Fakta-fakta di Balik Pembatalan Pembelian Twitter oleh Elon Musk
https://www.naviri.org/2016/06/Angela-Lorenza-page-18.html
Milarder Elon Musk secara resmi mencoba mengakhiri tawarannya untuk membeli Twitter senilai US44 miliar (658,99 triliun) dengan dalih perusahaan yang dipimpin Parag Agrawal itu melakukan pelanggaran perjanjian soal akun bot.
Reuters mengungkapkan, bos SpaceX itu menilai perusahaan media sosial tersebut gagal memberikan informasi tentang akun palsu di platformnya. Imbas keputusan Musk itu, saham Twitter turun 6 persen dalam perdagangan yang diperpanjang pada hari yang sama.
Musk sendiri menyerang Twitter dalam kicauannya atas perhitungan bot. Setelah itu, tim hukum Musk benar-benar mengambil langkah untuk mengakhiri kesepakatan untuk membeli Twitter.
Berikut rincian alasan Elon Musk mengajukan pembatalan perjanjian itu:
1. Informasi palsu soal akun bot
"Tn. Musk mengakhiri Perjanjian Penggabungan karena Twitter melakukan pelanggaran material terhadap beberapa ketentuan Perjanjian itu, dan tampaknya membuat pernyataan palsu dan menyesatkan yang diandalkan oleh Musk saat memasuki Perjanjian Penggabungan, dan kemungkinan akan mengalami Efek Merugikan Material Perusahaan," tulis pengacara Musk dalam sebuah surat kepada Chief Legal Officer Twitter, Vijaya Gadde, dikutip dari Techcrunch.
Musk menuding Twitter menyesatkan investor dan pengguna tentang jumlah akun palsu di platformnya, yang telah lama diperkirakan perusahaan di bawah 5 persen.
"Twitter telah berulang kali membuat pernyataan dalam pengajuan tersebut mengenai bagian mDAU (monetizable daily active users/pengguna aktif harian yang dapat dimonetisasi) yang palsu atau spam," lanjut pernyataan tim hukum itu.
2. Tak dapat akses ke pusat data
Pihak Musk juga mengklaim bahwa Twitter tidak memberinya akses yang cukup ke pusat data untuk melakukan analisisnya sendiri. Padahal, Twitter sudah memberinya akses ke 'firehose', pusat data mentah media sosial itu.
Hal itu terutama dilakukan setelah Musk bertemu dan melakukan sesi tanya jawab dengan jajaran karyawan Twitter, belum lama ini
3. Data pengguna tak murni
Surat itu juga menyatakan bahwa Twitter memberi tahu Musk dalam panggilan telepon yang tidak dilaporkan bahwa perusahaan memasukkan akun yang ditangguhkan dalam nomor pengguna aktif hariannya yang dapat dimonetisasi (mDAU).
"Pengakuan Twitter bahwa mereka berhenti menghitung pengguna palsu atau spam di mDAU-nya ketika menentukan bahwa pengguna tersebut palsu tampaknya adalah hal yang salah."
"Sebaliknya, kami memahami, berdasarkan representasi Twitter selama panggilan telepon 30 Juni 2022 dengan kami, bahwa Twitter menyertakan akun yang telah ditangguhkan - dan dengan demikian diketahui palsu atau spam," lanjut pernyataan itu.
Terlepas dari dalih-dalih di atas, analis dari Hargreaves Lansdown, Susannah Streeter, menilai ancaman pembatalan kesepakatan yang sudah berulangkali dilakukan itu adalah upaya Musk untuk menurunkan harga penawaran. Pasalnya, estimasi angka bot 5 persen sudah ada sejak 2013.
"Metrik 5 persen sudah keluar sejak lama. Dia jelas sudah melihatnya. Jadi, ini mungkin strategi untuk menurunkan harga," kata dia, dikutip dari Reuters.
Apa Itu Akun Bot?
Bot spam, akun bot, atau akun palsu biasanya digunakan untuk membuat viral sebuah promosi penjualan atau kampanye atau untuk meningkatkan pengaruh seseorang atas isu tertentu.
Bot pada dasarnya adalah program yang mengunggah tweet otomatis, baik untuk informasi, seperti "quakebot" pemerintah AS, yang men-tweet detail peristiwa seismik atau hiburan.
Di Indonesia sendiri akun bot banyak dipakai kelompok buzzer untuk memviralkan momen tertentu agar masuk trending topic dan banyak dibaca pengguna Twitter.
Musk, yang memiliki 100,6 juta pengikut di Twitter, mengatakan bot menjadi masalah bagi pengiklan yang memasang promosi di platform itu berdasarkan jumlah orang yang ingin dijangkau.
Twitter telah lama mengungkapkan bahwa mereka memiliki "jumlah akun palsu atau spam" tetapi memperkirakan bahwa mereka terdiri kurang dari 5 persen dari lebih 200 juta pengguna aktif hariannya.
Apa efek pembatalan perjanjian?
Para pengamat mengatakan Musk tidak dapat secara sepihak menunda kesepakatan. Jika demikian, ayah dari 10 anak itu bisa dikenakan 'biaya perpisahan' senilai US$1 miliar (Rp14,6 triliun).
Twitter juga bisa menuntut untuk memaksanya menyelesaikan akuisisi dengan persyaratan yang disepakati.
Bret Taylor, ketua dewan direksi Twitter, menanggapi surat Musk dengan menyebut pihaknya siap untuk menyelesaikan kesepakatan dan bersiap mengajukan tuntutan.
"Dewan Twitter berkomitmen menyelesaikan transaksi pada harga dan persyaratan yang disepakati dengan Elon Musk, dan berencana mengambil tindakan hukum untuk menegakkan perjanjian merger," kicau dia.
"Kami yakin akan menang," lanjutnya. CEO Twitter Parag Agrawal me-retweet kicauan Taylor itu.
Namun demikian, Musk bisa keluar dari perjanjian penjualan Twitter jika Twitter menyebabkan "efek merugikan secara material", yang didefinisikan sebagai perubahan yang berdampak negatif terhadap bisnis atau kondisi keuangan Twitter.