Kejanggalan Baku Tembak di Rumah Irjen Sambo Versi Keluarga Brigadir J

Kejanggalan Baku Tembak di Rumah Irjen Sambo Versi Keluarga Brigadir J

Kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir J di rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo, Jakarta Selatan, menyisakan sejumlah teka-teki bagi keluarga.

Pihak keluarga Brigadir J mengendus ada kejanggalan dari kronologis yang diceritakan pihak kepolisian.

Pasalnya, selain luka tembak yang ditemukan di tubuh Brigadir J, keluarga juga menemukan sejumlah memar, bekas sayatan senjata tajam, hingga jari tangan yang terputus.

Tak hanya itu, kejadian-kejadian aneh juga turut dirasakan keluarga. Mereka mengaku sempat didatangi sejumlah polisi dan diajak berdialog dalam kondisi rumah tertutup rapat.

Usai pertemuan itu, pihak keluarga Brigadir J tak bisa berkomunikasi menggunakan ponselnya. Mereka mengklaim disadap oleh orang tak dikenal.

Sementara itu, Polri menyebut Brigadir J tewas karena baku tembak di rumah Sambo pada Jumat (8/7) lalu. Namun, peristiwa itu baru terungkap pada Senin (11/7).

Menurut polisi, Brigadir J ditembak setelah memasuki kamar istri Sambo dan diduga melakukan pelecehan. Brigadir J merupakan sopir istri Sambo.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyebut istri Sambo sempat berteriak dari kamar. Bharada E mendengar teriakan tersebut dan langsung masuk ke dalam rumah.

Ramadhan menyebutkan Brigadir J sempat panik lantaran bertemu dengan Bharada E ketika hendak keluar kamar.

Menurutnya, Brigadir J mengeluarkan total tujuh tembakan, yang kemudian dibalas lima kali oleh Bharada E.

Tidak ada peluru yang mengenai Bharada E. Sementara lima tembakan Bharada E mengenai Brigadir J hingga tewas. 

Berikut sejumlah pengakuan dan kejanggalan kasus penembakan Brigadir J yang dirangkum media.

Pihak keluarga menganggap janggal melihat kematian Brigadir J lantaran ada luka sayatan di tubuh korban. Sementara polisi menyebut Brigadir J tewas karena baku tembak.

"Jadi yang malam itu dari keterangan kepolisian Jakarta menyampaikan bahwasanya di kediaman Bapak Irjen Ferdy Sambo itu ada adu tembak, jadi kami enggak puas, kalau ada adu tembak, otomatis enggak ada ini ada luka sayatan," ujar tante Brigadir J, Roslin.

Keluarga Brigadir J mengungkap ada empat luka tembakan di jasad jenazah.

"Yang luka tembak itu tiga di bagian dekat bahu, lalu satunya di tangan," katanya.

Selain luka tembak dan sayatan, kata Roslin, dua jari jenazah J juga putus.

"Ada luka sayatan, jarinya juga dua putus. Kena sayat benda tajam ini mata, hidung, bibir, di leher, baru jarinya. Terus kakinya juga ada setelah kami tadi pagi periksa," katanya.

Keluarga Sempat Tak Diizinkan Lihat Luka Tembak

Keluarga sempat tidak diizinkan melihat luka tembak pada tubuh Brigadir J. Pihak kepolisian yang menyerahkan jenazah Brigadir J melarang pihak keluarga dengan dalih tubuh Brigadir J sudah diotopsi.

"Jadi kalau boleh kami minta, kami tengok dulu lubang tembaknya," kata pihak keluarga.

"Kalau untuk silakan, tapi kalau saya rasa sudah diotopsi, sudah dilakukan otopsi ini, Pak. Kalau melihat wajah silakan enggak apa-apa. Saran saya karena diotopsi kan bagaimanapun nanti ibu melihat dengan situasi kalau sudah diotopsi itu bagaimana," kata anggota polisi itu.

Sontak, ibu Brigadir J berteriak memohon agar diizinkan melihat keadaan anaknya. Ibu Brigadir J mengaku sanggup melihat bagaimanapun kondisi anaknya.

Polisi Tak Mau Buka CCTV

Keluarga Brigadir J mengatakan polisi diduga berusaha menutupi kasus penembakan jika tak membuka rekaman Closed Circuit Television (CCTV) di rumah Kepala Divisi Propam Irjen Ferdy Sambo.

"Kalau dia tidak membuka CCTV berarti orang itu ada yang ditutup-tutupi," kata bibi Brigadir J, Rohani Simanjuntak.

Rohani menduga ada kejanggalan dalam peristiwa baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E yang menewaskan keponakannya tersebut.

Terlebih, kata Rohani, pihak kepolisian menyebut CCTV di rumah Irjen Ferdy Sambo itu sudah mati sejak dua minggu lalu, sehingga tak merekam peristiwa tersebut.

"Kenapa HP kami tidak diberikan? Dan kenapa CCTV tidak mau membuka? Bahkan dibilang CCTV tidak ada di rumah jenderal. Dari situ sudah praduga kita kuat," ujarnya.

Keluarga Didatangi Polisi

Keluarga Brigadir J mengungkapkan momen ketegangan saat sejumlah polisi mendatangi rumah duka.

Rohani mengatakan polisi datang ke rumah pada Sabtu (9/7) malam sekitar pukul 20.00 WIB, satu hari setelah peristiwa penembakan. Menurutnya, mereka yang datang adalah polisi dari Mabes Polri.

"Orang dari Mabes datang ke rumah, kami kayak disekap gitu. Rumah itu ditutup, semua gorden ditutup," kata Rohani.

Rohani sempat marah karena tak terima sikap polisi yang tidak sopan datang ke rumah.

"Pak, namanya bertamu, jangan kayak gini caranya, aku bilang. Terus mereka bilang maaf. Kami selaku orang tua yang baru kehilangan anak kami masih syok dan trauma," ujar Rohani.

Bahkan ada polisi yang melarang anggota keluarganya menggunakan ponsel saat itu. Semua alat komunikasi dan perekam tak boleh digunakan.

"Jangan main HP, jangan ada yang mengambil video, jangan ada yang kamera, katanya. Tolong HP di sini sama kami, katanya," ujar Rohani menirukan permintaan polisi saat itu.

Klaim Ponsel Keluarga Brigadir J Disadap

Keluarga Brigadir J mengklaim ponsel milik anggota keluarga disadap oleh orang tak dikenal.

"Jadi sekarang HP kami tidak bisa kami gunakan lagi. Sudah disadap orang itu HP kami semua," kata Rohani

Ia menuturkan total ada lima buah ponsel yang telah disadap. Kini pihak keluarga Brigadir J tak lagi bisa berkomunikasi dengan siapapun.

"HP yang ada di rumah kami lima sudah disadap, enggak bisa kami pakai lagi komunikasi sama siapapun. Kami tidak bisa komunikasi lagi," ujarnya.

Related

News 6596622554442717383

Recent

Hot in week

Ebook

Koleksi Ribuan Ebook Indonesia Terbaik dan Terlengkap

Dapatkan koleksi ribuan e-book Indonesia terbaik dan terlengkap. Penting dimiliki Anda yang gemar membaca, menuntut ilmu,  dan senang menamb...

item