GP Ansor: Omnibus Law Cipta Kerja adalah RUU yang Tidak Jujur
https://www.naviri.org/2016/07/Minori-Umeda.html
Naviri Magazine - Gerakan Pemuda (GP) Ansor menganggap Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang disusun dengan metode Omnibus Law merupakan RUU yang tidak jujur. GP Ansor mengaku sudah mengkaji naskah akademik dan draf RUU Ciptaker itu selama dua bulan terakhir.
"RUU Omnibus Cipta Lapangan Kerja, sering disingkat Cilaka, merupakan RUU yang tidak jujur," kata Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangan tertulis.
Yaqut mengatakan berdasarkan kajian pihaknya, RUU 'Cilaka' itu merupakan RUU yang lebih menitikberatkan pada investasi dan investor daripada menciptakan lapangan kerja dan para pekerja.
Menurut Yaqut, pihaknya juga mencermati bagaimana pemerintah meyakinkan publik agar menerima RUU ini dengan argumen memperbanyak investasi dan menarik investor dari pada narasi bagaimana menciptakan dan mengembangkan lapangan kerja.
Selain itu, kata Yaqut, komunikasi pemerintah kepada masyarakat juga buruk dalam menyiapkan draf aturan ini, sehingga RUU ini disusun secara tidak jujur.
"GP Ansor menilai bahwa penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini tidak mengikuti pola penyusunan undang-undang yang baik dan demokratis," ujarnya.
Anggota DPR dari Fraksi PKB itu menilai RUU Ciptaker ini lebih tepat disebut sebagai RUU Omnibus Law Investasi.
Pasalnya penyusunan RUU itu hanya dikonsultasikan kepada publik melalui Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan Konsultasi Publik Omnibus Law. Terlebih Satgas ini juga lebih banyak melibatkan asosiasi pengusaha, pengusaha, dan pejabat pemerintah daerah
"Konsultasi sama sekali tidak melibatkan asosiasi atau serikat pekerja dan organisasi kepemudaan yang juga ikut menaungi banyak pemuda berusia produktif Indonesia, yang sebenarnya menjadi principal role occupants atau pelaksana norma utama, sekaligus target sesungguhnya dari pemberlakuan RUU ini," tuturnya.
Yaqut menyebut RUU Ciptaker sebagai RUU Obscure Law. Oleh karena itu, lanjutnya, GP Ansor mendesak DPR mengembalikan RUU tersebut ke pemerintah agar dikaji lagi dan mengomunikasikannya dengan baik.
"Dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama para principal role occupants," katanya.
Sebelumnya, pemerintah sudah selesai menyusun draf dan naskah akademik RUU Ciptaker. Pemerintah jug telah menyerahkan draf dan naskah akademik RUU itu kepada DPR untuk ditindaklanjuti.
Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meminta kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani untuk menindaklanjuti RUU Ciptaker dan bisa diselesaikan dalam waktu tiga bula.
"Saya bisik-bisik, kalau bisa Bu jangan sampai lebih dari tiga bulan," kata Jokowi saat Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024, di Istana Negara, Jakarta, Desember 2019.
Sementara, Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas mengatakan RUU Ciptaker tak memungkinan dibahas masa sidang II ini. Supratman menyebut masa sidang II akan barakhir pada 27 Februari 2020.
Namun, politikus Partai Gerindra itu menyebut tak menutup kemungkinan pembahasan RUU Ciptaker bisa dilakukan saat DPR memasuki masa reses. Menurutnya, peluang itu memungkinkan terjadi jika ada permintaan khusus dari pimpinan DPR.
Belum masuk dalam pembahasan, sejumlah pihak, mulai dari kalangan buruh, aktivis lingkungan hidup, organisasi pers, hingga pakar hukum tata negara mengkritik isi draf RUU Ciptaker itu. Menurut mereka, isi RUU itu lebih berpihak pada pengusaha ketimbang rakyat kecil.