Mengurai Kejanggalan Penembakan Brigadir J di Rumah Irjen Ferdy Sambo
https://www.naviri.org/2016/06/Angela-Lorenza-page-14.html
Kasus polisi tembak polisi terjadi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Jakarta Selatan pada Jumat (8/7). Brigadir J tewas ditembak oleh rekannya berinisial Bharada E.
Menurut polisi, aksi penembakan itu bukan tanpa sebab. Brigadir J diduga melakukan pelecehan terhadap istri pejabat Polri itu hingga akhirnya berteriak. Teriakan itu yang kemudian menyulut kedatangan Bharada E hingga akhirnya terjadi penembakan.
Dalam insiden itu, Brigadir J disebut pihak yang menembak terlebih dahulu. Tanpa sebab pasti, dia yang digambarkan sedang panik melepaskan tujuh kali tembakan kepada Bharada E yang mendatanginya dari lantai atas. Namun, tak ada satu pun tembakan Brigadir J yang mengenai Bharada E.
Atas tembakan itu, Bharada E membalas. Total ada lima proyektil yang lepas dari senjata milik Tamtama kepolisian itu. Satu di antaranya mengenai dada Brigadir J hingga tewas.
Kasus ini masih menyisakan banyak tanda tanya di kalangan publik. Tak ada bukti pasti juga yang dikantongi polisi terkait penembakan itu mengingat kamera pengawas atau CCTV di rumah Sambo mati saat kejadian.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mempertanyakan longgarnya pengawasan di rumah dinas milik Jenderal bintang dua tersebut.
"Apakah begitu longgarnya sistem pengamanan di rumah dinas seorang Kadiv Propam sehingga CCTV pun kabarnya rusak semua?" ucap Bambang.
Menurutnya, keberadaan personel pengamanan di rumah pejabat Polri itu juga menjadi tanda tanya besar. Pasalnya, dari hasil pendalaman sejauh ini, hanya ada tiga orang yang menyaksikan atau terlibat dalam insiden itu.
Yakni, istri Ferdy Sambo yang diduga sebagai korban pelecehan sekual. Lalu, Brigadir J yang merupakan sopir istri Ferdy Sambo dan diduga melecehkan. Serta, Bharada E yang merupakan ajudan Kadiv Propam yang bertugas mengamankan keluarga.
Ia beranggapan rumah seorang pejabat kepolisian tak mungkin hanya disinggahi oleh tiga pasukan pengamanan.
"Apakah tidak ada saksi-saksi yang lain. Kalau tidak ada saksi-saksi yang lain berarti hanya tiga orang yang berada di rumah dinas. Ini janggal bagi Rumdin pati (perwira tinggi) selevel Kadiv Propam," tambahnya.
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan pihaknya telah memeriksa empat orang saksi atas peristiwa tersebut. Namun dia tak membeberkan identitas para saksi.
Bambang menyebutkan bahwa penyelidikan menyeluruh terkait perkara tersebut harus dilakukan kepolisian. Mabes Polri, kata dia, harus membuka segala peluang kemungkinan terkait fakta-fakta dalam kasus itu.
Belum lagi, kata dia, motif Brigadir J nekat melakukan pelechan kepada istri pimpinan di rumah dinas masih buram.
Di lain sisi, Bambang menilai bahwa kasus ini harus menjadi momentum bagi Korps Bhayangkara untuk berbenah. Ia menyayangkan perilaku menyimpang anggota kepolisian malah terjadi di lingkaran terdekat pucuk pimpinan Divisi Propam.
Sebagai gambaran, Divisi Propam merupakan salah satu satuan kerja di Polri yang berfungsi untuk melakukan pengawasan dan penindakan kepada jajaran internal kepolisian. Ferdy Sambo pun kerap memberikan teguran dan aturan yang kerap terkait perilaku polisi nakal.
Salah satu yang sering mendapat sorotan ialah penggunaan senjata api yang tak sesuai aturan dan fungsinya. Kasus ini, kata Bambang, lantas menggambarkan kegagalan Sambo dalam memimpin Propam.
