Kecamuk Mengerikan di Balik Perang Sipil Myanmar (Bagian 1)
https://www.naviri.org/2016/04/Eva-Kartini-page-1.html
Sejumlah serdadu militer Myanmar mengaku telah membunuh, menyiksa, dan memerkosa warga sipil, dalam wawancara eksklusif dengan BBC. Untuk pertama kalinya, serdadu-serdadu ini memberi penjelasan rinci tentang berbagai pelanggaran HAM yang mereka sebut diperintahkan dari atasan.
"Mereka memerintah saya untuk menyiksa, menjarah, dan membunuh orang tidak bersalah."
Maung Oo menyangka dirinya direkrut militer Myanmar untuk bertugas sebagai penjaga. Akan tetapi, dia justru menjadi bagian dari batalion yang membunuh sejumlah warga sipil yang bersembunyi di sebuah biara pada Mei 2022.
"Kami diperintah mengumpulkan semua pria dan menembak mati mereka. Yang paling menyedihkan adalah kami harus membunuh orang lansia dan perempuan."
Pengakuan enam serdadu, termasuk seorang kopral, ditambah sejumlah korban mereka memberikan pemahaman yang langka tentang bagaimana militer Myanmar berupaya mempertahankan kekuasaan.
Semua nama dalam artikel ini telah diubah untuk melindungi identitas mereka.
Para serdadu yang baru-baru ini membelot, berada dalam perlindungan sebuah unit Angkatan Pertahanan Rakyat (PDF), sebuah jaringan kelompok milisi sipil yang berjuang untuk mengembalikan demokrasi.
Militer merebut kekuasaan melalui kudeta terhadap pemerintahan pimpinan Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis, tahun lalu. Kini, militer berupaya menumpas pemberontakan bersenjata warga sipil.
Pada 20 Desember tahun lalu, tiga helikopter mengitari Desa Yae Myet di Myanmar bagian tengah, guna menerjunkan sejumlah serdadu. Mereka diperintahkan melepas tembakan.
Setidaknya lima orang berbeda, yang berbicara terpisah satu sama lain, memberitahu apa yang terjadi saat itu. Menurut mereka, militer mengerahkan tiga regu berbeda. Setiap regu menembak pria, perempuan, dan anak-anak tanpa pandang bulu.
"Saat itu perintahnya adalah tembak apapun yang kamu lihat," kata Kopral Aung di sebuah lokasi rahasia di hutan terpencil Myanmar.
Dia menuturkan bahwa beberapa orang bersembunyi di lokasi yang mereka kira tempat aman. Namun, ketika serdadu mendekat, mereka "mulai berlari dan kami menembaki mereka".
Kopral Aung mengaku regunya menembak dan menguburkan lima pria. "Kami juga diperintahkan membakar setiap rumah bagus dan layak di desa," tuturnya.
Para prajurit berkeliling di sekitar desa sembari membakar rumah-rumah dan berteriak, "Bakar! Bakar!"
Kopral Aung membakar empat bangunan. Mereka yang diwawancara mengaku total sekitar 60 rumah yang dibakar. Sebagian besar penduduk desa telah kabur, tapi tidak semuanya. Sebuah rumah di tengah desa tidak dihuni.
Thiha mengaku dirinya bergabung dengan militer, lima bulan sebelum penggerebekan terjadi. Seperti banyak prajurit lainnya, dia direkrut dari masyarakat dan mengaku belum mendapat pelatihan. Kalangan setempat menyebut para rekrutan baru ini Anghar-Sit-Thar atau "tentara bayaran".
Pada saat itu dia dibayar dengan upah yang layak, sebesar 200.000 Khat Myanmar atau sekitar Rp1,6 juta per bulan. Thiha mengingat dengan jelas apa yang terjadi di rumah itu.
Dia menyaksikan seorang gadi remaja dikerangkeng di balik jeruji besi, di rumah yang akan dibakar. "Saya tidak bisa lupa teriakannya, saya masih bisa mendengarnya di telinga saya dan mengenangnya di dalam hati," papar Thiha.
Ketika dia mengadu kepada kaptennya, dia menjawab, "Saya sudah bilang ke kamu, bunuh semua yang kita lihat". Mendengar itu, Thiha menembakkan percikan api ke dalam rumah.
Kopral Aung juga berada di sana dan mendengar tangisan gadis remaja tersebut saat dia dibakar hidup-hidup. "Menyayat hati saat mendengarnya. Kami mendengar suara dia berulang kali selama sekitar 15 menit saat rumah itu dilalap api," kenang Kopral Aung.
BBC kemudian melacak keluarga gadis remaja tersebut. Salah satu kerabatnya, U Myint, menjelaskan bahwa gadis itu mengalami gangguan jiwa dan ditinggal di rumah selagi orang tuanya bekerja.
"Dia mencoba kabur, tapi mereka menghentikannya dan membiarkan dia terbakar," kata U Myint di depan puing-puing rumah tersebut.
Baca lanjutannya: Kecamuk Mengerikan di Balik Perang Sipil Myanmar (Bagian 2)