Kerajaan Bisnis Misterius di Balik Kudeta Myanmar (Bagian 1)
https://www.naviri.org/2016/04/Dillian-Gresta.html
Para pengamat mengatakan kerajaan bisnis militer Myanmar menyokong kudeta yang sedang terjadi.
Militer Myanmar yang melancarkan kudeta pada 1 Februari lalu didanai oleh sebagian besar anggaran nasional. Namun, mereka juga diam-diam mendapat banyak pemasukan dari kepentingan bisnis yang tersebar di mana-mana.
Di Indoor Skydiving Centre, tempat wisata yang populer di Yangon, pengunjung dapat merasakan sensasi melompat dari pesawat dengan terowongan angin vertikal.
Tetapi tidak banyak orang yang mencoba atraksi ini menyadari bahwa ia adalah bagian dari kerajaan bisnis raksasa yang dijalankan oleh militer, bisnis yang tak terpisahkan dari kehidupan nasional.
Para pengamat berpendapat bahwa jejaring bisnis ini memungkinkan kudeta Myanmar terjadi, dan menjatuhkan akuntabilitas militer.
Para pengusaha sipil berbicara tentang lingkungan seperti "Sisilia di bawah kekuasaan Mafia", sementara para aktivis mengatakan bahwa reformasi demokrasi hanya mungkin jika "tentara kembali ke barak".
Dua konglomerat yang mendanai militer
Militer Myanmar - Tatmadaw - mulai terlibat dalam bisnis setelah kudeta sosialis Ne Win pada 1962. Selama bertahun-tahun, batalion militer diharuskan untuk berdikari dan didorong untuk mengembangkan modal dalam usaha lokal untuk membiayai operasi mereka.
Meskipun praktik ini telah dihentikan secara bertahap, dua konglomerasi dijalankan oleh militer didirikan pada tahun 1990-an ketika pemerintah memulai privatisasi perusahaan-perusahaan industri milik negara.
Kedua organisasi - Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Limited (MEL) - sejak itu menjadi sumber pendapatan yang penting bagi Tatmadaw, dengan saham di mana-mana, mulai dari bank dan tambang hingga tembakau dan pariwisata.
MEHL juga mengelola dana pensiun militer. Beberapa pemimpin militer dan keluarga mereka juga punya saham di banyak perusahaan, dan pernah mendapat sanksi di masa lalu.
Aung Pyae Sone - putra pemimpin kudeta Jenderal Min Aung Hliang - punya beberapa perusahaan, termasuk resor pantai, dan memegang saham mayoritas di operator telekom nasional Mytel.
Sejauh mana kepentingan bisnis ini sulit dipastikan. Namun para pakar mengatakan bahwa pengaruh bisnis militer tetap signifikan, kendati reformasi demokrasi baru-baru ini, dan kudeta mungkin sebagian merupakan usaha untuk melindungi kepentingan-kepentingan bisnis ini.
Terlindung dari akuntabilitas
Sedikit yang kita ketahui tentang jangkauan finansial militer baru muncul ke permukaan dalam beberapa tahun terakhir.
Laporan PBB pada 2019, dipicu oleh tindakan keras Myanmar terhadap komunitas Rohingya, menyimpulkan bahwa pendapatan bisnis memperkuat kemampuan militer untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia dengan impunitas.
Melalui jaringan bisnis dan afiliasi milik konglomerat, PBB mengatakan Tatmadaw bisa "melindungi dirinya dari akuntabilitas dan pengawasan".
Detail tetang struktur dan keuangan MEHL juga terungkap dalam dua laporan internal - salah satunya diserahkan oleh konglomerat itu pada Januari 2020, yang lainnya dibocorkan oleh kelompok aktivis Justice for Burma dan Amnesty International.
Mereka menunjukkan bahwa MEHL dijalankan oleh pejabat tinggi militer, termasuk beberapa pemimpin kudeta yang sedang berjalan. Sekitar sepertiga pemilik saham adalah unit militer, sementara sisanya dimiliki mantan personel dan anggota aktif Tatmadaw.
Laporan yang bocor itu mengatakan bahwa, antara 1990 dan 2011, MEHL membayar para pemilik sahamnya 108 miliar kyats dalam dividen - senilai $16,6 miliar (Rp239 triliun), menurut nilai tukar resmi saat itu.
Juga diduga bahwa militer menggunakan saham MEHL sebagai hadiah untuk kesetiaan, dan hukuman untuk perilaku buruk. Satu tabel berisi daftar 35 orang yang kehilangan dividen mereka karena berbagai alasan seperti desersi dan hukuman penjara.
MEHL belum berkomentar secara publik tentang laporan yang bocor itu.
Seruan untuk sanksi
Menyusul kudeta, kelompok-kelompok advokasi telah menyerukan sanksi terhadap militer dan aksesnya pada sistem keuangan global. Banyak aktivis juga ingin konglomerat militer dibubarkan.
Dalam pernyataan kepada BBC, Justice for Myanmar menuduh militer berada dalam "konflik kepentingan yang melanggar hukum".
"Harta yang dicuri oleh militer dan bisnis mereka adalah milik rakyat Myanmar dan harus dikembalikan kepada mereka," imbuhnya.
Baca lanjutannya: Kerajaan Bisnis Misterius di Balik Kudeta Myanmar (Bagian 2)