"Artinya Irjen Sambo juga ceroboh tidak bisa mengawasi perubahan-perubahan perilaku orang terdekat dan menjadi tanggung jawabnya," ucap dia.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo lantas membentuk tim khusus untuk menyelidiki penyebab sebenarnya di balik insiden berdarah di rumah pejabat teras Korps Bhayangkara itu.
Tim tersebut dipimpin oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono. Kemudian dibantu oleh Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryo, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto, Kabaintelkam Polri Komjen Ahmad Dofiri dan Asisten Kapolri bidang SDM Irjen Wahyu Widada.
Selain itu, kata dia, penanganan tersebut akan melibatkan unsur Divisi Propam Polri, yakni Biro Provos dan Paminal.
Listyo menyebutkan bahwa pembentukan tim khusus dilakukan untuk mencerahkan berbagai isu liar yang beredar terkait insiden tersebut. Jenderal bintang empat itu tak ingin kehilangan kepercayaan publik terhadap institusinya.
"Kami juga mendapatkan banyak informasi terkait dengan berita-berita liar yang beredar yang tentunya kita juga ingin semuanya ini bisa tertangani dengan baik. Oleh karena itu saya telah membentuk tim khusus," kata Listyo kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Josias Simon menilai bahwa tim khusus bentukan Kapolri ini perlu diberi masa waktu dalam bertugas. Pasalnya, kata dia, dimensi dan dampak dari kasus ini sudah meluas.
Menurut Josias banyak fakta yang saat ini terasa janggal harus diungkap oleh tim khusus tersebut.
"Ini harus diungkap tim khusus dan penyidik Polres Jaksel. Tapi sebaiknya tim ini juga jelas memberi batas waktu kasus ini terungkap," ucap dia.
Josias mengatakan penempatan sejumlah pimpinan Polri untuk langsung melakukan penelusuran dan nantinya memberi rekomendasi merupakan langkah tepat dalam menjawab kekhawatiran publik atas pengusutan kasus ini.
Meski demikian, ia menyebutkan tim tersebut harus benar bertugas secara profesional dan jauh dari kepentingan tertentu.
"Tim khusus yang dibentuk Kapolri memperlihatkan keseriusan menyelesaikan kasus ini secara transparan dan profesional dengan tim yang dipimpin Wakapolri," jelasnya.
Terpisah, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan tim khusus itu perlu mengurai berbagai kejanggalan yang muncul saat ini. Misalnya, kata dia, luka-luka sayatan pada tubuh Brigadir J.
Lalu rincian proyektil peluru dan senjata yang digunakan selama baku tembak tersebut. Hingga pemeriksaan terhadap Irjen Ferdy Sambo dan istrinya sebagai saksi dalam kasus tewasnya Brigadir J tersebut.
"IPW juga mengharapkan tim gabungan bisa mendeteksi ada atau tidaknya upaya obstruction of justice dalam perkara ini," ucap Sugeng.
Sebagai informasi, kematian Brigadir J hingga saat ini masih menyisakan sejumlah teka-teki bagi keluarga. Menurutnya ada sejumlah kejanggalan dari kronologi yang diceritakan pihak kepolisian.
Misalnya, pihak keluarga juga menemukan sejumlah memar, bekas sayatan senjata tajam, hingga jari tangan yang terputus.
Tak hanya itu, kejadian-kejadian aneh juga turut dirasakan keluarga. Mereka mengaku sempat didatangi sejumlah polisi dan diajak berdialog dalam kondisi rumah tertutup rapat.
Usai pertemuan itu, pihak keluarga Brigadir J tak bisa berkomunikasi menggunakan ponselnya lantaran disadap oleh orang tak dikenal.
Pihak keluarga juga berharap pada rekaman CCTV yang dapat mengungkap fakta di balik insiden ini. Namun, hal itu tak bisa dilakukan lantaran klaim polisi terkait CCTV di rumah pejabat Polri itu yang rusak.
"Kalau dia tidak membuka CCTV berarti orang itu ada yang ditutup-tutupi," kata Bibi Brigadir J, Rohani Simanjuntak.