berpikir atau tegang. Kenyataannya, para pengidap insomnia terbukti memang memiliki otak yang lebih aktif dibandingkan orang yang tidak mengalami masalah insomnia.
Kenyataan itu terungkap dalam sebuah riset yang dilakukan di Johns Hopkins University School of Medicine. Para peneliti di sana melakukan riset dengan mempelajari aktivitas otak 28 responden. Sebanyak 18 responden menderita insomnia, sedangkan 10 lainnya biasa tidur dalam keadaan normal (tidak menderita insomnia). Riset itu ditujukan untuk mengetahui lebih banyak tentang gangguan tidur.
Di akhir riset, para peneliti menemukan bahwa penderita insomnia kronis menunjukkan kemampuan adaptasi atau plastisitas motor cortex lebih baik, dibanding orang yang tidur teratur. Motor cortex adalah area otak yang mengukur pergerakan. Responden dengan insomnia juga menunjukkan stimulasi neuron pada motor cortex yang lebih mudah. Hal itu mengindikasikan proses alur informasi yang selalu tinggi.
Melalui berbagai tes, peneliti mengukur kemampuan adaptasi motor cortex tiap responden. Pada fase pertama, peneliti menggunakan elektroda dan accelerometer untuk mengukur kecepatan dan ketepatan gerakan jempol para responden. Peneliti kemudian menggunakan transcranial magnetic stimulation (TMS), untuk mengirim gelombang elektromagnetik ke daerah motor cortex tanpa menimbulkan rasa sakit. Gelombang tersebut tidak membahayakan aktivitas otak. Selama proses TMS, peneliti mengawasi pergerakan jempol para responden.
Pada tahap akhir, peneliti melatih gerakan jempol tiap partisipan dengan arah berlawanan. Setelah itu, partisipan kembali melakukan TMS untuk mengetahui kemampuan adaptasi motor cortex-nya. Dalam tahap itu, peneliti juga mengukur kemampuan partisipan dalam mempelajari gerakan baru. Hasilnya, orang yang menderita insomnia menunjukkan kemampuan yang lebih baik dibandingkan orang yang tidak menderita insomnia.
Rachel E. Salas, dari Johns Hopkins University School of Medicine, menyatakan, “Responden yang menderita insomnia tak jauh beda dengan mobil yang selalu berlari atau lampu yang terus menyala. Mereka memiliki faktor penyebab yang memberi pengaruh berbeda. Hal itulah yang menyebabkan insomnia sulit disembuhkan, dan memerlukan riset lebih lanjut.”
Otak yang sangat aktif tentu memiliki segi positif, khususnya dalam kecepatan berpikir dan mempelajari keterampilan baru. Namun, hal itu juga menimbulkan dampak negatif, yang salah satunya menjadikan orang sulit tidur dan mengalami insomnia. Saat ini, diperkirakan lebih dari 50 persen orang Amerika menderita insomnia. Riset yang dilakukan di atas diharapkan bisa menemukan terapi penyembuhannya.