Daftar Negara yang Terancam Resesi, Termasuk Indonesia
https://www.naviri.org/2016/05/Harazchieka-Dewi-page-5.html
Bank Dunia mengatakan ancaman resesi ekonomi global sudah di depan mata dan sulit dihindari negara-negara di dunia.
Dalam laporan Global Economic Prospect June 2022 (GEP), Bank Dunia menyebutkan tekanan inflasi yang begitu tinggi di banyak negara tak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.
Sejumlah negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, diprediksi ikut terseret ke dalam jurang resesi akibat inflasi yang terus meningkat.
Tak hanya negara maju, negara berkembang seperti Indonesia pun berisiko mengalami resesi ekonomi.
Berikut negara-negara yang terancam masuk resesi:
1. Amerika Serikat
Proyeksi resesi ekonomi AS berdasarkan data Pendapatan Domestik Bruto (PDB) The Atlanta Federal Reserves memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS hanya 0,9 persen pada kuartal II 2022 atau turun dari kuartal I yang tumbuh 1,5 persen.
Dilansir dari CNBC, kondisi penurunan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut merupakan salah satu tanda resesi.
Konsumsi rumah tangga yang menopang 70 persen PDB AS, diperkirakan hanya mampu tumbuh 3,7 persen, turun dari proyeksi sebelumnya 4,4 persen.
2. Eropa
Kekhawatiran negara-negara Eropa dapat jatuh ke dalam resesi tercermin dari mata uang euro yang merosot ke level terlemahnya terhadap dolar sejak akhir 2002.
Salah satu pemicu ketakutan resesi adalah kenaikan harga gas alam. Data menunjukkan perlambatan tajam dalam pertumbuhan bisnis pada Juni dan rilis melansir defisit perdagangan pada Mei 2022 yang disesuaikan secara musiman sebesar 1 miliar euro di Jerman, berlawanan dengan ekspektasi surplus.
Hal ini terlihat nyata pada perekonomian Inggris yang menunjukkan tanda-tanda perlambatan karena inflasi tinggi. Lewat survei, pengusaha melaporkan tingkat kekhawatiran yang biasanya menandakan resesi.
"Ekonomi mulai terlihat seperti lama-kelamaan akan habis terhenti," ujar Kepala Ekonom Bisnis di S&P Global Market Intelligence Chris Williamson.
3. China
Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan perekonomian China akan melambat di paruh kedua 2022 imbas upaya mengendalikan kasus covid-19.
"Kami memproyeksikan pertumbuhan PDB riil melambat tajam menjadi 4,3 persen pada 2022 sampai dengan 0,8 poin, persentase lebih rendah dari yang diproyeksikan dalam Pembaruan Ekonomi China Desember," tulis IMF dalam laporan perekonomian China Juni 2022.
Dalam jangka pendek, China menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan mitigasi covid-19 sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemerintah China sudah mulai meningkatkan pelonggaran kebijakan ekonomi makro dengan pengeluaran publik yang besar, potongan pajak, penurunan suku bunga kebijakan, dan sikap yang lebih longgar pada sektor properti.
4. Mongolia
Fitch Ratings, lembaga pemeringkat internasional, memperkirakan kondisi keuangan global yang lebih ketat dan dampak geopolitik akan memperburuk profil keuangan eksternal Mongolia yang lemah.
"Kami memproyeksikan defisit neraca berjalan Mongolia pada 2022 akan melebar menjadi 16,3 persen dari PDB dan beban utang luar negeri bersihnya menjadi besar pada 167 persen dari PDB," tulis analis Fitch.
Menurut mereka, ketergantungan Pemerintah Mongolia pada utang luar negeri meningkatkan kerentanan terhadap pergeseran sentimen investor internasional yang dapat menghasilkan perlambatan ekonomi.
5. Korea Selatan
Saham Korea Selatan jatuh pada awal bulan ini karena investor khawatir bahwa kenaikan suku bunga acuan untuk memerangi inflasi akan memicu perlambatan ekonomi, dengan banyak yang bersiap untuk menghadapi dampak resesi AS tahun depan.
Sebagai bukti, indeks Kospi telah turun 5,08 poin, atau 0,22 persen, menjadi 2.300,34 pada 06:30 GMT.
Seo Jung-hun, Analis di Samsung Securities, menyebut saham Korea Selatan, seperti pasar saham Taiwan, sensitif terhadap momentum siklus ekonomi dan bereaksi terhadap ketakutan resesi.
6. Indonesia
Menteri Keuangam Sri Mulyani mengungkap risiko resesi ekonomi yang dialami Indonesia sebesar 3 persen. Sementara, terdapat negara lain yang potensinya lebih dari 70 persen. Meski demikian, bukan berarti pemerintah terlena.
"Kami tetap waspada, namun pesannya kami tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan, dari fiskal, moneter, sektor finansial, dan regulasi lainnya, untuk memonitor itu (potensi resesi)," ujar Ani, sapaan akrabnya.
Sejauh ini, bendahara negara menilai ekonomi Indonesia masih cukup positif. Sebab, sektor keuangan RI lebih kokoh setelah kejadian krisis 2008-2009 lalu.
Selain itu, Sri Mulyani mengatakan utang luar negeri pemerintah menurun. Begitu juga dengan utang korporasi yang semakin rendah.